KATASTROFA (CHAPTER 38)

20 7 8
                                    

Aku membuka jendela kamar. Rasanya sudah terbiasa bangun sepagi ini, saat cahaya di langit masih berupa semburat merah keunguan. Kulirik buku catatan kecil di atas meja belajar yang biasanya sibuk kutandai setiap pagi untuk memastikan Jeno tidak telat menghadiri kegiatan. Aku menarik napas dalam-dalam, membiarkan semua udara memompa denyut jantungku agar lebih stabil. Mataku terasa sakit dan sembab. Berbagai macam hal dan kemungkinan berlari-lari di benakku. Aku tidak berhasil menenangkan diri, karena pagi ini rasanya aku ingin mengakhiri hidupku lagi.

Tapi sebuah pemikiran yang menyelinap masuk membuatku akhirnya memilih bertahan. Naluriku tidak bekerja dengan baik saat hatiku terasa hancur dan kecewa. Tapi setidaknya masih ada logika yang memaksaku untuk tetap berpikir jernih. Aku mencoba untuk mempertimbangkan banyak hal, sambil memutuskan apa langkah yang harus kuambil sebelum aku memulai lagi hidupku dari nol.

Setelah mandi dan berpenampilan seperti biasa demi menutupi wajah kuyu, aku segera bergabung dengan Kak Minhyun dan Yeji untuk sarapan.

"Semalam habis lembur?"tanya Kak Minhyun saat aku duduk di hadapannya.

Aku memang pulang larut. Tapi tidak langsung menuju rumah. Aku pergi ke sebuah pub dan berdiam diri di sana sambil menjaga diriku agar tidak mabuk.

"Iya Kak,"senyumku terulas tipis. "Mana Byul?"

"Dia belum bangun,"jawab Yeji sambil membawa piring kotor ke basin. "Sebentar aku lihat dulu."

Setelah Yeji pergi, Kak Minhyun memandangiku.

"Apa ada masalah?"tanyanya.

Kepalaku menggeleng. Dengan malas mulutku mengunyah pelan nasi goreng yang dibuat oleh Yeji.

"Biasanya kamu cerita meski Kakak nggak minta, Kakak pikir terlalu banyak hal yang terjadi dalam hidupmu selama Kakak koma kemarin."

Helaan napasku terdengar pelan.

"Nggak banyak yang terjadi Kak. Nasibku sama seperti pekerja lain di kota Seoul. Setiap hari menghadapi kemacetan, menghadapi hiruk pikuk yang membuat kita nggak bisa berhenti merasakan penat. Aku minta maaf tapi aku sudah terlalu letih untuk mengobrol saat pulang ke rumah."

"Apa Jeno menyulitkan kamu?"

"Kenapa jadi nyambung ke dia sih?"

Kak Minhyun terkejut melihatku yang langsung menunjukkan ekspresi kesal.

"Ada apa? Kalian bertengkar?"

"Nggak."

"Lantas kenapa? Walaupun kamu keliatan biasa aja kayak gini, Kakak tahu ada yang nggak beres."

"Sok tahu ah,"aku mencibir.

"Eh, kok malah dibilang sok tahu,"ucap Kak Minhyun sambil mendelik. "Kamu ini kan adikku, dan aku pandai membaca ekspresi orang."

Aku meneguk setengah gelas susuku. Kak Minhyun masih belum mau menyerah, dia mencondongan tubuhnya.

"Dia adalah laki-laki yang bersama kamu saat kejadian itu, Woong. Apa kamu nggak pernah berpikir sedikit pun kemungkinan bahwa dia bisa saja ikut terlibat?"

Aku menatapnya dengan keterkejutan yang menghentakkan denyut di dadaku.

"Pikiran Kakak kayaknya terlalu jauh."

Dia termanggu sejenak. "Kemarin Minho ke rumah, dia memberitahu informasi yang Kakak minta. Datanya belum begitu lengkap, tapi Kakak pikir kamu juga harus tahu beberapa hal terkait kejadian delapan tahun lalu."

Aku menggigit bibir bawahku. Tanganku digenggam lembut olehnya.

"Kita nggak bisa selamanya menutup mata, Woong. Setelah Kakak benar-benar pulih, penyelidikan kasus penembakan kemarin akan kembali dilakukan. Kakak pikir, hal ini juga ada hubungannya dengan apa yang terjadi padamu."

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz