KATASTROFA (CHAPTER 25)

37 10 36
                                    

Aku menarik napas banyak-banyak sebelum masuk ke dalam ruangan. Sambil mendekap berkas-berkas yang kubawa dari rumah, kupersiapkan mentalku sebaik mungkin untuk kembali bekerja di kantor. Segera kupisahkan berbagai file yang sudah bertengger di atas mejaku yang memerlukan pemeriksaan dan tanda tangan Jeno lebih awal. Sambil menunggunya datang, aku menyempatkan diri untuk membersihkan ruangan. Kuletakkan kopi yang kubeli dari kafe putri duyung sambil menyalakan komputernya. Dadaku terhenyak mendengar suara pintu yang terbuka. Kulihat Jeno bergegas masuk. Dia menatapku sekilas sebelum akhirnya duduk dan meletakkan tas kerjanya di atas lemari yang lebih pendek di belakang kursinya.

"Pagi Pak, hari ini meeting pertama pukul Sembilan sampai sebelas. Nanti setelah makan siang ada kunjungan supervisor yang mau studi banding."

Dia memakai kacamatanya dan mulai membuka-buka map satu per satu.

"Yang paling atas ajuan proposal perpanjangan kontrak dengan pemasok buah dan sayur untuk hotel kita di Jeju,"tambahku. Aku segera mempersiapkan file kedua agar langsung ditandatangani olehnya.

"Ada rapat dengan_" aku melanjutkan penjabaran di notebookku yang berusaha kuingat sejak semalam tentang beberapa kegiatan hari ini.

"Kunjungan supervisor kita serahkan ke kepala supervisor saja," dia memotong kalimatku.

Aku menatapnya heran. "Tapi mereka sudah menjadwalkan ini sejak seminggu lalu."

"Kosongkan jadwal saya sampai besok. Kita akan pergi ke Busan, ada masalah dengan karyawan hotel di sana."

"Tapi... biasanya bagian humas yang_"

"Apa saya sedang meminta pendapat kamu?"dia beralih dari berkas yang ditandatanginya padaku sambil melemparkan sorot mata tajam. "Saya bukan tipe orang yang mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan masalah. Selama saya bisa menghadapinya sendiri saya akan lakukan."

Aku menelan ludah. Kepalaku akhirnya mengangguk pelan dan mencoret semua jadwal yang sudah kutulis untuk besok.

"Pesankan tiket kereta kelas bisnis untuk pemberangkatan siang ini."

"Baik."

"Untuk dua orang."

"Ya?"

Tepat di saat aku berpikir dia akan mengajak Min Ah bersamanya, Jeno mengerjapkan mata.

"Kamu dan saya akan pergi. Sisa pekerjaan bisa kamu berikan pada Dae In, biar nanti dia yang koordinasi dengan kepala supervisor."

"Saya juga Pak?"

"Tidak usah menyiapkan apapun, kalau sudah selesai kita akan segera pulang."

Tidak usah menyiapkan apapun bagaimana????

Apa maksudnya kami akan pergi seperti ini saja dan mengira-ngira bahwa masalah bisa diselesaikan secepat mungkin lalu pulang? Apa otaknya yang jenius itu tertinggal di Bali?

"Kopi saya mana?" tanyanya tidak peduli dengan keterkejutan yang teramat sangat di wajahku.

"Ini Pak,"aku menyodorkan gelas plastik berisi espresso ke dekatnya.

Dia menoleh dan tertegun sebentar.

"Saya tidak mau ini. Kamu buatkan kopi seperti biasa."

Keningku berkerut. Tapi setiap hari Selasa dia akan memintaku membeli kopi putri duyung.

"Bawa kopinya. Mulai hari ini dan seterusnya kopi yang kamu siapkan harus kamu buat sendiri."

Nada suaranya terdengar datar dan lurus-lurus saja, tapi aku tahu ada rasa kesal yang sedang berusaha dia tutupi. Aku memang bukan kali ini saja melihatnya datang dengan mood buruk ke kantor, tapi sekarang ada perasaan semrawut yang aku sendiri tidak bisa pahami. Seolah aku ikut kesal karena kami dipaksa menjalankan situasi yang jauh berbeda dari apa yang terjadi di Bali. Kami kembali disekat oleh sesuatu, memaksa kami untuk kembali berada di posisi yang seharusnya.

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang