RINTIK DUA BELAS

916 36 0
                                    

⚠ Have harsh Words, ignore timestamp

"Apapun yang kamu rasakan di dunia ini, jangan lupa libatkan Tuhan..."

================================

Tanpa mendapatkan jawaban yang diinginkan, Asha tetap setia diruangan ini, melihat kepergian Alan sampai wujudnya sudah hilang dibalik tembok.

"GUE EMANG GAK TAU KAK....Karna lo gak ngasih tau gue !". Ashakira berteriak sambil menahan tangis yang sebentar lagi akan tumpah itu.

"Apapun itu, gue pasti akan tau kak !"

Tekad Asha sudah bulat untuk mengetahui apa sebenarnya maksud dibalik ucapan kakaknya itu, walaupun waktu untuk mengetahuinya tidak bisa diprediksi.

"Arrghhhh...kak bisa gak sih lo jangan nambah beban gue gini, untuk mendapat maaf lo aja susah kak, apalagi untuk nyari tau isi kepala lo....gue sebenarnya apa dikelurga ini ? Apa gue hanya jadi pelampiasan amarah kalian HAH ??!"

"Bunda.....Kayra capek...."

Mengacak rambutnya secara frustasi, Asha lagi-lagi harus menerima ini semua. Tapi rasanya semakin hari justru semakin bertambah berat. Melirik cutter di meja Alan, dengan perlahan Asha mendekati benda itu. Kini rasa takutnya sudah berganti dengan sakit. Bahkan dirinya sendiri ikut membenci jalan hidupnya.

"Bunda.... Kalau Kay nyusul Bunda, apa boleh?"

Pandangan kosongnya masih mengarah pada benda tajam yang kini sudah berada di tangannya. Namun pesan Bundanya seolah berputar kembali di kepalanya. Setidaknya dia masih punya misi untuk menyatukan kembali keluarga ini, walau rasanya Mustahil. Apalagi saat ini ada Aksa yang terjerat pada rusaknya keluarga mereka.

Perdebatan isi kepalanya membuat Asha tidak sadar sudah ada darah yang menetes dari tangannya yang meremas cutter itu. Seperti biasa, Asha tidak merasakan sakit lagi, sebenarnya bukan karena benar-benar tidak sakit, sebab manusia normal seperti Asha pasti akan sakit jika sudah ada darah yang keluar, tapi Asha sama sekali tidak menjerit seperti orang lainnya yang terluka. Dia hanya diam seperti tidak merasakan apa-apa, kekacauan dalam hidupnya mampu membuat Asha diam saja bahkan setelah darah menghiasi tangan kurusnya itu.

Sementara dibalik pintu itu ternyata ada Alan yang setia mendengar keluh kesah Adiknya. Benar saja, setelah keluar kamar itu, Alan memang menuju pintu keluar tapi dia tidak pergi, dia bersandar pada pintu kamarnya. Karena dia yakin adik kecilnya itu pasti bersedih lagi di dalam sana. Bahkan dia tau saat ini Asha pasti melukai tubuhnya seperti biasa, tapi sayangnya dia tidak tau jika kali ini, Asha bahkan melukai dirinya lebih parah dari sebelumnya.

"Maafin Alan Bunda.... Alan udah gak benci adek lagi, cuma saat ini Alan belum bisa lindungi dia dari laki-laki brengsek itu....Alan gagal menjaga keluarga kita dari wanita sialan itu !"

Menarik napasnya secara kasar, Alan menepuk dadanya yang sesak itu, bohong jika dia tidak terluka dengan keadaan Asha saat ini. Nyatanya dia sangat teluka bahkan mungkin lebih parah hanya saja sakitnya tidak nampak oleh orang lain. Perlahan Alan pergi dari balik jendela itu dan berjalan menuju motornya. Sepertinya dia tidak sanggup melihat wajah pilu Asha dengan kondisi kacau itu. Namun belum sempat sampai pada tujuannya, seseorang yang begitu dibencinya justru menatap tanpa dosa.

["BRENGSEK !!!!"]

Mengepalkan tangannya secara kuat, Alan menatap penuh permusuhan pada sosok yang kini menatapnya itu. Seseorang yang tidak punya hati dalam pandangan Alan. Andai saja dia tidak mengingat kalau yang dihadapannya ini adalah seseorang yang membuatnya hadir kedunia ini, Alan pasti sudah melakukan hal paling keji dalam hidupnya. Terus berjalan tanpa memandang wajah seseorang dihadapannya itu, Alan memilih segera naik diatas motornya. Namun sebelum dia benar -benar menancap gas motornya, diketiknya pesan dengan tangan bergetar.

 Namun sebelum dia benar -benar menancap gas motornya, diketiknya pesan dengan tangan bergetar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.....

Sementara Asha kini hanya menatap santai pada tangannya yang kian mengeluarkan darah itu. Kesadarannya semakin berkurang, entah bagaimana perasaannya. Tapi, sepertinya saat ini Asha merasakan sedikit ketakutan. Bagiamana jika dia tidak menepati janjinya untuk menyembuhkan luka Alan ? Bagaimana jika Ayahnya tidak memaafkannya ? Bagaimana jika Karina makin menghancurkan keluarganya ?

Walaupun tindakannya kali ini memang salah, tapi Asha termasuk wanita yang sangat kuat, bagaimana mungkin dia masih memikirkan maaf dari Ayahnya disaat laki-laki itu sering menyakitinya. Dengan sisa kesadarannya yang mungkin tinggal 10% itu, Asha merasakan langkah kaki kian mendekat kearahnya.

Memaksakan untuk membuka mata, harapannya ada Ayahnya atau Kakaknya datang dan menolongnya.Tapi sayangnya harapan itu mungkin tidak terwujud, justru seorang laki-laki datang dengan wajah paniknya. Seseorang yang bukan memiliki hubungan darah dengannya.

"Aksa...."

=====================================
"Tidak ada yang abadi di dunia ini. Bahkan masalah yang kita hadapi juga tidak"

- Charlie Chaplin -



Bantu support yaawww🤗❤

Rintik Terakhir (END)Where stories live. Discover now