11. Bohong

14 3 15
                                    

Bel berbunyi di jam pelajaran terakhir membuat semua murid keluar kelas. Termasuk cewek berambut hitam lurus sepanjang pinggang itu melenggang pergi. Tatapan matanya lurus ke depan terpatri pada siswi di lorong kelas. Dengan melihatnya saja membuat Avri sebal tanpa sebab.

Avril tahu masalahnya buka terletak pada siswi itu, tapi pada hatinya yang terlanjur benci terhadap apa pun yang berkaitan dengan masalahnya sekarang. Sayang sekali, Mei menjadi salah satu orang yang paling tidak dia sukai. Padahal sebelumnya tidak pernah mereka saling bersinggungan.

Takdir memang sulit ditebak.

"Lo masih bisa ketawa santai?" sindir Avril begitu kakinya berhenti di depan Mei yang  menoleh dengan raut tak paham.

Tidak ada angin apalagi hujan, tiba-tiba Avril mengajaknya bicara tentang sesuatu yang sulit dipahami. Entah mengapa rasanya Avril selalu mengusiknya dengan cara yang tidak pernah bisa Mei terka sebelumnya. Dan kali ini pun sama, Avril mengomel sendiri lalu melampiaskan rasa tidak sukanya kepada Mei yang kebetulan ada di dekatnya.

"Lo ngomong gitu maksudnya apa?"

"Percuma ngomong sama lo."

"Ya udah nggak usah ngomong kalo gitu. Gue juga nggak minat," jelas Mei tidak peduli kalau menyinggung perasaan Avril yang tidak jelas. Menurutnya, Avril terlalu abu-abu menjadi manusia.

"Nikmati waktu lo sebelum semuanya jadi mimpi buruk."

"Nggak jelas banget sih."

Mei cuma bisa menggerutu melihat Avril berlalu begitu saja. Pernyataan serta ucapan Avril penuh omong kosong. Tidak ada yang bisa Mei pahami, cuma Tuhan dan Avril yang tahu.

Di gedung berlantai 3 yang sepi, Avril bersandar ke besi pembatas di atas atap sekolah. Hanya seorang diri dan ditemani semilir angin sore Avril memantik korek di tangan lalu menyulut rokoknya. Benda terlarang itu menjadi obat penghibur dikala suntuk melanda.

"Ribet amat hidup gue," katanya setelah menyesap rokok. Gumpalan asap berterbangan tertiup angin.

Hp yang ada di saku seragamnya bergetar lantas Avril mengangkat benda canggih tersebut. Dia berharap dapat kabar baik dari temannya itu.

"Ya, gimana hasilnya?"

["Sesuai dugaan lo. Gue nggak tau itu siapa dan gimana hubungannya. Yang jelas gue nggak salah liat. Gue udah ikutin sesuai perintah lo."]

Beberapa saat Avril diam menyimak suara dari seberang sana. Ada hal penting yang sedang disampaikan sehingga Avril memasang pendengaran lebar-lebar.

"Lo yakin?"

["Iya. Bisa lo pastiin sendiri. Gue udah kirim alamatnya. Cek aja sekarang."]

"Oke. Thanks."

["Jangan lupa janji lo?"]

"Beres. Masalah itu gampang Yang penting kerja lo bener."

🌛🌛🌛

"Ma, aku pulang."

Tidak ada yang menyahut sama sekali ketika Mei membuka pintu rumah. Dia baru saja pulang dari sekolah. Padahal biasanya mama sedang asik menonton acara televisi di ruang tengah atau sibuk dengan kegiatan lainnya demi menghabiskan waktu senggang. Namun, belakangan mama lebih sering mengurung diri di dalam kamar. Apalagi kalau sedang bermasalah bersama papa.

"Ma?" panggil Mei setelah meletakkan tas di atas sofa ruang TV. Mei terus berkeliling mencari keberadaan Ratna yang sejak tadi tidak terlihat. Pintu jelas tidak terkunci yang artinya mama ada di rumah tapi Mei tak kunjung melihat batang hidungnya, sehingga ia memutuskan ke kamar utama.

Mei bulan JuliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang