AGONY (CHAPTER 13)

55 11 23
                                    

Aku pernah jatuh cinta satu kali. Terperosok pada kesalahan. Kala itu pikiranku mendadak tumpul dan naif. Aku merasa aku pantas bahagia. Tiba-tiba saja lampu trotoar yang temaram pun terasa penuh cahaya. Aku pernah tidur di dalam dekapan seorang pria yang membuat mimpiku indah semalaman. Lalu terbangun dengan suasana kamar penuh aropa kopi dan roti panggang yang hangat. Semua memang menyenangkan. Sepertinya saat itu aku sudah cukup yakin bahwa aku menemukan pria yang tepat. Meskipun akhirnya aku kecewa dan patah hati karena dicampakkan secara halus, bukankah itu artinya aku tidak boleh membiarkan perasaanku selarut ini pada laki-laki yang menciumku karena alasan klasik yaitu untuk sebuah distraksi?

Ahh .... tapi tetap saja itu membuatku tidak bisa tidur semalaman. Lalu pagi ini aku malah bergelung malas di dalam selimut sambil berharap aku lenyap dari rumah besar milik keluarga Lee, membawa maluku yang hina karena sudah berciuman dengan pasienku sendiri. Aku turun dari atas tempat tidur dengan geraman muak. Tanpa pikir panjang, aku memutuskan untuk tidak menemani Jeno tadi malam. Aku tidak peduli apa yang akan dia lakukan di kamarnya. Memecahkan jendela, menuruni balkon lalu menyusup keluar, menggorok leher atau bahkan kalau dia gantung diri pun aku benar-benar tidak ingin bertanggung jawab atas semua itu.

Semua salah Jeno!

Dia yang membuatku terlihat tidak profesional saat ini. Apa yang harus kulakukan saat menghadapinya lagi?

Aku menjambaki rambutku gemas. Bahkan di kamar mandi pun aku lebih banyak melamun padahal waktu sudah bergerak semakin siang. Ada jadwal praktek di poli pagi ini dan sejak tadi malam berulang kali kuingatkan diriku untuk tidur senormal mungkin.

Saat menuruni tangga sambil menyampirkan jas dokterku di lengan, kulihat beberapa orang mondar-mandir mengangkut barang ke halaman belakang. Mereka berpakaian seperti kurir membawa dus-dus besar di kedua tangan lalu sibuk mengaturnya dengan posisi ditumpuk.

"Pagi Woong," sapa Nyonya Lee sambil mengawasi para kurir dengan seksama.

"Ada apa ini, Eomma?" tanyaku penasaran.

Dia tersenyum lebar. "Kami akan mengadakan acara ulang tahun pernikahan besok malam. Dokter Woong kosongin jadwal ya? Kita sama-sama rayain."

Aku hanya bisa mengangguk samar. Memang selama beberapa hari ini aku hanya bertugas di pagi hari dan itu jelas tidak akan mungkin bisa dirubah seenaknya tanpa persetujuan Haejin.

Nyonya Lee lantas mengamit lenganku menuju ruang makan. Mataku awas mengamati sekeliling. Hampir dua minggu aku tinggal di rumah ini, selalu terasa kesepian yang sama setiap harinya. Tuan Lee hanya akan datang setelah istrinya menyiapkan makanan di atas meja. Haejin juga biasanya baru turun ketika kami mulai makan, dia lebih sering hanya memakan potongan buah dan meminum teh lalu pergi dengan terburu.

Aku dan Nyonya Lee menoleh ke arah bibi yang tergopoh dari selasar belakang dengan membawa kembali nampan berisi sarapan untuk Jeno.

"Kenapa lagi anak itu, Bi?" tanya majikannya jengah.

"Mmm itu Nyonya, Tuan Jeno_"

"Aku sarapan bareng kalian."

Suara Jeno terdengar riang saat dia muncul di belakang tubuh bibi. Seriang langkah-langkah kakinya ketika menghampiri meja makan dan menarik kursi dengan senyuman lebar. Aku lekas memutari meja, mengambil posisi dudukku seperti biasa. Jeno tidak protes. Dia malah mengecup pipi ibunya sekilas sebelum mengempaskan tubuh dengan santai di kursi.

Hey, aku tidak seharusnya salah tingkah, kan? Ini yang kuharapkan tentang Jeno, kan?

Entah mengapa suasana di ruang makan sekarang justru membuatku gerah dan tidak nyaman. Maksudku, setelah kejadian kemarin, sikap Jeno justru memperlihatkan seolah dia sama sekali tidak terusik oleh kenyataan apapun. Tidak sepertiku yang gagal tidur nyenyak semalaman.

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Where stories live. Discover now