KATASTROFA (CHAPTER 50)

32 9 22
                                    

Aku melempar mainan bebek ke dalam kolam dengan  penuh kekesalan. Menarik napas lalu menceburkan diri dan mengayuh tangan serta kakiku dengan tempo dibuat secepat mungkin. Mataku terbuka lebar mengikuti kemana benda itu bergerak. Aku mempercepat luncuran tubuhku sebelum dia menggapai dasar kolam.

Hap.

Uluran tanganku berhasil menangkapnya dan dengan segera kurubah arah gerakanku menuju permukaan. Napasku mulai habis, gelembung udara keluar dari mulutku yang refleks terbuka. Aku terbatuk ketika wajahku menyentuh lagi permukaan air. Tidak sabar menghisap oksigen yang langsung kutarik dalam paru-paru sambil megap-megap. Saat itu mataku melihat Jeno yang baru datang. Dia memicingkan mata menatap ke arahku terheran-heran. Tubuhnya masih terbalut setelan kantor walau hanya kemeja tanpa dasi yang bagian lengannya tergulung sampai ke siku. Dia mendekat ke pinggir kolam dan berjongkok.

"Semangat banget hari ini. Ada angin apa?"

Aku tidak menjawab. Kuangkat tubuhku hingga terduduk di tembok tapi masih membiarkan kedua kakiku terendam air.

"Something's happened, Woong?"dia menelengkan kepalanya menatapku jenaka.

Wajahku menunduk. "Nothing. Gue Cuma lagi bosen aja, nggak tahu harus ngapain lagi. Jadi gue manfaatin waktu buat latihan lebih banyak supaya nanti lo nggak usah marah-marah ngajarinnya."

Aku bisa mendengar dengusan pelannya. Dia lalu duduk dengan kedua kaki tertekuk.

"I know what you did last night,"ucap Jeno pelan.

Kuurungkan niat untuk menatap ke arahnya dan malah semakin menekuk wajah. Cukup lama sampai akhirnya aku buka suara.

"Apa itu salah?"tanyaku.

"Gue nggak bilang kalau tindakan lo salah. Ya walaupun seperti biasa, lo terlalu ceroboh. Lo nggak tahu mereka sekumpulan orang kayak apa."

"Jerks,"selaku ketus. "Gue Cuma nggak mau kelihatan bodoh ketika semua di mata gue seolah baik-baik aja padahal mereka, jerk itu, mentertawakan hal-hal yang nggak pernah gue tahu dan sering terjadi di belakang gue."

Suaraku mendadak goyah. Aku tidak tahu apa yang membuatku sedih. Pertengkaranku dengan Juyeon kah? Atau memikirkan kejadian semalam yang mungkin sekarang diketahui oleh satu gedung Everest?

"Setiap pasangan akan berusaha menyelamatkan nama baik rumah tangganya kan? Menurutku sih lo cukup berani, mengingat mereka adalah teman-teman Juyeon sejak mereka kuliah dan selama ini nggak pernah ada yang berani mengusik mereka bahkan mantan-mantannya Juyeon terdahulu. Terus lo berhasil bikin Juyeon pergi dari situ padahal biasanya dia bakal bertahan diam di sana karena dia selalu berpikir kalau mereka lah yang paling mengerti sama keadaannya selama ini."

Tidak ada yang lebih membuatku merasa aneh karena membicarakan hal ini dengan Jeno. Kami memang tidak pernah punya hubungan khusus, tapi kami beberapa kali having sex dan bicara soal perasaan. Ahhhh...

Aku kembali melempar si bebek ke tengah kolam dan bergegas menceburkan diri. Manuverku tidak berubah, harus lebih cepat dan penuh perhitungan dari sebelumnya. Kembali mataku menatap nyalang ke arah benda kuning itu bergerak. Cepat namun pasti, seperti ikan hiu. Aku membayangkan tubuh Juyeon yang gagal menyelamatkan diri setiap kali seseorang menceburkannya dalam air. Dia akan mati kalau tidak ada satu pun yang mau menolong. Dan aku tidak mungkin selamanya ada di sana saat dia membutuhkanku. Aku harus membuat Juyeon mendapat ilmu yang sama dengan apa yang kuperoleh.

Mataku mengerjap ketika aku sudah berenang lagi ke permukaan dengan boneka di dalam genggamanku.

"Gimana?"tanyaku pada Jeno sambil menempelkan kedua lengan dan dagu ke tepi tembok. "Ada kemajuan?"

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Where stories live. Discover now