Bab 24. Tragedi Sumpah

185 68 2
                                    

-oOo-

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

-oOo-

Bab 24 
Tragedi Sumpah

INI bukan bagian dari rencana.

Begitulah yang Haura pikir ketika membuka pintu rumah dan menemukan Jauza berdiri tegap di ambangnya. Presensi pemuda ini ibarat kabut tebal yang menyihir suasana menjadi sesunyi mimpi. Haura membeku di posisi berdiri, dengan wajah mendongak, dan bibir terbuka seperti ikan kekurangan oksigen.

Beberapa detik kemudian, kesunyian di antara mereka pecah, lantaran Jauza berceletuk khawatir kepadanya, "Haura, gimana keadaan kamu?"

"A-apa?" Haura berkedip salah tingkah. Bibirnya mendadak saja kering. Dia membasahinya dengan panik. "Kamu kok ke sini, Za?"

"Aku khawatir karena udah tiga hari kamu belum sembuh." Jauza memiringkan kepala seraya menatap Haura dari puncak kepala ke ujung kaki, lalu senyum lemah yang menyiratkan kelegaan timbul. "Tapi sepertinya sekarang kamu udah sehat, ya?"

"Uh, iya. Udah sehat ...."

Haura menggigit bibirnya dengan gelisah. Benaknya tiba-tiba saja diguyur dengan tiga lapisan emosi; malu, penyesalan, dan rasa bersalah. Bagaimana bila Jauza diam-diam mengetahui bahwa selama ini dirinya hanya beralasan sakit saja? Dan, yang lebih menakutkan lagi, bagaimana kalau Jauza membujuknya untuk segera kembali bekerja? Haura belum siap menerima kenyataan bahwa selama ini yang menjadi bosnya adalah siluman bersayap, dan kebingungan bagaimana memasang ekspresi normal agar dirinya tidak kelihatan seperti sedang memelihara kecurigaan baru tentang tim sirkus Sagara.

"Haura, siapa di depan?"

Oh, sial. Dia belum sempat memperhitungkan efek kedatangan Jauza terhadap kondusivitas kelompok belajarnya. Gadis itu berputar menghadap Kinanti, yang maju menghampiri mereka berdua dengan sorot dipenuhi penasaran. Ekspresi ingin tahunya mendadak luntur, digantikan dengan raut terpana seolah baru saja melihat mahakarya lukisan. "Loh, dia kan ... orang yang waktu itu ...."

Tidak sabar mendapat jawaban, Kinanti langsung menghadap Haura seraya memasang tampang jelasin-atau-aku-kepoin-seumur-hidup.

"Za, kenalin. Dia temanku, Kinanti," kata Haura, lalu memberi gestur kepada Jauza agar berkenalan dengan Kinanti. Pemuda itu secara alami memperkenalkan diri. Jabat tangannya langsung disambut erat oleh Kinanti.

"Hi, what's your name?" tanya Kinanti.

"Panggil aja Jauza," katanya sambil senyum singkat.

"Whoa, bisa bahasa Indonesia ternyata." Kinanti membelalak atas fakta itu. "Lancar banget loh. Sudah berapa lama tinggal di sini? Kamu temenan sama Haura sejak kapan? Eh, Ra, kok enggak pernah cerita ke aku sih kalau punya temen bule?" Reaksi antusias Kinanti rupanya tak membuat Jauza risi. Sebaliknya, pemuda itu membalas semua pertanyaan Kinanti dengan sabar.

𝐀𝐍𝐆𝐄𝐋'𝐒 𝐂𝐈𝐑𝐂𝐔𝐒 (𝐀𝐊𝐀𝐍 𝐓𝐄𝐑𝐁𝐈𝐓) Onde histórias criam vida. Descubra agora