49. Zaki bukan Zayang

175 9 70
                                    

Selamat membacaa semuanya!

Siapkan hati untuk membaca part ini.

Klik dahulu simbol bintang (vote) sebelum kamu keasikan membaca. Jangan sampai lupa :D

***

Sampai larut malam Zaki mengelilingi area rumah Zeva, area sekolah. Menanyakan ke rumah Audrey, ke rumah Irene. Tapi Zaki belum juga menemukan Zeva.

Zaki mengerang frustasi, tiba-tiba dia termenung teringat perkataan Zeva siang tadi.

"Ternyata lo emang gak tau apapun tentang gue."

Zaki tertegun, merasa hatinya mencelos saat kalimat itu terngiang ditelinga nya.

"Tolol..." gumam Zaki memaki dirinya sendiri.

Bahkan perkataan Zeva benar, Zaki memang benar-benar tidak tau apapun tentang Zeva. Gadis itu selalu berusaha mengertinya, mengetahui apa yang Zaki suka dan Zaki tidak suka, mengetahui kebiasaan Zaki, bahkan selalu memperhatikan hal kecil tentang Zaki.

Tapi Zaki? Zaki bahkan tak melakukan hal yang sama, Zaki belum memberikan feedback yang baik untuk Zeva. Zaki bahkan terlalu sering minta dimengerti.

Zaki menghela napas kasar, berusaha menenangkan rasa gelisah di hatinya.

Tidak peduli dengan awan yang sudah menghitam, jam yang menunjukkan pukul dua belas malam, Zaki tidak peduli.

Pesannya pun masih belum dibalas, bahkan ponsel Zeva tidak aktif. Zaki tentu saja khawatir.

Zaki turun dari motornya, berjalan menuju warung kecil yang ada di pinggir jalan, untuk sekedar membeli rokok yang tak sempat dia bawa tadi.

"Bu, beli rokok satu bungkus."

Atensi Zaki teralihkan saat melihat permen karet yang tergantung dibagian depan. Tiba-tiba saja Zaki mengingat moment bersama Zeva.

"Ngunyah permen karet itu banyak tau manfaatnya. Menurut gue sih," Zeva terus berceloteh mengajak Zaki mengobrol.

"Kalau gue lagi sedih, emosi, kesal, kecewa bahkan senang, pasti gue kunyah permen karet. Rasanya ada ketenangan sendiri."

Zeva meniup permen karetnya membentuk balon yang langsung meletus dengan cepat. "Ditambah kalau gue berhasil bikin balon kayak barusan. Semua beban gue seakan hilang gitu aja."

"Ini rokoknya, Mas."

Zaki tersadar dari lamunan-nya, dia menggeleng. "Rokoknya gak jadi, Bu. Saya beli permen ini aja."

Setelah membayar permen karet itu, Zaki kembali ke motornya. Dia menatap bungkus permen karet itu.

Dia membuka bungkusnya, lalu mengunyah satu permen karet. Memejamkan mata, berusaha menenangkan dirinya.

"Permen karet, memanah dan balap liar."

"Tiga hal yang melekat dengan diri gue dan tiga hal yang selalu bisa menenangkan dan melegakan perasaan gue."

Zaki refleks membuka pejaman matanya. Memakai helm nya dan mengendarai motornya dengan sangat ngebut. Dia tahu harus kemana.

Dengan terburu-buru Zaki turun dari motornya saat tiba di tempat memanah, yang pernah mereka kunjungi.

Z' struggleWhere stories live. Discover now