Bab 30: 'Rumah'

122 23 1
                                    

Seperti yang dijanjikan Jaemin pada Winter tadi pagi, Jaemin benar-benar menepati janjinya, pemuda itu memutuskan pulang tepat sore hari, setelah jam pulang kantor.

Sementara itu, Winter yang sedari tadi sudah menunggu di pintu masuk apartemen pun merasa senang bukan main tatkala mendengar bunyi deret yang berasal dari balik pintu yang ada di hadapannya, tanda bahwa Jaemin tengah memasukkan beberapa angka pada smart lock doornya.

Tak lama dari itu, derit pintu ikut terdengar dan pada detik yang sama pula pintu di depan Winter terbuka, menampakkan Jaemin yang memasuki apartemen dari celah yang terbuka setengah.

Binar di mata Winter semakin bersinar kala menemukan presensi Jaemin, tapi itu hanya bertahan beberapa detik saja. Sebab, binar-binar itu perlahan sirna saat kedua mata Winter menangkap pemandangan yang tak mengenakan; Jaemin pulang dalam kondisi wajah yang babak belur.

"Jaemin, kamu kenapa?" tanya Winter sembari mendekat ke arah Jaemin yang tampak lunglai.

Winter memberi sorot khawatir kala dirinya memerhatikan wajah tampan Jaemin yang terluka, berbeda dengan kondisi pagi tadi. Ibu jari Winter lantas menyentuh sudut bibir Jaemin yang sobek, membuat Jaemin yang merasakan sentuhan lembut Winter itu akhirnya mengaduh. Meski lukanya sudah diobati, tetapi rasa sakitnya masih tertinggal.

"A-aw ..."

Winter segera menarik tangannya, "Sakit banget ya? Maaf, Jaemin."

Jaemin berusaha tersenyum meski sudut bibirnya yang terluka terasa kaku, susah untuk ditarik ke atas, tetapi Jaemin tetap memaksa senyum untuk hadir di bibirnya, "Enggak apa-apa, kok, sakit dikit aja, Winter."

"Kenapa kamu bisa terluka begini, Jaemin?"

"Tadi berantem sama temen kantor."

"APA? Berantem?!" Pekik Winter terkejut. Pandangannya kemudian mengitari wajah Jaemin berulang kali, memastikan bagian mana saja yang terluka. Saat ini tatapan Winter begitu khawatir. Apabila Jaemin bisa menggambarkan, Winter terlihat seperti dirinya benar-benar menganggap wajah Jaemin adalah hal yang paling berharga baginya. "Siapa yang berani nyentuh wajah tampan Jaemin ini?"

"Beri tahu aku, Jaemin! Aku akan memberikannya pelajaran nanti! Siap-siap saja! Dia akan menerima serangan dariku!"

"Berani-beraninya dia menyentuh manusiaku yang berharga!"

Winter sudah mengangkat kaus lengannya ke atas, tampak siap berkelahi untuk membela Jaemin, membuat Jaemin yang melihat Winter heboh sendiri pun tertawa kecil. Kenapa Winter begitu heboh hanya karena Jaemin terluka?

Ini menggemaskan, Jaemin tidak dapat mengelak perasaan menggelitik saat melihat Winter berusaha melindungi dan membelanya dengan tubuh mungil dan ekspresi lucu gadis itu.

Tak kuasa menahan rasa senangnya, Jaemin lantas menarik Winter ke dalam pelukannya, "Enggak apa-apa. Semua udah lewat kok."

"Apanya yang enggak apa-apa, Jaemin itu berharga. Jaemin harus dilindungi."

Mendengar perkataan Winter, tangan Jaemin yang mengelus surai panjang Winter seketika terhenti. Apakah ini reaksi yang diharapkan Jaemin sedari tadi? Reaksi orang yang berpihak padanya. Orang yang marah untuknya dan membelanya.

Jaemin tidak menyangka bahwa dia akan menemukan reaksi seperti ini dari Winter. Orang yang baru datang dalam hidupnya. Ingatan Jaemin lantas terlempar saat siang tadi---saat pertemuan dengan ayahnya.

Seketika, saat itu Jaemin tertawa kering dan berkata lirih, "Kenapa lu bilang begini? Padahal Papa yang jelas-jelas orang tua gua aja tadi lebih bela dia."

"Apa?" Winter berusaha membebaskan diri dari Kungkungan Jaemin, tetapi Jaemin menahannya.

"Bentar," Jaemin berbisik di telinga Winter. "Gua mau meluk lu sebentar."

DE(VI)LICIOUS SERIES [WHITORY VERS.] - TAMATWhere stories live. Discover now