Part 39 | SM

387 16 16
                                    


Setelah sekian hari demi hari, bulan berlalu bulan, tidak ada pergerakan, dan keadaan masih saja sama ... Abu-abu.

Apakah hari ini akan mengubah hari-hari sebelumnya?

Gerakan kecil terlihat sangat pelan, pejaman mata yang sudah sekian lama tidak terbuka... Kini mengeluarkan air mata yang begitu mengalir dengan deras.

"Wahai Abbas Musa... " Suara nan begitu terdengar berat, begitu menguasai gendang telinga lelaki itu.

"Kamu mengetahui apa yang hak dan bathil... " Abbas mulai memejamkan kelopaknya dalam-dalam. Suara itu, sangat menakutkan di telinganya.

"Kamu mengetahui semua yang memabukkan, adalah hal yang haram wahai Abbas Musa... "

Tenggorokannya seketika tercekat, tubuhnya seakan membeku.

"Tapi kenapa seakan-akan kamu mempermainkan Tuhanmu sendiri karena selalu merasa di maafkan?" sebuah pertanyaan pelan, yang terdengar bak bentakkan keras menindih hatinya.

Tubuhnya terasa berat, hatinya terasa kosong, air matanya terus mengalir deras. Jiwanya hanya mampu menyamarkan ucapan 'astaghfirullahalazim' berulang kali.

"Mintalah pertolongan-Nya, dan bertaubat adalah jalan satu-satunya untukmu mati dalam keadaan baik." Suara itu menghilang dengan perlahan.

Mata Abbas langsung terbuka dengan begitu lebar. Pemandangan putih yang menguasai matanya, keringatnya bercucuran deras, wajah yang kusut seperti orang menangis semalaman.

Entah apa itu, tapi alam bawah sadarnya tersebut sangat membuat tubuhnya bergetar begitu hebat. Rasa gugup yang membuat jantungnya seakan tidak bisa berdetak, ia merasakan itu dengan shock karena tidak pernah merasakan sedemikian.

Dokter langsung datang membuat Abbas mengikuti arah telinga dengan pandangannya.

Dokter tersebut hanya memandang Abbas, ia tak mampu berkata apapun. Abbas sembuh dari koma lebih singkat untuk waktu yang telah di perkirakan.

Dokter tersenyum, "Doa-doa orang terdekat kamu, begitu cepat terkabul."

"Jangan kabarkan kalo saya sudah sadar," ucap Abbas cepat dengan nada yang masih sangat-sangat lemah.

Ia sangat berusaha untuk bersuara, karena jika ia masih tetap seperti tadi, ia tidak mau menerima pertanyaan lagi.

"Tapi?-

"Saya butuh waktu untuk sendiri, dokter." Potongnya.

Dokter menghela napasnya, "Malam ini saja ya waktunya, besok pagi keluarga kamu sudah harus tahu. Dan juga, kamu harus tetap dalam perawatan ketat. "

Abbas hanya mengangguk begitu pelan, dan tersenyum begitu samar

"Bahkan ketika baru sadar dari koma, kamu langsung mampu berbicara, Abbas. MasyaAllah."

***

"Terimakasih ya, bu. Ini kuncinya. Oh iya, saya bantu masuk ke dalam ya. Ini sudah malam, lagian barang-barang ibu banyak." Ujar gadis itu, lalu mengangkat koper-koper Renatha yang ada dua buah.

"Tapi-

"Enggak apa Bu Renatha, ibu buka pintunya ya." Ujar gadis dengan rambut yang terikat rapi, ia begitu manis.

"Terimakasih ya." Ucap Renatha, lalu di balas senyuman oleh gadis itu.

Setelah memasukkan koper berserta perlengkapan lainnya ke dalam rumah kecil itu, gadis itu pamit untuk pulang.

"Kamu enggak papa pulang sendirian?"

"Enggak papa bu, lagian komplek di sini aman-aman aja kok. Saya udah sering juga, ibu juga istirahat ya." Gadis itu menunduk sopan, lalu berbalik pergi.

Renatha menatap punggung perempuan baik itu dengan senyuman, lalu ia kembali masuk ke rumah barunya.

Setelah beberapa lama berberes-beres, Renatha mengambil obatnya, dan melepas syal yang menghangatkan lehernya sedari tadi.

Ia meminum obat itu, dan melegakan napas. Sebentar, kenapa kali ini begitu lega?

Senyuman terukir di bibirnya, entahlah, hanya bisa di hitung jadi senyum yang tercipta di bibir manis wanita paruh baya itu.

Sedari dulu, hanya kepahitan yang selalu melanda hidupnya. Mungkin, karena dia sudah berbuat begitu jahat terhadap anaknya sendiri. Jadi, Renatha sangat menerimanya.

Tok tok tok

Bunyi ketukan pintu membuat Renatha menoleh ke arah pintu, ia pun berjalan membuka, siapa tahu gadis yang tadi membantunya itu kembali.

"Ada ap-

Renatha terdiam, memandang seseorang di depannya dengan tidak menyangka. Renatha menutup mulutnya, air matanya mengalir begitu saja.

"De-Deejah?"

Ya, bunda Khadeejah. Bundanya Hajar. Beliau segera memeluk Renatha dengan penuh hangat, Renatha tidak menyangka dan merasakan ini hanyalah sebuah mimpi.

Ia bertemu temannya, temannya yang sangat menyayangi Abbas?

Renatha tidak kuasa membalas pelukan itu, ia hanya menangis dan menangis, rasa sesak di dadanya membuat tangisnya menjadi batuk yang berkepanjangan.

Bunda Khadeejah, segera membawa Renatha masuk dan membantunya berjalan.

Tidak lama, dan ketika suasana sudah cukup kondusif. Bunda membuka suara.

"Kamu darimana tahu aku disini?" tanya Renatha, sambil mengusap air matanya.

"Tadi aku ke supermarket sekitar sini, dan aku lihat kamu lagi angkat koper. Aku kaget, dan mau memastikan. Ternyata benar ini kamu, Ren!" bahagia Bunda, senyum teduh beliau adalah yang selalu menenangkan.

Renatha merasa senang, sekaligus bersalah. Tapi disisi lain ia merasa bersyukur, orang sebaik Deejah adalah orang yang ia temui.

Bunda, paham bahwa sahabatnya ini sedang tidak dalam keadaan yang begitu baik. Membantu duduk, dan mengambilkan minum dari kresek yang beliau beli tadi.

Renatha menerima dan meminum itu.

"MasyaAllah, aku masih enggak nyangka ketemu kamu, Ren." Ujar beliau lagi, "Langsung di rumahmu pula."

"Aku juga enggak nyangka, aku bersyukur." Sahut Renatha, "Abbas adalah tujuanku, makanya kesini."

Saat itu juga, raut bahagia yang tadinya sangat menghiasi langsung berubah begitu muram.

Renatha menyadari, dan mendekatkan tubuhnya. Memegang pundak Bunda pelan.

"Deejah?" panggil beliau, dengan rasa yang mulai tidak karuan.

Bunda tiba-tiba meneteskan airmata, dan langsung mengelap itu dengan kerudung lebar beliau.

"Deejah!" emosi, sikap agresif Renatha kembali. Langsung membentak. Tapi Bunda tidak terkejut, beliau mengatur napas untuk mengucapkan semuanya.

"Abbas sudah koma dari bulan lalu, Ren." Jawab beliau, dengan suara yang sudah berubah.

•••

Habis ini, bakal rajin UP sampai ending kok :)
Support terus yaa

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 03, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Syahdu Mahabba Where stories live. Discover now