6. Tutup telinga

44 19 145
                                    

Akhirnya dengan segala drama hari ini Mei bisa merebahkan badan di kasur kamar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Akhirnya dengan segala drama hari ini Mei bisa merebahkan badan di kasur kamar. Benda empuk dan nyaman bermotif bulan bintang itu menyambut kelelahan yang Mei derita. Dengan posisi telentang bebas matanya menatap langit-langit kamar yang dihiasi lampu terang menyala.

Ingatan Mei kembali pada kejadian sore tadi. Tentang bagaimana Ratna mengenalkannya kepada seorang pria asing yang katanya seorang teman.

Ya, teman baru yang mencurigakan. Entahlah Mei tidak mengerti tapi perasaan ganjil dalam dirinya berprasangka tak biasa.

Dibuat penasaran setengah mati, Mei sempat mempertanyakan soal Edi sebelum masuk ke kamar tadi, tapi jawaban yang mamanya berikan tidak memuaskan. Mei hanya bisa menebak-nebak sejauh ini. Bisa saja memang mama hanya mengenal pria itu, tidak lebih. Tapi sekali lagi benaknya bertolak belakang dengan dugaan positif itu.

Menggeleng pelan Mei berusaha menghilangkan anggapan tidak berdasar yang terasa semakin ngawur. Tugasnya hanya sekolah, belajar, dan bermain. Memikirkan masalah itu terlalu berat baginya. Seharusnya dia tidak menduga-duga sesuatu yang tidak pasti kebenarannya.

Dengan bermalas-malasan di atas kasur dia menikmati sesi rebahan. Malam ini tidak ada tugas sekolah yang perlu dikerjakan. Jadi, Mei memilih bersantai sambil memainkan ponselnya, sekadar scroll sosial media seperti anak remaja pada umumnya.

Namun, kegiatan itu tak berlangsung lama ketika telinganya menangkap suara gaduh dari luar kamar. Indra pendengaran Mei yang tajam tanpa diminta sedang fokus mendengar samar-samar sesuatu yang membuat dirinya mendesah kemudian.

"Mulai deh, apalagi sih?"

Melirik ke arah pintu seraya mendecak kemudian Mei menarik bantal, membenamkan kepalanya di sana sampai nyaris tak terlihat. Meski tak mudah untuk menghirup oksigen aksinya terus berlanjut supaya terhindar dari suara bising yang amat mengganggu.

Benci. Benci!

Dia sangat tidak menyukai suasana malam yang penuh dengan teriakan, cacian yang  diserukan oleh orang tuanya di luar kamar. Mereka saling menghujat satu sama lain tidak mau kalah. Kini ketentraman di rumah Mei beralih menjadi kegaduhan.

"Berhenti, please ...," lirih Mei dalam balutan bantal dan kian menekan telinga agar tak mendengar apa pun lagi.

Dada Mei bergemuruh hebat tidak tahu mengapa rasanya berat. Napas cewek itu tersendat-sendat menahan sesuatu yang bergejolak hebat. Ada hal mengganjal dalam dirinya yang sulit untuk dijelaskan. Mei sendiri bingung menggambarkan segalanya. Mendadak matanya panas menahan air yang menggenang.

Masih meringkuk di atas kasur tanpa bergeser sedikit pun dia bisa menangkap kata-kata tak pantas yang membahana di rumahnya. Kini, suasana makin tegang setelah terdengar jeritan mama menembus gendang telinga yang telah terhalang bantal.

Mungkin, bukan hanya Mei yang bisa mendengar keributan itu tetangga pun demikian.

"Kamu terus bohong, Mas. Berapa kali kamu bohongin aku!?" cecar Ratna menuntut jawaban.

Mei bulan JuliWhere stories live. Discover now