21. Hukuman

5 1 0
                                    

"Ayah mau kamu lebih intens perhatiin Abangmu mulai sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ayah mau kamu lebih intens perhatiin Abangmu mulai sekarang."

"Iya, Yah," sahutnya malas.

"Jangan biarin dia bikin masalah. Apalagi bikin malu nama keluarga. Ayah pusing ngurus abangmu yang bebal."

"Iya, Yah."

"Ayah perlu laporan dari kamu tiap hari di jam istirahat, jangan lewatkan apalagi kalo Okto bolos!" peringat ayah untuk kesekian kali. Juli enggan menanggapi tapi ayah berseru lagi. "Dengar kamu?"

"Iya, Yah.

Akhirnya Juli tak punya pilihan selain menjawab sambil menyantap sarapannya yang terasa hambar. Sejak ayah mengomel soal ini dan itu Juli mulai kehilangan napsu makan. Padahal menu sarapan pagi ini adalah favoritnya. Sayang, ayah merusak suasana.

"Kamu juga Mila, ingat yang aku katakan bukan?" cerocos ayah tiba-tiba beralih pada istrinya. "Jangan coba-coba menyembunyikan apa pun lagi dariku. Ingat, aku suamimu. Jadi istri nurut ajalah."

Ibu mengangguk lalu melanjutkan sesi makan. Ibu seperti biasa hanya patuh dan tak mau menyela omongan suami, sekali pun wanita itu tidak setuju.

Juli tahu kalau ayah tengah menghukumnya dengan memberi tugas menyebalkan terkait Okto dan segudang masalahnya. Pun dengan Mila harus menerima hukuman atas kesalahan putra sulungnya yang tak lagi bisa ditolerir.

Ayah meneguk minum sebelum kembali melanjutkan pesan-pesan menjemukan di telinga Juli. "Kamu nggak boleh niru kelakuan nggak jelas abangmu itu, Juli. Ayah udah nggak ma--"

"Aku udah selesai. Aku berangkat duluan, Yah," pungkas Juli begitu meletakkan gelas minum. Ia tanpa peduli langsung mencium punggung tangan orang tuanya bergantian, sedang ayah menatap tajam. "Bu, Juli pamit ya?"

"Nggak bareng Abang?"

Malas banget! Batin Juli dalam hati dan hanya menggeleng sekilas.

Juli telah siap, diraihnya tas di atas kursi bersamaan dengan itu Okto yang baru datang langsung menghempaskan bokong tepat di mana Juli duduk tadi.

Kontan Juli mendecak sebal kemudian tak ambil pusing dan segera berlalu. Sementara itu, Okto yang baru saja bergabung di meja makan tampak acuh tak acuh. Cowok itu sibuk menyantap sarapannya seperti biasa.

Hari ini Okto merasa senang akhirnya bisa kembali sekolah setelah empat hari melewati masa skorsingnya yang membosankan. Ayah sengaja melarang Okto keluar rumah dengan alasan apa pun. Maka bisa dipastikan rasanya seperti berada di neraka.

"Okto, cepat habiskan sarapanmu. Ayah mau kamu sekolah yang bener. Nggak usah lah banyak tingkah. Belajar yang utama, main seperlunya. Awas aja kamu bikin masalah lagi, Ayah pastikan kamu bakal menyesal nanti."

Tidak ada jawaban. Okto cuma melirik sekilas kemudian menghembuskan napas panjang. Selang beberapa menit Okto selesai makan lalu minum. Namun, ia langsung tersedak saat ayah mengeluarkan ultimatum tegas.

Mei bulan JuliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang