Bab 21

39 14 0
                                    

Entah ini mimpi atau bukan, rasanya masih tak percaya kalau semalam Kak Bagas menyatakan perasaannya pada ku. Padahal selama ini... ia tidak pernah menunjukkan gelagat bahwa dirinya menyukai ku, sungguh benar-benar diluar dugaan ku, padahal aku dan Kak Bagas hanya sebatas teman, tidak lebih, tidak kurang.

Yang lebih diluar dugaan ku adalah, Kak Bagas menuduh ku bahwa aku menyukai Angkara. Like, what? Tuduhan macam apa ini? Bicara dengannya saja tidak begitu intens, pernah mempunyai rasa benci padanya justru iya, apa yang harus ku sukai dari Angkara memangnya?

Aku menggelengkan kepala, merasa tak habis pikir, lalu menyeruput teh hangat yang mama buatkan untuk ku.

"Bengong aja dari tadi kamu, Rat," tegur mama, mama menepuk bahu ku.

"Eh." Aku tersadar.

"Kamu gak apa-apa?" tanya mama.

Aku dengan cepat menggelengkan kepala. "Ratu gak apa-apa, Ma."

"Muka kamu pucat, loh, bibir kamu juga," kata mama yang membuat ku terkejut.

"Loh, iya, kah, Ma?" Aku mengusap-usap pipi, menghampiri kaca besar yang terpasang disamping kulkas. Saat melihatnya, benar, wajah dan bibir ku pucat habis.

"Kamu kurang istirahat, ya, Rat? Apa masih kerjain skripsi?" tanya mama keheranan.

Aku menggeleng. "Enggak, kok, Ma. Ratu baik-baik aja."

"Pikiran kamu, tuh, kenapa, sih? Lagi lelah, ya?" Mama membelai punggung belakang ku. "Kamu juga kayaknya kurang minum, Rat. Banyakin mineral, ya?"

Aku mengangguk lesu. "Iya, Ma."

"Teh nya udah habis?" tanya mama.

Aku mengangguk cepat. "Udah, Ma." Aku melihat mama tersenyum, lalu sekali lagi membelai punggung belakang ku.

"Istirahat, ya, Rat. Mama gak mau kamu kenapa-kenapa, kamu satu-satunya." Lagi-lagi aku mengangguk lesu, ikut tersenyum, lalu memeluk mama.

"Iya, Ma..."

Drrrttt. Drrrttt. Drrrttt.

Tiba-tiba, dering nada ponsel ku bergetar dari dalam saku celana.

"Sebentar, Ma." Aku melepas pelukan dari mama, lalu melihat siapa yang menelepon ku.

Ah, ternyata Namika.

"Ma, Ratu ke kamar dulu, yaa," kata ku, mama hanya mengangguk.

༺❀༻

Namika mengusap wajahnya dengan gusar, ia menatap Angkara. "Terus gimana dong?" tanyanya.

"Mau gak mau," ucapnya sembari meminum segelas air putih.

"Hari ini banget?" tanya Namika memastikan.

Angkara menganggukkan kepalanya. "Iya, hari ini."

"Gak kecepatan emang?" tanyanya lagi memastikan.

Angkara menggelengkan kepalanya. "Enggak, Nam. Mau berapa lama lagi? Hampir 5 tahun dia begitu, saya gak mau biarin dia sedih terus."

"Rasanya... gue belum siap aja, Kar," ucap Namika, sambil mengusap-usap dagunya.

"Sama, saya juga."

"Gak siap kenapa lo?"

Angkara menatap Namika, lalu menggelengkan kepalanya. "Gapapa."

"Bener titipan pesan dari dia begitu, Kar? Lo gak salah denger sama baca suratnya, kan?" tanya Namika memastikan.

"Enggak, Nam."

Angkara Ratudala (TERBIT)Where stories live. Discover now