Bab 25: Kutukan Teman

Start from the beginning
                                    

Sementara itu, Jake yang mengenal betul sifat Winter pun tak ingin membiarkan Winter lolos dari interogasinya.

"Jangan bilang sekarang kamu ingin membuat kontrak dengan pemburu iblis itu ...?"

Mendengar tudingan yang dilemparkan Jake kepadanya, Winter buru-buru menyanggah, "TIDAK!"

Jake pun menatap Winter dengan pandangan penuh selidik, membuat Winter sedikit gugup. Asal kalian tahu, Winter bukanlah seorang pembohong yang baik. Orang yang dekat dengannya akan langsung tahu ia berbohong atau tidak saat melihat matanya.

"T-tentu saja aku tidak berbohong, Jake. Aku tidak ingin membuat kontrak dengan pemburu iblis itu. Aku masih setia dengan Jaemin asal kamu tahu."

Mendengar hal itu, Jake tidak goyah, ia masih memandang Winter dengan tatapan penuh selidik, membuat Winter risih karenanya.

"Berhenti menatapku seperti itu. Aku serius dengan perkataanku," protes Winter, kemudian ia mendumel dengan suara lirih, "... memangnya aku itu seperti dirimu."

"Apa?" Jake memajukan kepalanya, meminta Winter mengulangi kalimat terakhirnya.

"Sudahlah, kamu tidak perlu tahu tentang masalah kami. Kamu tidak akan mengerti."

Jake mengangkat bahunya, "Aku tentu tidak akan mengerti kalau aku sendiri tidak tahu duduk permasalahannya."

Winter mendesis, mendengar balasan Jake. "Baiklah, baiklah. Aku benci dengan Jaemin saat ini. Kamu tahu, hari ini aku baru tahu bahwa dia impoten."

"Dia impoten?"

"Tentu saja tidak."

Jake mendesis, menahan sumpah serapah yang sudah berkumpul di ujung lidahnya saat mendengar jawaban Winter yang tampak membingungkan. "Itu bagus kalau dia tidak impoten. Jadi, apa masalahnya kalau begitu?"

"Teman laki-lakinya. Jeno."

"Kenapa dengan temannya?"

"Dia menyukai Jaemin."

Mendengar perkataan Winter, Jake sontak tertawa. "Jadi kamu punya saingan?"

"Berhenti tertawa!"

"Hahaha, baiklah, baiklah," Jake berusaha meredam tawanya, "Lalu, apa hubungannya Jeno-Jeno itu dengan masalah manusiamu yang impoten?"

"Jeno yang memberitahu tentang hal itu kepadaku." Winter membalas dengan bibir cemberut, matanya kemudian menatap ke arah Jake, "Jangan coba-coba tertawa."

"Baiklah, baiklah." Jake berusaha menahan tawanya yang siap menyembur, "Kamu sudah bertanya pada manusiamu?"

Winter mengangguk.

"Lalu, bagaimana reaksi manusiamu?"

"Jaemin tidak mengatakan apa-apa tentang masalah itu."

"Kalau begitu, coba temui manusiamu sekali lagi."

"Bagaimana kalau dia tetap diam?"

"Mungkin manusiamu menyukai Jeno-Jeno itu."

"HEI!" Winter tak terima dengan pendapat yang diberikan Jake.

"Baiklah, maafkan aku. Sekarang ayok kita pulang." Jake mengulurkan tangannya. "Aku akan mengantarmu kepada manusiamu."

Winter tampak berpikir sebentar sebelum akhirnya menerima uluran tangan Jake. Meski Jake sering bermain-main dengannya, sebenarnya Winter merasa beruntung karena Jake menemukannya saat ini dan membantunya.

"Baiklah. Terima kasih, Jake."

"Tidak masalah, Winter. Itu bukan apa-apa bagiku."

***

"Nah kita sampai," Jake menepikan mobilnya tepat di depan gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, bangunan itu adalah apartemen yang dihuni oleh Jaemin dan juga tempat yang diarahkan Winter kepada Jake sebagai destinasinya.

"Terima kasih, Jake." Sekali lagi Winter berterima kasih pada Jake.

"Jujur, kamu tidak harus selalu mengucapkan terima kasih kepadaku setiap aku membantumu, Winter. Hal-hal seperti ini bukanlah apa-apa bagiku, kita ini temanku, bukan?" ujar Jake santai, "Tetapi, kalau kamu masih merasa sungkan kepadaku, sebagai gantinya, bagaimana kalau kamu melakukan kontrak denganku?"

"Dalam mimpimu, Jake."

Jake tertawa kecil saat melihat reaksi Winter. Winter, temannya itu, selalu sama. Tak berubah sama sekali.

"Sekarang keluarlah."

Winter menatap Jake dari sudut matanya, "Kamu mengusirku?"

"Tentu saja tidak kalau kamu mau---"

"Baiklah, baiklah," potong Winter sebelum Jake menyelesaikan perkataannya. Sebab, Winter tahu apa yang ingin dikatakan laki-laki itu. Pasti ingin menawarkan kontrak dengannya lagi.

Dengan cepat Winter turun dari mobil, dirinya tak ingin berlama-lama bersama Jake.

Setelah Winter turun dari mobil, Jake lantas menurunkan kaca mobilnya, tersenyum ke arah Winter dan berujar, "Semangat, Winter."

Winter mengerutkan dahinya saat mendengar ucapan Jake. Semangat? Semangat untuk apa?

Belum sempat Winter menanyakan maksud perkataan Jake, Jake sudah lebih dulu menjalankan kendaraannya dan meninggalkan Winter seorang diri.

Sepeninggalan Jake, Winter dapat merasakan jantungnya berdegup kencang kala melihat bangunan di depannya. Bagaimana reaksi Jaemin ya saat melihat Winter kembali pulang ke apartemennya?

DE(VI)LICIOUS SERIES [WHITORY VERS.] - TAMATWhere stories live. Discover now