Bab 10: Cari Saja Kakaknya

524 61 8
                                    

Sudah satu Minggu berlalu setelah kejadian di ruang tamu, Jaemin sama sekali tak dapat melupakannya, apalagi Winter juga semakin bertingkah gila setiap kali ia melihat Jaemin.

Seakan memiliki segudang kejutan, Winter tidak pernah berhenti untuk membuat Jaemin terheran-heran dengan tingkah anehnya, seperti tiba-tiba saja membawa cambuk di tangannya, membawa tongkat berujung bulu yang membuat Jaemin tergelitik setiap bulu itu menyentuh tubuh Jaemin, atau membawa alat bergetar di tangannya saat duduk berhadapan dengan Jaemin dan menunjukkannya dengan bangga.

Winter seakan tak menyerah menawarkan kepuasan untuk Jaemin dengan menggunakan alat-alat itu.

Awalnya Jaemin terus bersembunyi dari Winter, tapi lama-lama Winter semakin menggila. Pernah suatu ketika, di malam hari Winter menerjangnya dan membuat Jaemin akhirnya memutuskan untuk menginap di hotel beberapa hari belakang ini.

Aneh memang kalau Jaemin yang memilih untuk menyingkir dari apartemennya sendiri, tetapi sekali lagi Jaemin tidak bisa mengusir Winter begitu saja dari apartemennya. Ada sesuatu dalam dirinya yang menahan hal itu terjadi. Mungkin dia hanya tidak tega meninggalkan Winter sendirian di luar sana, apalagi Winter adalah seorang gadis.

Akan tetapi, semakin lama ini terjadi semakin juga Jaemin merasa frustrasi, ia sudah tidak tahan lagi. Saat ini Jaemin nyaris gila karena Winter.

Beruntung Jeno mengajak Jaemin keluar. Mereka memutuskan untuk bertemu di bar tempat biasa mereka berkumpul. Setidaknya ajakan keluar dari Jeno berhasil mengalihkan pikiran Jaemin dari Winter, meski hanya sebentar. Tidak apa-apa.

Begitu Jaemin menginjakkan kakinya di bar, Jaemin dapat menemukan presensi Jeno yang sedang terduduk di meja bar berhadapan dengan barista yang sedang meracik minuman, tak seperti biasanya.

Pun Jaemin segera mendekat ke arah Jeno.

"Di mana yang lain?" Tanya Jaemin saat dirinya sudah duduk bergabung dengan Jeno.

"Cuma kita berdua doang kok."

"Oh," Jaemin meraih minuman yang sudah dipesankan terlebih dulu oleh Jeno untuknya.

Sementara itu, Jeno memerhatikan Jaemin yang saat ini sedang termenung, tenggelam dalam lamunannya.

"Gimana Winter?"

Jaemin hampir tersedak saat mendengar pertanyaan Jeno. "Lu kenal Winter?"

Jeno mengangguk, "Minggu kemarin kan gua dateng ke apartemen lu, dia yang bukain pintu."

Jaemin hanya meng-oh ria, sesekali menganggukkan kepalanya.

"Ya gitu ..." Jaemin menggantungkan perkataannya, Jaemin tidak yakin apakah ia harus menceritakan mengenai Winter pada Jeno atau tidak.

Sementara itu, Jeno yang tahu Jaemin tengah kalut pun membuka mulutnya, "Sori kalo pertanyaan gua mungkin ngeganggu privasi lu, Jaem."

"Enggak kok, enggak sama sekali. Cuma apa ya ... gua juga bingung ceritanya dari mana. Sejujurnya gua juga enggak begitu kenal sama Winter."

"Oh iya?"

Jaemin mengangguk, "Winter tuh kayak apa ya, dia dateng tiba-tiba ke hidup gua, dan sekarang ...."

"Sekarang apa?"

Jaemin mengatupkan bibirnya, ia hampir kebablasan kalau sekarang dia memiliki keinginan untuk mengusir Winter dari apartemennya.

Sementara itu, Jeno yang sedari tadi memerhatikan Jaemin sama sekali tak berniat melepaskan Jaemin. Satu tangan Jeno meremas lutut Jaemin dengan lembut untuk menyadarkan Jaemin.

"Sekarang apa? Lu suka dia, Jaem?"

Jaemin meraih gelasnya dan menegak minumannya lagi.

"Mana mungkin, No. Dia aneh, aneh banget."

Jeno mengulas senyum lebar saat mendengar perkataan Jaemin, tetapi Jaemin tidak menyadari hal itu. Jeno sengaja tak menarik tangannya dari lutut Jaemin, sesekali ibu jarinya mengelus lutut Jaemin, membuat Jaemin menoleh.

"Lu kenapa deh, No?"

Jeno menarik tangannya dan menggeleng, "Gapapa."

Jeno berusaha mengalihkan perhatian Jaemin dengan mengangkat topik pembicaraan mengenai Winter kembali.

"Kalo dia aneh, kenapa lu enggak usir dia aja?"

Jaemin tidak segera menjawab pertanyaan Jeno, padahal dari beberapa hari lalu, dia terus memikirkan cara untuk menyingkirkan Winter dari hidupnya.

"Gua pengen sih, tapi gua kasian sama dia. Katanya dia baru aja diusir sama kakaknya."

Jeno mengangkat sebelah alisnya, "Kakak? Kalo gitu, kenapa lu enggak cari aja kakaknya dan balikin dia."

Iya juga, pikir Jaemin.

Tentu saja opsi itu pernah terlintas dalam benak Jaemin, tetapi setiap ia melihat Winter, pikiran rasionalnya sirna, semua hilang karena tingkah ajaib Winter.

"Jaem?"

"Iya, No. Lu bener, kayaknya gua harus bantu nyari kakaknya deh supaya bisa balikin dia."

Jeno menegak minumannya setelah mendengar jawaban Jaemin, sementara Jaemin terus memikirkan Winter.

Mungkin ini yang terbaik.

Tanpa sadar Jaemin melihat ke arah tangannya. Seminggu lalu ia menyentuh ekor Winter dan mereka terbuai dalam kenikmatan bersama.

Ekor, iblis, dan tentakel, benarkah mereka nyata?

"No ..."

Jeno melirikkan matanya saat namanya dipanggil.

"Lu percaya kalo iblis itu, ah maksud gua, succubus itu beneran ada?"

Mata Jeno menggelap saat mendengar pertanyaan Jaemin. "Succubus?"

"Iya, itu lho, iblis penggoda manusia. Hah, emang semua iblis penggoda manusia, tapi yang itu lain--aduh gua itu ngomong apa sih."

Jeno tertawa renyah saat melihat Jaemin kelabakan sendiri menjelaskan konsep succubus kepadanya.

"Bener, Jaem. Kayaknya lu mulai ngelantur deh. Emang yang namanya succubus itu beneran ada? Gua kirain cuma dongeng atau mitos belaka."

Jaemin tertawa kecil saat mendengar perkataan Jeno. Benar juga, mungkin semua itu hanyalah ilusi yang diciptakan otak kecil Jaemin karena terlalu lelah menghadapi Winter.

Jaemin meraih minumannya, membasahi kerongkongannya yang kering, dan menaruh gelasnya kembali, "Lu bener. Kayaknya enggak mungkin makhluk kayak succubus itu beneran ada."

Jeno mencengkram gelasnya saat melihat Jaemin kembali memesan minuman. Lalu beberapa detik kemudian, Jeno memasang senyum manis bak malaikat miliknya.

"Jaemin, gimana kalo Winter tinggal sama gua aja? Biar lu ga kepikiran. Apalagi lu mau bantu Winter nemuin kakaknya."

Jaemin yang tadi ingin menegak minumannya pun terhenti saat mendengar perkataan Jeno.

Jaemin menoleh ke arah Jeno dan temannya itu menatapnya dengan tatapan tulus.

Siapapun tahu Jeno memiliki hati yang lembut, dia gemar membantu orang sekitar, bahkan banyak yang menjulukinya malaikat karena itu. Ditambah Jeno juga memiliki tempat tinggal yang layak untuk Winter tinggali kalau Jeno benar-benar ingin mengulurkan tangannya membantu Jaemin dan Winter.

Dilihat dari sisi manapun, Jeno adalah orang yang layak untuk menggantikan Jaemin membantu Winter. Dengan menyerahkan Winter sementara kepada Jeno tentu akan meringankan beban Jaemin selagi Jaemin mencari keberadaan kakak Winter.

Dengan godaan yang sebegitu besarnya itu bisa saja Jaemin langsung setuju dengan penawaran Jeno, tetapi hati kecilnya berkata lain, ia tidak ingin melakukannya. Aneh memang, tetapi Jaemin ingin menyimpan Winter di sisinya sedikit lebih lama lagi, setidaknya sampai Kakak Winter ditemukan.

Maka dari itu, dengan berat hati, Jaemin menolak penawaran yang diberikan Jeno.

"Makasih tawarannya, No. Tapi, kayaknya Winter enggak terlalu suka sama orang baru. Gapapa dia tinggal sama gua aja."

Jeno tersenyum pahit saat mendengar penolakan Jaemin, "Ya mau bagaimana lagi, ya kan. Kalo ada apa-apa, lu bisa hubungin gua, Jaem."

DE(VI)LICIOUS SERIES [WHITORY VERS.] - TAMATWhere stories live. Discover now