Part 29 || SM

215 25 20
                                    

Hana berdiri di depan kos-kosannya. Hari sudah hampir senja, namun Abbas tak sama sekali mengangkat telfonnya.

Hana mondar-mandir, apa yang harus ia lalukan sekarang?

Kenapa perasaan tidak enak menyelimuti hatinya?

"Abbas ..." Lirih Hana, dan terus mencoba menelfon Abbas lagi. Si lelaki baik, dan yang paling baik.

•••

Sebuah rumah megah dengan warna emas, mendominasi tiap sudut ruangan.

Megah, namun kosong. Rumah itu di penuhi debu, sampai laba-laba bersarang di salah satu benda hiasan di ruang tamu.

"Uhuk, uhuk, uhuk." Itulah suara batuk dari seorang wanita paruh baya yang selalu membuat bunyi di dalam rumah itu.

Wanita yang tinggal sendiri, dan sakit-sakitan.
Jangankan merawat rumah, merawat dirinya sendiri pun tidak sanggup.

Wanita tua yang rambutnya sudah di penuhi uban itu, terus batuk, menahan rasa sakit di tubuhnya.

Dia, Renatha.
Ibu kandung Abbas, yang tak pernah menemui putranya.

Renatha segera meminum obatnya, karena rasa sakit yang tak bisa ia tahan lagi.

Setelah meminum obat, matanya tertuju pada sebuah bingkai foto. Di mana ada seorang lelaki tampan, tersenyum tipis dengan medali yang mengalungi lehernya dan piala yang ada di pegangannya.

Siapa lagi, kalau bukan foto putranya itu, Abbas.

Foto itulah, yang membuatnya bertahan sampai sekarang. Menahan sakit yang sudah mendarah daging selama tiga bulan.

Renatha tersenyum melihat foto putranya itu. Itu adalah foto yang di kirim oleh Khadeejah, temannya. Yang mana, foto itu sudah di ambil dua tahun yang lalu, ketika Abbas lulus SMA dan mendapat nilai terbaik di sekolah.

Renatha sangat merindukan putranya ini. Ia tak dapat menghubungi Khadeejah lagi, karena ponselnya sudah rusak, dan ia tak punya tenaga untuk membeli ke toko.

Ia tahu, bahwa putranya ini sudah memasuki Islam. Dan kabar yang ia tahu, bahwa putranya ini sangat mengetahui sejarah tentang Islam. Putranya sering ke-mesjid, dan tak pernah meninggalkan sholat fardhu dan sunnah. Dan sering mengikuti lomba debat seputar Islam.

Sebenarnya, Renatha tersentuh ketika tahu bahwa agama yang di berikan Salma kepada Abbas, benar-benar agama yang begitu istimewa. Renatha pernah berniat ingin memasuki Islam juga, tapi ia tak tahu bagaimana caranya.

Karena, tubuhnya yang amat sakit, tidak memungkinkan dirinya untuk berjalan.

Renatha pun mulai mengambil bingkai foto itu. Namun ketika ingin mengambil ...

PRANG

Bingkai foto itu jatuh dan pecah, membuat Renatha terkejut sekaligus sedih. Ia pun segera mengambil bingkai foto itu.

"Argh..." Lirih Renatha ketika pecahan kaca tersebut melukai jemarinya. Darah dari jemari Renatha menetes ke foto, tepat di wajah Abbas.

Renatha pun mengambil foto di balik bingkai pecah itu.

Ia segera mengusap darah yang menetes di foto itu.

Renatha pun segera memeluk foto putranya itu.

"Semoga kamu baik-baik saja, Nak..." Lirih Renatha.

Air mata keluar dari pelupuk matanya, ia sangat merindukan putra satu-satunya.

Yang mana dulu ...
Sering ia pukuli, marahi, dan sakiti.

Syahdu Mahabba Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora