Part 36 || SM

186 11 1
                                    

Fernan, Khalid, dan Aldo sedang berada di lokal kelas mereka, walaupun mata kuliah sudah selesai mereka masih berdiam diri.

Seperti hari-hari sebelumnya, Fernan tetap diam dan sesekali mengelamun. Lelaki itu terlihat sangat larut dengan kesedihannya.

Aldo sedang bermain game, dan kadang ia melakukan tingkah aneh. Sepertinya ia tidak mau berlarut dengan kesedihan seperti Fernan.

"Habis ini kita sedekah gimana?" tanya Khalid, memecah keheningan dari mereka bertiga.

"Sedekah?" tanya Aldo, "Buat apa?"

"Buat ... agar Abbas cepat sadar." Jawab Khalid.

"Apa hubungannya?" Fernan menyahut.

Khalid memajukan kursinya lalu menjawab, "Rencana gue tuh gini, kita sedekah sama orang yang kurang mampu. Kayak orang tua yang lagi kerja, yang di jalanan, atau anak-anak yang suka ngamen dan panti asuhan. Jadi kita kasih mereka sedikit rezeki, dan minta doa ke mereka untuk kesembuhan Abbas." Ujarnya.

"Ide bagus banget tuh!" semangat Aldo, ia pun menoleh ke Fernan, "Mau ikut, Fer?"

Fernan tersenyum, lalu mengangguk semangat, "Gass lah!" ujarnya, lalu mengambil kunci mobil dan berlari keluar.

"Tunggu, woy!" teriak Aldo lalu menyusul temannya itu.

Khalid tersenyum menampilkan deretan giginya. Ia merasa sangat senang, ketika dua temannya itu menuruti kata hatinya.

Ia teringat ini, karena dulu ia pernah melalukan itu dengan Ibunya dulu. Ketika Ayahnya sedang sakit, Ibunya mendatangi beberapa panti asuhan dan bersedekah untuk kesembuhan Ayahnya dan pastinya niat karena Allah. Dan ternyata benar, Ayahnya di beri kesembuhan.

Bahkan Khalid sangat ingat nasihat Ibunya, "Kalau kita cuma menunggu dan mengharap Ayah sembuh tanpa melalukan apapun, sama saja kita malah memberati Ayah dengan kesedihan. Jadi kita harus lakukan sesuatu. Allah yang beri Ayah sehat, Allah juga yang beri Allah sakit. Jadi karena yang beri sembuh itu Allah, kita harus cari ridho-Nya."

Mengingat itu, ia teringat almarhumah ibunya sejak 14 tahun yang lalu. Ibunya begitu mengajarkannya tentang agama, tetapi setelah sepeninggal sang ibu. Khalid tidak di ajarkan oleh siapapun lagi.

Ayahnya hanya berfokus pada bidang militer, karena beliau ada seorang abri. Khalid akui, pengetahuan ayahnya tentang agama sangatlah minim. Berbeda dengan ibunya.

Tetapi, bagaimanapun juga. Ayahnya adalah orang yang selama ini menghidupi Khalid dengan tulus.

Dan Khalid akan menerapkan itu sekarang, semoga Allah mengabulkan niat baiknya.

***

Mereka sedang berpencar, Khalid di toko mainan untuk memberi anak-anak nantinya. Aldo yang di toko sembangko, untuk membeli beberapa sembangko karena mengingat sekarang sangat lah serba mahal.

Dan Fernan sedang berada di bank, untuk mengambil uang beberapa juta untuk memberi orang-orang yang akan ia sedekahkan nanti.

Tidak lama, mereka pun sama-sama sampai di depan apartemen Fernan. Dan mereka rencananya akan memakai satu mobil saja, yaitu mobil Khalid.

Mereka mulai memasukkan barang-barang ke dalam roof box mobil tersebut satu persatu. Dan setelah itu, mereka masuk ke dalam.

"Bismillah, semoga niat kita di lancarkan ya." Ucap Khalid.

"Aamiinn." Sahut Fernan dan Aldo bersamaan. Khalid menancap gas, dan mereka pun berangkat.

Orang demi orang, mereka singgahi. Mereka memberi hadiah, kasih, dan seperempat dari orang-orang itu butuhkan. Tidak seberapa, tetapi usaha dan niat mereka hanya untuk Yang Kuasa. Itulah, itulah yang di cari, yang di incar, dan yang di harapkan. Kesembuhan teman mereka itulah, yang mereka inginkan.

Abbas, entah mereka beruntung memiliki teman sepertimu. Atau kamu yang beruntung memiliki teman seperti mereka.

***

"Katanya besok Hajar akad ya?" tanya Khalid pada Fernan yang sedang mengerjakan tugas kuliah. Mereka berdua sedang berada di sebuah Cafe sekarang untuk mengerjakan tugas kelompok yang di minta oleh Dosen. Jangan tanyakan Aldo ke mana, cowok itu sedang pulang mengambil baju-bajunya karena ia akan menginap di apartemen Fernan selama beberapa hari kedepan untuk menemani temannya itu.

"Iya," jawab Fernan, "Lo bisa datang?"

"Bisa kok, kalo enggak bisa juga pasti gue usahain buat datang. Sungkan sama Umma, kalo enggak." Jawab Khalid.

"Apa ya yang Abbas rasain pas bangun dari koma, ketika tahu Hajar udah nikah..." gumam Fernan, tetapi di dengar oleh Khalid.

"Menurut lo Abbas suka sama Hajar enggak, Fer?"

Fernan terdiam sesaat, "Gue enggak tahu Abbas suka apa enggak, cuma yang gue tau banget selama ini Abbas sayang sama Hajar."

"Iya sih, gue juga ngerasa gitu."

Undangan akad Hajar bersama calon suaminya, Fathur. Memang sudah tersebar luas di kampus maupun keluarga besar. Tidak sedikit yang menganggap Hajar meninggalkan Abbas menikah, mentang-mentang Abbas lagi koma. Statement-statement negatif itu memang sudah ada sejak undangan itu menyebar kemarin pagi. 

Wajar lah, namanya juga manusia. Enggak tahu apa-apa, tahunya cuma asal ngomong aja.

Hajar juga sudah tahu omongan orang-orang terhadapnya, tetapi ia sudah sangat memperjelas bahwa ia tidak mempunyai hubungan apa-apa selain terikat keluarga dengan Abbas. Entah keluarga apa? Ya, mereka juga tidak tahu.

"Moga aja hal kayak gini cepat berlalu, kasihan juga Hajar. Dia banyak kena fitnah sama cewek-cewek fans nya Abbas dulu." Ucap Fernan.

"Iya, moga aja. Aamiin."

"Hah!" desahan yang terdengar nyaring dan lelah itu berhasil membuat Fernan dan Khalid menoleh ke arah suara.

Melihat Aldo yang sudah meletakkan dua koper besar di depan, mata mereka membelalak.

"Lo mau kemana?" tanya Khalid bingung.

"Mau nginep di rumah Fernan." Jawab Aldo lalu duduk di lantai cafe itu tanpa rasa malu.

"Gue cuma minta lo nginep beberapa hari, bukan beberapa bulan!"

Syahdu Mahabba Where stories live. Discover now