Bab 13

31 16 1
                                    

"Nakula Laksamana!"

Angkara memberhentikan langkahnya, ia menoleh ke arah belakang, lalu membalikkan tubuhnya. Kini, aku dan dia berhadapan, Angkara menatap ku dalam-dalam, seperti tatapan penuh arti, aku pun tak mau kalah, aku membalas tatapannya.

"Nakula! Lo Nakula kan?!" Orang-orang disekitar kini mulai memperhatikan ku dengan Angkara. Suasana mulai tegang dan memanas, napas ku membara menyebut nama itu.

Terlihat, Angkara yang tadi berjalan menjauhi ku, kini melangkah mendekatkan dirinya pada ku. Tatapannya masih sama, tidak melenceng ke arah mana pun, hanya pada diri ku.

Ku lihat, kedua lengannya mengeras, terlihat jelas urat-uratnya. Jari-jarinya mengepal menggenggam kertas lusuh tersebut.

"Bicara, Angkara! Bicara! Lo Nakula, kan?!" tanya ku sekali lagi dengan nada yang tinggi.

"LO JAHAT TAU GAK!"

"LO JAHAT UDAH NINGGALIN GUE SELAMA BERTAHUN-TAHUN!"

"LO JAHAT KARENA GAK PERNAH KASIH KABAR KE GUE!"

"KENAPA? KENAPA SIKAP LO BERUBAH, NAKULA? GUE... ARGHHH! LO JAHAT!"

"ASAL LO TAU, YA, BERHARI-HARI HIDUP GUE PENUH KONSPIRASI TENTANG KEHILANGAN LO! BERHARI-HARI HIDUP GUE PENUH PERTANYAAN CUMA KARENA LO!"

"LO UDAH BUAT GUE SENGSARA SELAMA BERTAHUN-TAHUN, NAKULA! LO UDAH BUAT GUE NGELAKUIN HAL-HAL APA YANG LO LARANG DULU!"

"LO..."

Aku merasa sudah tidak sanggup lagi dengan ini semua, air mata yang keluar dari kedua pelupuk mata mulai membanjiri wajah ku. Jantung ku berdetak lebih kencang, napas ku memburu, wajah ku memerah, bibir dan jari-jari ku bergetar hebat. Kepala ku mulai terasa sakit, benar-benar sakit, kali ini begitu hebat dari sebelumnya. Pandangan ku berbayang, sedikit hitam, bibir ku rasanya sudah tidak sanggup mengucapkan sepatah katapun.

"Nakula..." ucap ku memaksakan.

"Nakula..."

"Nakula Laksamana..."

Bruk!

"RATU!"

Kedua kelopak mata ku tertutup rapat, tubuh ku terjatuh ke aspal, tapi aku merasa ada seseorang yang menghampiri dan mengangkat tubuh ku. Telinga ku masih sanggup terdengar, katakanlah aku masih setengah sadar.

Tunggu, tapi... seperti ada beberapa orang yang memanggil nama ku tadi. Aku mengenal suara itu, itu adalah suara Angkara dan satu lagi... entah, entah siapa. Tapi sungguh, aku seperti mengenalnya.

Aku mendengar suara-suara bising disekitar ku.

"Bagas?"

Tunggu, jadi suara tadi adalah suara Kak Bagas?

"Angkara? Kok Ratu bisa pingsan?!" tanyanya dengan panik.

Angkara menggelengkan kepalanya. "G-gak tau..." Tangannya memasukkan kertas lusuh tersebut ke dalam saku celananya.

"Mumpung gue bawa mobil, bantu gue angkat Ratu, Kar! Gue harus bawa dia ke rumah."

༺❀༻

"Ratu kenapa? Kok bisa pingsan?"

"S-saya juga gak tau, mungkin karena dia terlalu emosional, Namika."

"Emosional? Emosional kenapa?"

"Dia hampir tau semuanya, Nam."

"Maksudnya? Tau soal apa?"

"Bukan urusan lo, Jeev. It's just me and Angkara."

Angkara Ratudala (TERBIT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora