Love Language

41 9 13
                                    

Story 15

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Story 15

Hibta dan Agha masih terus berenang. Bermain-main air layaknya sepasang kekasih. Isa memilih tetap di haluan. Mengambil beberapa foto. Kalau yang satu ini, sepertinya bisa dimaklumi. Hehe.

Kegembiraan Hibta sempat terhenti karena sampah-sampah plastik yang mengganggu area renangnya. Hibta berdesis kesal,

"Uh, apa ini?" Keluhnya.

Agha menghampiri Hibta, mengambil botol-botol plastik bekas itu, lalu membuangnya jauh-jauh.

Keduanya kembali berenang gembira. Saling mencipratkan air. Hibta memekik manja. Agha berputar sebentar mengitari speed boat, lalu mulai mendekati Hibta. Hibta dan Agha kini berhadap-hadapan. Keduanya terdiam saling beradu pandang, tersenyum tanpa bersuara.

Kedua tangan mereka saling berpegangan. Masih berenang-renang di dalam air. Dan hidung Hibta dan Agha saling menempel. Jarak antara keduanya begitu dekat. Isa tertegun. Hei.

Hibta dan Agha berciuman.

Isa membalikkan badan. Fix. Kamu kampungan. Tidak pernah melihat hal semacam itu, kan? Tunggu. Tidak juga. Isa sering melihat adegan semacam itu di bioskop dan pada saat maraton drama korea. Berarti Isa tidak polos. Dia hanya hipokrit.

Isa masih duduk di haluan, menghadap ke anjungan. Tidak tahu harus berbuat apa. Suara Hibta dan Agha tidak terdengar di bawah sana. Ingat. Love language setiap orang berbeda. Bisa saja tipe Hibta yang physical touch. Tipe yang ...,

Isa mencoba melenyapkan pikiran kacau yang meletup-letup di benaknya. Sepasang kekasih sedang bermesraan di bawah sana. Cobalah untuk bersikap dewasa.

Isa belum bergeser. Dia saja yang bereaksi terlalu berlebihan. Semua masih wajar, kok. Dan sepertinya semakin intens di bawah sana. Erangan Agha baru saja terdengar. Entah karena kesakitan atau karena hal lain.

Isa bersiap menuju anjungan untuk berpura-pura tidur. Tapi kemudian terdengar Hibta berteriak,

"Tolong!"

Isa terkesiap. Dia tidak yakin dengan pendengarannya. Jangan sampai. Bisa saja itu hanya improvisasi. Bisa saja saat Isa menoleh, ternyata dia hanya jadi perusak suasana. Bisa saja─

"Isa, tolong!"

Isa langsung berbalik. Hibta tidak sedang bercanda. Isa bergegas ke ujung haluan. Di bawah, Hibta dan Agha masih di dalam air. Hibta sibuk melambaikan tangan. Dia terlihat panik.

Sesaat Isa terperanjat. Seperti tidak percaya dengan apa yang baru dilihatnya.

Ada sesuatu di bawah sana. Tepat di belakang Hibta. Tapi Isa tidak bisa menjelaskannya. Karena sesuatu itu baru saja pergi. Hilang seketika.

Isa mencoba meyakinkan dirinya bahwa dia hanya salah lihat. Yang paling penting saat ini adalah membantu Hibta. Tenangkan dirimu. Isa berteriak agar Hibta dan Agha mendekat ke boat.

Hibta berenang sambil memegangi Agha yang tampak kesakitan. Isa menjulurkan tangga, dan langsung mengulurkan tangan untuk menjemput Hibta.

"Agha duluan!" Dengan susah payah Hibta menopang tubuh Agha, mendekatkan tangannya ke tangan Isa. Berhasil. Isa mencoba mengangkat Agha dengan hati-hati. Berhasil. Tubuh Agha dibaringkan di atas haluan boat. Hibta juga berhasil naik.

"Hei, Hibta, ada apa?" Isa bertanya begitu melihat Agha yang terus mengerang kesakitan sambil memegangi betisnya.

