8. Permintaan

20 4 42
                                    

Setelah pelajaran terakhir selesai Mei membuang napas lega lantaran seharian ini tidak fokus belajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah pelajaran terakhir selesai Mei membuang napas lega lantaran seharian ini tidak fokus belajar. Sulit baginya untuk menyerap materi yang gurunya berikan. Meski Mei duduk di kursi dengan tenang, nyatanya pikiran gadis itu melalang buana entah ke mana.

Tak butuh waktu lama ruang kelas berangsur sepi bersamaan dengan anak-anak yang pergi. . Lain hal dengan Mei kini merutuki waktu sekolah yang telah habis membuatnya sedih ketika harus pulang ke rumah. Baginya rumah bukan lagi tempat ternyaman untuk pulang.

Bukan kedamaian yang dia temukan malahan beban jika berada di rumah dengan segala drama yang orang tuanya ciptakan.

"Gue duluan ya, jemputan gue bentar lagi sampe," ujar Desya begitu selesai menarik ritsleting tas merah mudanya.

Cewek berambut pendek itu tersenyum manis sebelum beranjak sambil berkata, "Sorry gue nggak bisa nemenin lo lebih lama lagi. Lo kalo ada apa-apa telfon gue, curhat atau sekadar butuh temen ngobrol gitu misalnya, gue siap, oke?"

Bentuk perhatian yang Desya tunjukkan membuat Mei tersenyum kecil. Dia tahu jika Desya selalu mendukungnya dalam keadaan apa pun, tapi Mei belum ingin membeberkan apa-apa terkait masalah yang tengah membelit keluarganya. Mei hanya bisa menjanjikan lain kali bila waktunya tiba. Entahlah, Mei sedang tidak berselera untuk sekadar bercerita soal kesulitan yang tengah dia hadapi. Baginya pilihan memendam adalah yang terbaik untuk sementara ini.

"Iya. Nggak usah bawel. Buruan sana nanti telat."

Mei menyahut pelan seraya mendorong Desya supaya lekas pergi karena Desya ada acara keluarga sepulang sekolah. Lagi pula Mei tidak mau menahan temannya untuk lebih lama tinggal. Dia butuh waktu sendiri untuk merenung, berpikir, dan menenangkan diri yang terguncang.

"Ya udah, bye Mei-Mei. Jangan kebanyakan ngelamun."

Sekali lagi Desya berseru sambil melambaikan tangan tinggi-tinggi lalu menghilang di balik pintu kelas. Sedangkan Mei beralih memasang earphone di telinga dan memutar sebuah instrumen bernada rendah. Dia suka mendengarkan lantunan musik piano yang menurutnya bisa menenangkan, meski tanpa diiringi lagu seperti kebanyakan orang-orang dengar.

Mei memandang lurus ke luar jendela sambil menikmati musik yang tengah diputar. Tak berapa lama kemudian tangannya terlipat di atas meja. Suasana sepi di sana membuat Mei nyaman lalu perlahan mata itu terasa berat. Mei tak lagi bisa menahan kantuk yang mendera, sampai akhirnya terkulai di tempat tanpa sadar.

"Mei, bangun."

Suara lirih yang terdengar malah kian menambah tidur makin nyenyak. Mei cuma menggeliat kecil dan sedikit bergerak. Matanya masih terpejam seperti semula.

Murid itu masih berdiri sedikit ragu sambil menoleh ke sekeliling. Tidak ada orang lain kecuali mereka berdua, sehingga mau tak mau harus dia yang melakukan. Niatnya hanya ingin mengambil barang yang tertinggal di kelas setelah selesai rapat OSIS malah membelokkan tujuan.

Mei bulan JuliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang