𝟙

24K 1.2K 229
                                    

˗ˏˋ ᴀɴ ᴏᴄᴄᴀsɪᴏɴᴀʟʟʏ ᴛʀᴜᴇ ʀᴇᴛᴇʟʟɪɴɢ ᴍʏᴛʜ ᴏʀ ғᴏʀ sᴏᴍᴇ ᴘᴇʀʜᴀᴘs ᴀ ʟᴇɢᴇɴᴅˎˊ˗

˗ˏˋ ᴀɴ ᴏᴄᴄᴀsɪᴏɴᴀʟʟʏ ᴛʀᴜᴇ ʀᴇᴛᴇʟʟɪɴɢ ᴍʏᴛʜ ᴏʀ ғᴏʀ sᴏᴍᴇ ᴘᴇʀʜᴀᴘs ᴀ ʟᴇɢᴇɴᴅˎˊ˗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A Greek Freak


𝕊ebut satu kebodohan paling fatal yang bisa membuat mata membeliak. Ayo sebutkan. Apapun. Kunci kamar tergantung di pintu. Kompor dengan panci di atasnya masih dibiarkan menyala. Ponsel yang terlentang di kasur lupa untuk dimasukkan tas. Untuk Brie tak ada satupun kejadian bodoh yang pernah dilakukannya mengalahkan apa yang terjadi pagi ini. Dengan sisa-sisa kesadaran yang dipaksa terkumpul, ia menerabas hamburan mahasiswa lain yang baru saja keluar dari ruang kelas. Langkah percaya diri—dipaksakan—ia ambil untuk masuk ke kelas Mr. Harlow yang sudah bubar.

Pria dengan rambut yang ditata rapi menggunakan gel berminyak yang sangat mengilap ketika terkena sinar lampu masih berdiri di balik mejanya. Merapikan kertas dan buku yang ada di sana untuk dimasukkan ke dalam tas tentengan.

"Selamat pagi, Mr. Harlow," sapa Brie ramah.

Pria yang mengajar mata kuliah tentang Seni Yunani dan Roma Modern itu membalas tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun. "Selamat siang juga, Miss Callaghan."

Melihat sang profesor masih bergulat dengan kegiatannya, Brie menunda sebentar untuk menyampaikan tujuannya. Membuat perempuan itu menjadi berdiri kikuk seraya mengeratkan pegangan pada makalah salah satu subtopik dari seni Roma modern di genggaman.

"Jadi... ada yang bisa dibantu Miss Callaghan?" tanya Mr. Harlow tepat setelah memasukkan tumpukan makalah ke dalam tas. Menyisakan hanya ada dua buku dan sebuah tablet yang tergelepar di meja.

"Ya... sebenarnya ada, Mr. Harlow," jawab Brie.

"Ah... aku tak melihatmu bergabung kelasku pagi ini, benar?" selidik Mr. Harlow.

"Benar, Mr. Harlow. Aku memang tidak mengikuti kelas pagi ini, karena... ada urusan personal mendesak," tutur Brie. 

Bangun kesiangan dengan pengar hebat sampai seolah dia dapat merasakan rotasi bumi, terhitung ke dalam urusan personal, bukan? Ya, bagi Brie itu dapat dikatakan alasan personal. Namun, setelah ia melihat mata biru es Mr. Harlow melandai sedikit, Brie tahu lelaki berumur hampir setengah abad itu tak bodoh. Kalau bodoh mana mungkin dia akan menjadi salah satu profesor kebanggaan di universitas ini.

"Aku ingin minta maaf sebelumnya..." jeda sebentar, Brie kemudian menyodorkan makalah ke depan Mr. Harlow, "di sini aku ingin mengumpulkan tugas makalah dari kelas minggu lalu."

"Oh, baiklah..." pria itu membolak-balik halaman yang ada di sana. "Dan di mana essay-mu?"

Sial. Percobaan peruntungan Brie gagal. Batin kecilnya berharap sangat besar untuk lolos mengumpulkan tugas makalah yang terlambat dua jam itu tanpa essay tambahan.

The Bride Who Never WasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang