02.

27.7K 672 28
                                    

Hari ini adalah hari puncak acara perpisahan kelulusan semua siswa-siswi. Sedari pagi, banyak para tamu undangan yang tak lain orang tua dari murid datang untuk menyaksikan momen perpisahan anak-anak mereka.

Setiap orang tua membawakan berbagai hadiah untuk anaknya sebagai ucapan selamat untuk kelulusannya. Semua murid merasakan bahagia dan haru pada siang hari ini. Namun tidak dengan Ayla.

Tidak ada satupun keluarga dari gadis tersebut yang datang ke acara kelulusannya hari ini. Saat pagi tadi dia bertanya pada sang ibu, sebuah cacian serta hinaan justru yang di dapat olehnya.

Farida dan Ridho tidak perduli dengan acara kelulusan Ayla. Mereka lebih mementingkan pekerjaan, ketimbang mendatangi momen perpisahan sang anak.

Ketika semua murid saling berpelukan dengan orang tua masing-masing, lalu mengabadikan momen untuk bersewa foto. Ayla hanya bisa melipat kedua bibirnya. Dia menahan getaran, merasa ingin menangis.

Karena merasa tidak tahan, Ayla berlari ke arah toilet. Dia perlu menumpahkan semuanya disana. Hatinya sudah tidak tahan lagi ingin menjerit.

Sesampainya di bilik toilet, tangisan Ayla pecah. Dia terisak pilu meratapi nasibnya. Di remasnya piala penghargaan hasil dari siswi berprestasi yang di berikan oleh kepala sekolah untuknya.

Dia merasa tidak memerlukan piala ini. Dia justru ingin memiliki keluarga yang menyayanginya. Ayla iri dengan semua orang. Sangat iri.

"Kenapa ...." Ayla menangis terpejam sambil mendongakkan kepalanya ke atas.

"Hiks ... Kakek," lirih Ayla memanggil orang yang sudah tiada.

Jika kakeknya masih hidup, sudah pasti orang tua itu begitu bangga terhadap Ayla. Dia adalah orang nomor satu dalam mendukung Ayla belajar setiap harinya.

Namun kini tinggal kenangan, serta kesedihan yang tertinggal. Ayla sendiri dan terpuruk.

***

Di sebuah lorong dekat dengan gudang, terdapat seorang pria bersama teman-temannya sedang mengelilingi seorang murid wanita

Wanita itu berdiri dengan wajah tertunduk pasi. Dia ketakutan karena pria di hadapannya saat ini sangat marah kepadanya.

"Berani-beraninya lo buat berita hoax, huh?!"

"Lo pikir, lo siapa? Hah!!!"

Pria itu mendorong tubuh wanita itu hingga terbentur ke tembok. Dia sama sekali tidak memperdulikan bagaimana sakitnya wanita itu karena dorongan kasarnya.

"Maaf, Aiden. Aku bisa jelasin, semalam itu-"

"Siapa yang nyuruh lo ngomong!" sela Aiden dengan teriak.

Nyali wanita itu semakin ciut. Dia tidak sanggup menegakkan kepalanya hanya untuk menatap wajah pria itu.

"Udah, habisin aja ni cewek. Udah kelewatan dia," timpal teman Aiden dari belakang.

"Iya. Suruh telanjang aja, mumpung di luar lagi banyak orang, 'tuh." Teman yang lainnya semakin mengompori Aiden.

Tubuh wanita itu semakin bergetar ketakutan. "J-jangan. Di luar ada orang tua aku," mohonnya.

"Lo pikir gue perduli? ... mau ada orangtua lo, 'kek. Presiden, 'kek. Bodoamat!"

"Sekarang, buka rok lo!" perintah Aiden dengan bengis.

"Aiden, maaf-"

"Jangan banyak bacot! Cepet buka!!!" bentak Aiden dengan mata melotot. Semua urat leher tercetak jelas karena saking emosinya.

"Cepetan buka. Sebelum siksaan lo di tambah lagi sama, Aiden. Mau lo?" sarkas teman Aiden lagi.

Wanita tersebut tidak dapat berfikir. Dengan ragu dia membuka kancing pengait roknya yang di belakang. Rok abu-abu tersebut perlahan turun memperlihatkan paha mulus sang wanita.

AYLA Where stories live. Discover now