"Aku tidak tahu! Tahu-tahu Agha berteriak, katanya bagian kakinya sakit." Jawab Hibta dengan panik. Suaranya gemetar. "Dia ..., aku ..., ukhh ...," Hibta mulai menangis.

Isa memperhatikan bagian kaki Agha. Ada bercak-bercak merah di betis, dan beberapa bagian mulai membengkak. Bisa saja Agha tersengat hewan laut berbisa. Akan sangat gawat jika tidak ditangani segera.

"Kita harus kembali." Ujar Isa.

***

Semua dilakukan dengan cepat. Untung saja Hibta bisa mengemudikan speed boat. Isa bagian menyalakan mesin. Dengan hati-hati, Isa dan Hibta memindahkan Agha ke dalam anjungan. Kondisinya tidak lebih buruk, tapi juga tidak ada perubahan positif signifikan.

Speed boat melaju. Hibta mengemudi sambil terisak-isak. Isa berjaga di samping Agha yang terbaring. Sesekali Agha mengerang kesakitan. Isa─tanpa adanya pengalaman medis sama sekali─berusaha menenangkan.

Speed boat terus melaju. Jarak dan waktu terasa lebih jauh dan lambat. Hibta semakin panik. Isa tidak banyak bersuara. Matanya fokus memandangi laut. Pada akhirnya mereka berjumpa dengan hal buruk di pulau ini.

Speed boat akhirnya mencapai dermaga tujuan. Di ujung dermaga, tim lengkap sudah menunggu. Ditambah Gen. Mereka langsung siaga setelah Isa melakukan panggilan telepon. Begitu speed boat berhasil berlabuh, Pak Baito, Sahabi, Gen dan Mundo langsung melompat ke dalam boat. Segera mengevakuasi Agha.

Agha langsung dibawa ke markas TEV. Di sana dokter sudah menunggu. Dipanggil khusus oleh Mister Dippet. Agha ditandu ke dalam ruangan. Semua orang diminta menunggu di luar. Dokter Badwi—nama dokternya—mulai melakukan pemeriksaan. Hibta mengintip dengan gelisah.

Setengah jam kemudian, Dokter Badwi keluar dari bilik perawatan. Dan langsung disambut pertanyaan klise semacam bagaimana keadaan Agha, Dok? Apa dia baik-baik saja? Dia sakit apa sebenarnya? dan sebagainya. Tentu saja Hibta yang paling emosional.

"Secara umum kondisinya sudah membaik." Jawab Dokter Badwi kalem—tipikal dokter, "Lukanya tidak fatal. Tapi bisa jadi gawat jika tidak ditangani segera. Tapi semua sudah terkendali." Sambungnya.

Semua orang bernapas lega. Hibta meminta izin untuk melihat Agha. Dokter Badwi mempersilahkan.

"Sekarang dia sedang tidur. Saya memberinya penenang. Karena sensasi gatal yang tak tertahankan itu, benar-benar mengganggu."

Gen lantas mencoba mengorek informasi,

"Diagnosa, Dok?"

Dokter Badwi tampak berpikir, "Saya sendiri belum yakin dengan penyebabnya. Gejalanya mirip gigitan gurita cincin biru. Bisa juga sengatan ikan batu. Tapi juga ada indikasi kulit melepuh. Seperti terkena sesuatu yang panas." Ujarnya.

Gen menyimak dengan gugup. Ingat. Perairan adalah daerah kekuasannya.

"Tapi sebenarnya," Dokter Badwi berkata lagi, "Saya tidak terkejut mendapati kasus semacam ini. Karena sejak tiga hari lalu, beberapa masyarakat datang ke rumah sakit, melaporkan gejala yang sama."
.

.

.

Semacam catatan :
6 Agustus 2023

Mulai dari sini, konflik akan datang susul-menyusul. Menuliskannya penuh tantangan! 

Oh iya, jujur saya agak canggung menuliskan adegan Hibta dan Agha yang cukup dewasa itu. Kebijaksanaan pembaca sangat disarankan. : I

Tetap semangat, dan terima kasih sudah membaca! : D

Urita : Isa & Samudra BijaksanaWhere stories live. Discover now