Bab 09

29 15 0
                                    

Aku menutup laptop, meregangkan tubuh dan merentangkan kedua tangan. Akhirnya, revisi ku selesai! Aku menguap ngantuk, lalu mengusap-usap wajah ku yang sudah terlihat begitu melelahkan. Aku mengambil handphone yang tergeletak diatas meja cafe, sudah 3 jam aku tidak memegangnya sejak datang ke cafe ini dan mengerjakan revisi, saat ku buka room chat, banyak sekali telpon dan chat yang masuk.

Aku sedikit terkejut ketika melihat notif 5 panggilan dari mama, dan 2 panggilan dari Jeevika. Loh, tumben anak itu? Bukannya lagi bad mood, ya? Aku tertawa kecil. Akhirnya, aku membuka room chat ku dengan mama, saat ku baca ternyata mama menanyakan ku soal, "sudah makan atau belum?" dan perihal revisi ku yang sudah selesai atau masih butuh perbaikan. Aku hanya menjawab, "sudah." Setelahnya aku membuka chat dari Jeevika.

JEEVIKA

2 panggilan tak terjawab.

• Rat, lo dimana? Kalo lo dirumah, gue mau kesana (14.53)

• Perihal mood gue yang beberapa hari lalu buruk cuma karena lo nanya Angkara, gue minta maaf, ya? (14.54)

• Gue ada oleh-oleh buat lo sama mama lo, kemarin baru aja orang tua gue pulang dari luar negeri (14.54)

• Rat, sekali lagi, maaf, ya? Gue bener-bener gak bermaksud (14.55)

• Rat, lo dimana? Jawab (15.00)

• Eum, mungkin lo ikut kesel, yaa, sama gue. Sekali lagi gue minta maaf, yaa. Kalau lo gak jawab lo dimana, besok kita ketemu di perpustakaan kampus aja, yaa (15.02)

Aku menyunggingkan senyum, lalu tertawa kecil, menggeleng-gelengkan kepala. Aku merasa tak habis pikir dengan Jeevika, untung anak itu masih ada hati untuk sadar akan kesalahannya dan meminta maaf.

Bodo lah, aku jawab nanti saja, toh laporan baca sedang ku matikan. Jadi, Jeevika tidak tahu aku sudah membacanya atau belum. Soal kapan membalasnya, aku rasa kapan-kapan saja, hahaha. Tapi jujur! Tubuh ku terasa lemas dan sedikit tidak berdaya, kepala ku mulai terasa sakit dan pusing.

Baiklah, sepertinya aku harus pulang sekarang, lagipula kasihan mama sejak siang dirumah sendirian. Kini, aku mulai membereskan barang-barang ku yang berserakan diatas meja, lalu kembali memasukkannya ke dalam tas.

Saat hendak berdiri, kepala ku lagi-lagi terasa sakit, jantungku tidak berdetak dengan normal, pusing yang kini ku rasakan, benar-benar pusing. Bibir ku terasa kering, lidah ku terasa pahit, bola mata ku terasa begitu pegal. Pandangan ku perlahan mulai menghitam.

Tanpa ku sadari, sedari tadi orang-orang sedang menatap ku yang melangkah keluar dari cafe seperti orang linglung, dan tanpa ku sadari, seorang laki-laki dari belakang memperhatikan ku dengan sangat intens.

Sepertinya aku sudah tidak kuat lag...

"RATU!"

Bruk!

Pandangan ku kini benar-benar menghitam, aku merasa sudah tidak kuat lagi membuka kelopak mata ku, perlahan tubuh ku mulai melemas dan semakin melemas, kini aku hanya mendengar suara-suara bising dari sekitar.

"Astaghfirullah, Mas, Mas! Mbaknya pingsan!"

"Mana? Mana? Kasih air putih!"

"Siapa yang bisa bawa dia? Siapa yang bisa gotong dia?"

"Saya, Kak!"

"Kamu! Kara!"

"Saya bisa bawa dia ke rumah saya, Kak."

"Cepat, Kara!"

"Baik, Kak."

"Hati-hati, Kara!"

"Saya izin pamit duluan."

Angkara Ratudala (TERBIT)Where stories live. Discover now