14. Pelarian

13 6 15
                                    

Mengurut dahinya yang terasa berdenyut akibat sakit yang luar biasa tak pelak menghentikan Avril untuk terus menenggak alkohol dari gelas belingnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mengurut dahinya yang terasa berdenyut akibat sakit yang luar biasa tak pelak menghentikan Avril untuk terus menenggak alkohol dari gelas belingnya. Di ruangan yang dipenuhi manusia-manusia setengah sadar, minim pencahayaan dan lampu berkedip-kedip tak karuan menjadikan tempat tersebut sebagai pelarian favorit bagi Avril.

Sudah lama, tidak tahu sejak kapan tepatnya Avril sering menghabiskan malam dengan membuang waktu tanpa faedah. Kehidupannya yang bebas menyebabkan Avril salah pergaulan hingga berujung pada lingkungan yang tak seharusnya dia kunjungi.

"Yah, abis ... gue mau lagi, Okto ...," racau Avril sambil menggoyangkan gelas di tangan. Dia mulai merasakan kepalanya berputar-putar.

"Lo udah banyak minum, tuh. Mending sekarang lo balik daripada pingsan di sini," balas Okto tak menggubris permintaan Avril. Cowok berjaket denim itu cuma berdecak seraya menghisap rokoknya berulang-ulang lalu menyingkirkan segala alat minum jauh-jauh.

"Nggak! Gue nggak mau pulang. Memangnya kenapa sih, kok lo jadi perhatian gini sama gue?" kata Avril disertai mata merem melek diikuti kekehan mengejek.

"Gue nggak mau ya, lo repotin ujungnya."

Avril kemudian tertawa sendiri pertanda mabuknya kian parah. Avril bergerak kecil hendak menubrukkan wajah pada Okto yang duduk tepat di sampingnya. Namun, Okto lebih dulu menghindar sehingga dadanya yang menjadi sandaran bagi kepala Avril yang tergolek lemas.

"Gue bayar lo. Selama ini gue selalu kasih lo duit, To. Jangan suruh gue pulang. Gue benci rumah, apalagi wanita itu."

Memang tak bisa dipungkiri Avril sering mengandalkan Okto untuk masalahnya. Termasuk menjadikan cowok itu sebagai mata-mata untuk ibunya yang terbukti selingkuh. Berkat Okto, dirinya bisa membuktikan kebenaran yang selama ini orang tuanya tutupi.

"Oke, kalo gitu."

Katakan lah Okto jahat karena meminta bayaran pada cewek malang itu, memanfaatkan situasi dan kesedihan yang sedang dialami Avril. Okto tak munafik, dia memang berandal dengan senang hati menerima apa pun yang Avril minta. Asalkan ada duit. Bagi Okto bukan perkara sulit menemani Avril yang tidak ingin ditinggal sendirian. Toh, ini bukan pertama kali baginya. Okto telah terbiasa dengan cewek itu juga dunia terlarang untuk anak-anak seusianya.

Seperti itu pertemanan keduanya terjalin, sangat tidak biasa. Tapi terlepas dari semuanya baik Avril dan Okto memang saling bekerjasama dalam mencapai tujuan masing-masing.

Okto melirik Avril dalam dekapannya yang mengenakan crop top berwarna hitam dan dipadukan dengan rok mini, menambah kesan seksi. Apalagi rambut lurusnya yang hitam sengaja digerai tanpa hiasan aksesoris, membuat sosok Avril bak perempuan nakal yang suka keluyuran malam-malam.

Masih dalam pelukan temannya, Avril kembali membeo, mengeluarkan segala unek-unek dalam hatinya. "Kenapa nasib gue jelek banget sih? Lo tau nggak, gue udah curiga lama soal nyokap gue yang sering telponan sambil bisik-bisik pas ada ayah di rumah."

Mei bulan JuliWhere stories live. Discover now