17. Yang sebenarnya

10 2 3
                                    

"Kusut amat tuh muka, kayak baju nggak disetrika seminggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kusut amat tuh muka, kayak baju nggak disetrika seminggu."

Diledek begitu oleh Ari membuat Juli cuma melirik malas.

"Gue perhatiin dari tadi kenapa sih, lo?" Ari kembali membeo penasaran sambil merapikan barang-barang ke dalam tas. "Ya elah, gue dikacangin, oh parah!"

"Bisa diem nggak Ari," seru Juli pada akhirnya tak tahan mendengar suara berisik yang ditimbulkan dari cowok bergigi rapi di sampingnya itu.

"Lagi PMS, ya?" Ari makin senang menanggapi tiada henti. "Makanya kalo ada masalah cerita dong, Jul. Jangan diem-diem bae. Gue nggak bisa baca pikiran lo kalo nggak ngomong."

Menghela napas berat Juli hanya berucap dua kata. "Gue duluan."

"Woi, tunggu. Gue seriusan nanya sapa tau bisa bantu?"

Buru-buru Ari bangkit lalu mengejar Juli yang lebih dulu keluar kelas. Kaki panjang Juli membuat Ari sedikit tertinggal. Dengan susah payah Ari berhasil menyusul walaupun harus berlari mensejajarkan langkahnya lebar-lebar.

"Katanya mau main futsal? Nggak jadi, nih?"

"Besok lagi. Gue nggak bisa."

"Bentar doang nggak bisa?"

"Nggak."

"Ada apa emang sampe lo buru-buru balik, kayak orang penting aja."

Sumpah demi apa pun Juli jengah. Ari tak akan diam kalau belum mendapat jawaban memuaskan. Keingintahuan temannya itu sudah berada di level akut, nggak ada obat. Makanya daripada makin pening meladeni Ari yang bermulut seribu akhirnya Juli mengeluarkan selembar kertas dalam amplop putih besar dari sakunya.

"Ini lebih penting daripada main futsal," bisik Juli seraya menatap Ari yang terbengong melihat benda itu.

Sebenarnya surat itu tidak lebih penting ketimbang reaksi orang tuanya--terkhusus ayah. Juli sangsi sendiri membayangkan kekacauan di rumah nanti.

Ari kembali bertanya untuk kesekian kalinya ketika melihat Juli tak kunjung melanjutkan pernyataan yang masih menggantung.

"Emang apaan sih?"

Wajar saja Ari belum tahu perihal surat pemanggilan orang tua yang Juli dapat pagi tadi. Dengan sengaja amplop itu disusupkan ke dalam tas usai didapatnya tadi. Oleh sebab itu, yang Ari tahu sebatas perkelahian kakaknya yang menggemparkan sekolah. Juli pun terlalu malas bercerita panjang pada Ari yang notabene pasti akan banyak mengajukan pertanyaan lain.

"Surat--"

"Cie, lo dapet surat cinta?" potong Ari asal diiringi senyum menggoda.

Menghirup napas dalam-dalam sambil mengibas kertas tersebut tepat dibibir Ari hingga cowok itu mengaduh kaget.

"Terserah lo Ari."

"Gue serius nanya, ya?"

"Gue duluan, bye!"

Mei bulan JuliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang