Bab 7 - Undangan Spesial

362 80 19
                                    

-oOo- 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-oOo- 

"RA, dari sekian ribu kali kamu curhat ke aku, baru kali ini aku dengar kamu cerita soal cowok."

Lebay, begitu makian Haura pada Mahindra setelah dia bercerita alasan mengapa beberapa malam lalu dirinya pulang malam lagi. Sebetulnya Haura tak begitu minat menceritakan soal Jauza pada adiknya, karena ... apa pentingnya? Dia hanya membantu Jauza menyebarkan selebaran, bukannya menginap di rumah cowok itu.

Namun, ini Mahindra, saudara satu-satunya yang karena suatu alasan, telah saling menaut janji agar tidak merahasiakan apa pun satu sama lain. Haura tak pernah tega membiarkan Mahindra tak tahu apa-apa sekalipun dia menyebalkan setengah mati.

"Bukan itu inti dari masalah yang kubahas, Ndra," kata Haura dengan nada penuh tekanan. Mereka berdua sedang melintasi sidewalk menuju PCT, tempat pertunjukan Sirkus Sagara yang akan dimulai setengah jam berikutnya. "Sebelum aku memutuskan bantuin Jauza nyebar selebaran, aku juga lihat Pak Sandi. Orang itu datang dan meneror Jauza kayak burung gagak."

"Oke, Pak Sandi," Hindra mengangkat telunjuknya, kemudian menggosok dagunya sambil memasang tampang prihatin. "Wah, aku sudah enggak pernah dengar nama itu selama dua tahun ini, dan tiba-tiba kamu ingatin aku lagi."

"Dia balik lagi dan nyari mangsa baru," kata Haura.

"Sepertinya gitu."

"Mungkin ini ancaman buat kamu."

"Kok bisa?" Mahindra memandang Haura dengan kening berkerut.

"Karena kalau Pak Sandi mengincar Jauza, artinya sekarang dia akan sering muncul di sekitar sini. Dan kamu mungkin sedang diawasi juga."

Sepasang kakak-beradik itu berbelok ke tikungan dan menuju zebra cross. Gedung PCT yang melebar seperti stadion sudah terhampar tak jauh dari hadapan mereka. Sementara itu, Mahindra membalas kecemasan Haura dengan enteng, "Dia enggak akan pernah melirik aku, terutama setelah menemukan boneka baru yang pas untuk dimiliki. Justru saat ini, Jauzalah yang harus hati-hati."

Kalimat terakhir Mahindra teredam suara klakson mobil yang meraung kencang ketika seorang pesepeda menyalip mendadak di lampu hijau.

"Aduh, mulutnya kotor banget," Mahindra memandangi sopir mobil yang menurunkan kaca jendela dan melontarkan sumpah serapah pada si pesepeda.

Haura, sementara itu, mencubit sejumput pakaian Mahindra, "Gimana, Ndra? Tadi sebelumnya kamu ngomong ap―"

Namun, belum sempat menyelesaikan pertanyaannya, rambu lalu lintas berkedip merah. Mahindra langsung menggamit pergelangan tangan Haura dan menariknya pelan menyeberangi jalan raya. Tahu-tahu pembicaraan mereka selesai begitu saja, digantikan dengan bunyi derum kendaraan dari jalanan di seberang yang bolak-balik menggilas aspal seperti setrika. Mahindra menuntun Haura melewati area parkir luar PCT, kemudian masuk melalui pintu kaca yang berputar. Di sekeliling mereka ada segelintir pengunjung yang menuju lift ke lantai tiga.

𝐀𝐍𝐆𝐄𝐋'𝐒 𝐂𝐈𝐑𝐂𝐔𝐒 (𝐀𝐊𝐀𝐍 𝐓𝐄𝐑𝐁𝐈𝐓) Where stories live. Discover now