Bab 22: Kunjungan Teman (4)

324 45 5
                                    

Winter terdiam saat mendengar perkataan Jeno barusan. Jaemin impoten, mana mungkin! Jelas-jelas Jaemin terus merespon sentuhan Winter. Jeno pasti berbohong padanya.

Kini mata Winter yang bergantian mengamati ekspresi Jeno, berusaha memindai ekspresi yang ditampakkan laki-laki itu. Namun semakin lama Winter memperhatikannya, semakin meyakinkan pula wajah Jeno. Winter sama sekali tak menemukan kebohongan atau keraguan pada air muka Jeno seakan Jeno yakin dengan perkataannya sendiri.

Winter menggeleng, ia tidak ingin kalah dari Jeno, ia kemudian melayangkan pertanyaan pada Jeno, "Kamu pasti bercanda, kan?"

Winter sengaja bertanya dengan nada suara yang begitu rendah. Tak ingin memancing Mark dan Chenle yang masih sibuk di ruang tengah.

Jeno bersedekap dada saat mendengar pertanyaan Winter. Bibirnya mencebik, sengaja menampakkan ekspresi kecewa yang dibuat-buat,  "Terserah lu mau percaya atau enggak. Bukannya lebih bagus buat lu kalo lu langsung tanya Jaemin dan membuktikan apa kata-kata gua tadi itu bener atau enggak."

Usai puas berbincang dengan Winter, Jeno lantas berdiri, dirinya ingin menyudahi percakapan di antara mereka berdua. Akan tetapi, suara Winter menghentikan niatannya.

"Kenapa?" tanya Winter saat Jeno berdiri. "Kenapa kamu sangat yakin tentang itu semua?"

Jeno menoleh, matanya menatap lamat Winter, memerhatikan seluruh ekspresi yang ditampakkan Winter. Winter terus saja bertanya. Jelas sekali Winter tidak percaya pada perkataannya, membuat Jeno akhirnya tersenyum kecil saat menemukan fakta itu.

Jeno kemudian mendekatkan wajahnya ke arah Winter, kembali berbisik di daun telinga Winter. "... karena Jaemin lebih percaya sama gua,"

Setelah berbisik, Jeno menjauhkan dirinya, "Sebagai informasi buat lu, Winter, Jaemin juga tahu gimana perasaan gua ke dia. Jadi enggak ada satupun yang dirahasiakan sama dia ke gua, begitu pula gua. Kita berdua sering berbagi rahasia satu sama lain, termasuk rahasia tentang keberadaan lu, Winter."

"..." Winter terdiam, dalam hati dia ingin tahu makna perasaan yang dimaksud Jeno kepada Jaemin. Akan tetapi, semakin Winter pikirkan semakin ia mengerti apa maksud dari perasaan itu. Tak peduli seberapa banyak hatinya menyangkal, pikirannya hanya bermuara pada satu jawaban.

Jeno menyukai Jaemin dalam arah yang romantis.

Puk,
Jeno menepuk bahu Winter sembari tersenyum penuh kemenangan.

"Semangat, Winter," ujar Jeno menyemangati Winter, sarat akan ejekan, kemudian berjalan kembali ke arah Mark dan Renjun.

Mark menyapa Jeno, "Abis ngobrol bareng Winter tadi?"

Jeno mengangguk, kemudian melirik ke belakang dan menemukan Winter masih terduduk di tempatnya. Mark pun mengikuti arah pandang Jeno dan mengangkat satu tangannya.

"Winter, sini!" ajak Mark setelah memastikan persiapannya sudah selesai.

Winter menoleh saat Mark memanggilnya, tetapi ia hanya menipiskan bibirnya membentuk senyuman, "Maaf, aku ingin kembali ke kamar. Kalian bersenang-senanglah di sini," pamit Winter, kemudian berjalan kembali masuk ke dalam kamar.

"Kenapa dia? Lu enggak apa-apain kan, No?" tanya Mark.

Jeno mengangkat kedua bahunya sebagai reaksi atas pertanyaan yang diajukan Mark kepadanya.

Tak berselang lama, 20 menit kemudian, gerombolan Jaemin, Haechan, dan Renjun sudah kembali ke apartemen.

Haechan dan Renjun sudah terlebih dahulu pergi membawa kantong belanjaan mereka ke depan televisi dengan antusias, tapi Jaemin yang masih melepas sepatunya hanya menatap apartemennya yang lenggang, tak menemukan keberadaan Winter.

Jaemin kemudian berjalan menghampiri teman-temannya, "Ada yang liat Winter?" tanya Jaemin.

"Tadi balik lagi ke kamarnya, Jaem."

Mendengar jawaban Mark, Jaemin kembali ke kamar dan menemukan Winter yang bersembunyi di bawah selimut dalam kegelapan yang menyelimuti kamar.

Jaemin sengaja tak menekan saklar lampu kamarnya dan berjalan menghampiri Winter yang saat ini sedang terbaring di atas ranjang, Jaemin ikut membaringkan tubuhnya di sisi kosong di sebelah Winter. Tangannya kemudian melingkar di perut Winter.

"Panas, Jaem," protes Winter sembari menyikut perut Jaemin, tetapi Jaemin sama sekali tak memedulikan keluhan Winter, justru semakin mengeratkan pelukannya.

Winter yang bersembunyi di balik selimut sudah seperti sebuah gundukan besar di ranjang yang tampak menggemaskan di mata Jaemin. Jaemin tak ingin melepaskan gundukan ini.

"Mau makan bareng-bareng di luar enggak?" tanya Jaemin lembut.

Winter menggeleng, membuat Jaemin sedikit bangkit dari posisi tidurnya. Ingin melihat wajah Winter, tetapi gadis itu menyembunyikan wajahnya dengan baik di balik selimut, hingga membuat Jaemin pada akhirnya hanya mengusap pucuk kepala Winter yang tertutupi selimut.

"Kenapa? Sakit ya bekas kemarin?" Jaemin tak ingin menyerah meski Winter masih mendiaminya seperti itu. "Atau karena tadi belum tuntas, hm?" pertanyaan Jaemin terakhir datang dengan nada menggoda, berusaha mencairkan suasana, tetapi Winter hanya terdiam.

"Winter?" Kali ini Jaemin kembali ke mode serius saat tak kunjung mendapatkan jawaban dari Winter. Ia kemudian mendudukkan tubuhnya di atas ranjang, menghadap Winter. "Lu enggak apa-apa, kan?"

Jaemin berusaha menarik selimut dari tubuh Winter, tetapi Winter menahannya dengan kuat.

"Winter?!" Seru Jaemin saat mendapati sikap Winter yang memberikan silent treatment padanya. Jadi begini rasanya. Biasanya Jaemin yang bersikap seperti ini.

"Sudah, Jaemin! Pergi ke temanmu! Aku ingin istirahat!" Seru Winter yang ingin membuat Jaemin menyerah.

Seketika Jaemin ingat keadaan di luar. Ada teman-temannya di luar, mana mungkin ia memperlihatkan keadaan pernikahannya yang seperti ini pada teman-temannya.

Jaemin kemudian turun dari ranjang, "Tapi, ingat! Kita bahas ini setelah teman-teman gua pulang, okay?"

Winter tak menjawab, membuat Jaemin memanggil namanya, "Okay, Winter?"

"Iya, iya," jawab Winter cepat, ingin menyudahi percakapan ini.

Mendengar jawaban Winter, Jaemin segera keluar dari kamarnya. Ia sangat yakin tingkah Winter ini tak seperti biasanya. Pasti ada sesuatu di balik semua ini.

"Gimana Winter, Jaem? Enggak apa-apa?" Tanya Mark saat menemukan Jaemin menutup pintu kamarnya.

Jaemin berusaha tersenyum saat mendengar pertanyaan Mark, "Enggak apa-apa, cuma enggak enak badan aja kayaknya."

"Makanya kalo main itu jangan kelamaan, apalagi keseringan. Lu mah enggak mikirin keadaan cewek, sih." Celetuk Renjun saat Jaemin sudah bergabung dengan mereka.

Jaemin tak menjawab, hanya diam saja.

"Gimana enggak sering? Lu belum tau aja gimana Winter, entar kalo lu ngobrol baru deh tau gimana dia," sambar Chenle tanpa menoleh ke arah Renjun, pemuda itu sedang sibuk dengan ayam goreng dan tontonannya.

"Iya deh si paling tau Winter, gua mah apa atuh," sindir Renjun sambil mengambil ayam goreng untuk kedua kalinya.

Dalam hati Jaemin mengamini perkataan Chenle. Mana mungkin alasan Winter berdiam diri di kamar karena permainan mereka berdua, secara Winter adalah succubus yang energinya didapatkan dari kegiatan dewasa.

Saat otaknya tengah berpikir, tanpa sengaja Jaemin mengangkat pandangannya dan menemukan Jeno sedang memperhatikannya dalam diam. Seketika tubuh Jaemin merinding kala mendapati tatapan Jeno yang begitu dalam seakan ingin menelanjangi dirinya.

Buru-buru Jaemin mengalihkan pandangannya. Menghindari tatapan Jeno.

Jaemin hanya tidak tahu bahwa akar permasalahan ini muncul berasal dari Jeno, orang yang dihindarinya mati-matian belakangan ini.

***
Update tiap Malam Minggu, apabila vote sudah mencapai 3 digit

DE(VI)LICIOUS SERIES [WHITORY VERS.] - TAMATDove le storie prendono vita. Scoprilo ora