KATASTROFA (CHAPTER 28)

32 9 19
                                    

Hidungku jelas sudah terbiasa dengan aroma obat-obatan yang menyengat, wara wiri orang yang panik dan terlihat sangat membutuhkan pertolongan, kesibukan para dokter sampai tetesan-tetesan darah yang tidak sengaja terlihat mataku. Dengan tubuh yang masih lengket oleh keringat setelah berjalan kesana kemari demi menemukan Juyeon, aku akhirnya berpapasan dengan seorang suster yang sedang sibuk mencatat sesuatu di atas kertas berpapan.

"Maaf,"kataku sambil menahan tubuhnya. "Apa ada pasien yang baru saja dibawa kemari karena kasus penusukan?"

Dia mengernyitkan kening lalu menggeleng dengan ekspresi menyesal.

"Sebentar saya tanya bagian informasi."

Tanpa menunggu anggukan kepalaku, aku menyaksikannya pergi ke sebuah loket di dekat pintu masuk.

Aku butuh aspirin, kepalaku berdenyut tanpa henti dipicu rasa cemas dan takut yang mengalir deras di seluruh pembuluh nadi. Perawat tadi kembali menghampiriku.

"Sebelah sini Kak," katanya sambil berjalan mendahului.

Langkahnya terhenti di sebuah ruangan terpisah dengan jajaran blankar lain yang hanya disekat oleh tirai abu-abu.

"Masuk aja, korban sedang ditindak."

"Makasih,"aku mengangguk.

Kubuka pintu itu sambil melihat ke dalam ruangan yang terang benderang. Beberapa perawat tengah sibuk mengelilingi sebuah meja panjang. Pandanganku akan Juyeon terhalang oleh tubuh mereka.

"Kamu tunangannya korban ini?"tiba-tiba seorang petugas polisi menghampiriku. Aku hampir tidak sadar darimana dia datang.

"Hah?" mataku terbelalak sangat lebar saat mendengar kata tunangan.

Dia menunjukkkan ponsel Juyeon dan memberikannya padaku.

"Tadi warga memberikan ini pada saya, mengatakan kalau korban sedang menelepon tunangannya saat kejadian."

"Itu...ada apa sebenarnya, Pak?"tanyaku sambil menerima ponsel milik Juyeon.

"Kelihatanya tunangan kamu sudah dibuntuti oleh beberapa orang sebelum kejadian, mereka menyerang dan menusuk korban di depan sebuah bank."

Keningku berkerut. "Apa dia dirampok?"

Polisi seumuran kak Minhyun itu menggeleng.

"Kami kira ini murni penyerangan terencana, tapi tidak ada barang-barang korban yang diambil. Mobilnya pun aman."

Mataku melirik kembali ke arah Juyeon.

"Apa tunangan kamu sedang terlibat urusan dengan sebuah pihak atau kelompok?"

Pertanyaan petugas itu membuyarkan atensiku.

"Saya...dia tidak bercerita apapun soal ini."

"Apa beberapa hari belakangan kamu mendengar dia bermasalah dengan seseorang."

Lagi-lagi kepalaku menggeleng pelan.

"Maaf Pak, saya tidak tahu. Kami memang dekat, dan..."

Aku menyalakan ponsel Juyeon sambil melihat bahwa namaku ditulis fiancee olehnya. Pantas saja.

"Saya mohon maaf karena tidak bisa memberikan keterangan apapun."

Dia tersenyum maklum. "Baiklah kalau begitu, kami akan memproses kasus ini segera. Kalau bisa keluarganya tolong segera dihubungi untuk dimintai keterangan."

"Baik Pak,"anggukku.

"Saya permisi sebentar," dia pamit dan keluar dari ruangan sambil berdeham.

Aku mengotak atik ponsel Juyeon. Hanya ada namaku di sana. Tidak ada siapa pun di daftar kontaknya. Mana mungkin sih. Masa dia sampai sengaja punya handphone yang dikhususkan untuk menghubungiku saja? Aku tidak habis pikir mengapa dia selalu menelponku setiap ada kejadian membahayakan nyawanya? Bukannya dia punya Haejin, orang yang pasti lebih terampil menyelesaikan masalah ini.

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Where stories live. Discover now