KATASTROFA (CHAPTER 20)

48 9 33
                                    

Banjir itu benar-benar datang, sudah menggenangi bagian depan pekarangan sampai ke jalan. Aku tidak bisa berbuat apa-apa ketimbang diam di kamar, merasakan kepalaku berdenyut akibat kurang tidur dan perut yang keroncongan karena belum makan. Setelah memberitahu Jeno bahwa aku tidak bisa pergi kemana pun hari ini termasuk berangkat bekerja, aku mematikan ponsel demi menghemat baterai. Aku terpaksa menunggu sampai gajihan bulan depan untuk membeli kebutuhan dapur karena sisa uang kutransfer semuanya untuk Yeji belikan obat.

Rasanya nelangsa, ketika hal ini terjadi saat tidak ada yang bersedia menemani. Dulu kak Minhyun selalu mengambil cuti setiap banjir datang sehingga dia bisa bersamaku diam seharian di rumah. Aku tidak tahu apa aku bisa bertahan dengan keadaan ini sekarang. Tidak ada stok makanan, dan entah kapan air serupa genangan susu cokelat itu akan menyusut. Aku beringsut dari tempat tidur dan meraih teh hangat di meja belajar sambil memperhatikan layar laptop. Semua laporan dan pekerjaan harus tetap aku selesaikan dari sini, komunikasi lewat email cukup memusingkan di tengah kondisi badan yang tidak terlalu fit. Semua email berebut masuk menanyakan ini itu seolah tanganku ini ada delapan.

Kulirik jendela kamar yang sudah berembun saking dinginnya udara. Aku bahkan tidak perlu menyalakan kipas angin. Samar-samar terdengar teriakan dari ruas jalan, beberapa hari lalu ketika air masih tinggi, warga memang sibuk bolak balik menuju jalanan utama dengan menggunakan perahu karet. Mereka yang membutuhkan pemasukan setiap hari tetap berangkat mencari nafkah meski hujan tak berhenti turun sejak malam. Seandainya saja aku lebih nekat, aku mungkin akan melakukan hal yang sama. Berangkat ke kantor sepagi mungkin, mandi di sana dan bekerja seperti biasa. Tapi di saat seperti ini, rumah-rumah yang ditinggalkan akan rawan maling. Aku tidak akan mungkin membiarkan hal itu terjadi. Yang ada di sini adalah barang-barang berharga terakhir yang kupunya.

Setelah seharian berkutat dengan pekerjaan dan memastikan tidak ada satu pun perintah Jeno terlewat, aku meregangkan tubuhku yang pegal dan turun ke bawah. Hujan mulai reda meski masih menyisakan gerimis. Aku mendengar orang berteriak meminta mobil pemadam untuk berhenti di depan sehingga mereka bisa menyedot genangan air. Kuseret langkahku yang masih tertatih akibat rasa sakit di lutut menuju ke dapur.

Aku mencelos melihat persediaan mie instan yang tinggal tiga bungkus itu. Kubuka kulkas dan baru kali ini mataku berkaca-kaca karena melihat masih ada sekitar lima buah telur di sana. Aku tidak tahu sampai kapan banjir ini akan melanda kawasan rumahku tapi setidaknya aku bisa makan untuk dua hari ke depan. Semoga saja benar adanya karena di cuaca dingin seperti ini perut seringkali tidak bisa diajak bekerja sama. Cacing-cacing di dalam sana seratus kali lebih agresif dan cerewet. Mereka ganas seperti ikan piranha yang bisa mengunyah semua organ di perutku.

Setelah menghabiskan satu mie instan dengan nasi sisa semalam melebihi porsi biasanya, aku mengumpulkan tenaga untuk membersihkan rumah, memanfaatkan hujan yang mulai reda. Butuh beberapa jam untuk menunggu pemedam kebakaran berhasil menyedot air. Tapi setidaknya aku bisa mengurangi kemungkinan rumahku dihampiri oleh binatang-binatang menjijikkan seperti kecoa, kodok, cacing bahkan bisa saja ular.

Badanku sudah lengket karena tidak mandi seharian, sengaja kutampung air dalam bak dan ember-ember besar lalu hanya menyempatkan diri untuk cuci muka dan gosok gigi setelah bangun tidur tadi. Aku tidak mau ada masalah dengan ketersediaan air ketika listrik dimatikan dan mesin air tidak bisa menyala.

Dengan sisa tenaga yang berangsur normal karena perut yang sudah terisi, aku mulai membersihkan ruang tamu. Walaupun aku sendiri tidak tahu sampai kapan akan bertahan karena apalah artinya makan mie dengan nasi. Aku bahkan tidak menemukan kopi di lemari dapur, sesuatu yang bisa membuat pikiran dan badanku tetap terjaga meskipun aku harus melakukan banyak hal. Lalu kudengar suara pintu diketuk. Aku melihat sosok petugas SAR.

"Ada apa Pak? "

"Kami hanya bermaksud memastikan kalau kamu tidak apa-apa. Apa kamu membutuhkan bantuan? "

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Kde žijí příběhy. Začni objevovat