Bab 25. Pengunduran Diri

178 66 10
                                    

-oOo-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-oOo-

"TANGANMU kenapa?"

Pertanyaan Mahindra pagi itu terdengar seperti kejutan listrik di perut Haura.

"Oh, ini. Kemarin kegores cutter waktu kerja kelompok," balas Haura, kemudian menarik-narik lengan jaketnya ke bawah, berusaha menutupi pergelangan tangan kirinya yang memar akibat ulah Jauza yang mencengkeramnya erat kemarin sore. Pokoknya Mahindra jangan sampai kepo untuk melihat lukanya lebih cermat dan bertanya lagi.

"Duh, makanya hati-hati, Ra. Udah gede masa pegang cutter aja enggak becus."

"Ish. Kalau enggak tahu ceritanya, diem aja."

"Serius cuma kegores?" langkah Mahindra berhenti ketika baru mencapai beberapa meter dari gerbang sekolah. Ekspresi cemasnya mendadak berlumur curiga. "Kegores doang masa sampai ungu gitu? Sini aku lihat!"

"Anu, ini kebentur meja juga...."

"Ya mana sini aku lihaaat!"

"A-aaw, sakit banget, Ndra!" Haura langsung mengubah ekspresi wajah seperti pura-pura kesakitan, yang sontak mendapat serbuan kernyitan dari kening Mahindra. Dengan rengekan yang dibuat-buat, gadis itu mengeluh, "Uh, kayaknya aku bakalan mati ... ini lukanya parah banget, sampai kayak luka tusuk. Aku mau bolos aja, boleh, yaa~" Dengan gaya manja, Haura menggelayut di bahu sang adik, lalu melangkah bersama seraya menempel-nempelkan badannya. Tindakan ini otomatis membuat Mahindra risi dan akhirnya mendorong-dorong pipi Haura seraya menjauh.

"Ra, ini di sekolah, buset! Males banget orang-orang tahu kita saudara!" kata Mahindra sambil memasang wajah merinding, sementara Haura tidak memedulikan beberapa pasang mata yang mulai menyaksikan mereka dengan tatapan penasaran. Gadis itu malah makin merekatkan diri pada Mahindra seraya menggerayangi lengannya.

"Ihh ... tadi khawatir sama aku?"

"Enggak jadi! Najis!" Sontak Mahindra menyentak pegangan Haura dengan kasar, kemudian berlari ke lorong yang berlawanan dengan kelas sang kakak.

Sementara Haura buru-buru menegapkan diri dan memasang wajahnya ke raut judes seperti sedia kala. Syukurlah pengusirannya berhasil. Kalau tidak begini, si adik yang bawel itu pasti akan mengejarnya dengan rentetan pertanyaan basa-basi tentang lukanya, padahal Haura tidak dalam kondisi mood untuk mengarang cerita. Tidak mood. Itu betul. Memangnya siapa yang pikirannya tidak terbebani dengan kejadian kemarin? Siluman itu―Jauza―datang ke rumahnya, dan hampir mencelakainya karena menurutnya Haura hendak membocorkan kepada semua orang tentang wujud asli Jauza. Seandainya Haura memiliki bukti foto, dia memang akan membocorkannya pada Mahindra, tetapi sayang sekali itu bukan tujuannya.

Sejak awal, Haura memang ingin menyelidiki siapa tim Sagara, lantaran dia curiga dengan asal-usul mereka yang tidak jelas. Namun, mau dipikir dengan cara apa pun, dia tetap tidak menyangka bahwa ketua sirkus aslinya merupakan ... siluman burung. Inilah yang membuatnya ragu untuk bercerita pada Mahindra. Bisa-bisa adiknya mengira dia delusional.

𝐀𝐍𝐆𝐄𝐋'𝐒 𝐂𝐈𝐑𝐂𝐔𝐒 (𝐀𝐊𝐀𝐍 𝐓𝐄𝐑𝐁𝐈𝐓) Where stories live. Discover now