Bagian 12. Perasaan lama

13.4K 1.3K 60
                                    

A/N :

UP UP UP

Makasih yang udah nyemangatin dan nunggu cerita yang udah lapuk ini wkwk

Kedepannya ni cerita bakal update tapi ndak rutin. Harap bersabar ya


italic : flasback

.

.

.

Aku menunduk menatap sajian dihadapanku. Tak terpikirkan dalam benakku orang nomor satu di negeri ini berkunjung ke kediamanku. Tak hanya seorang diri, ia juga membawa serta putra keduanya, Edgar.

Raja tampak menikmati makanan yang tersaji, sesekali memuji makanan serta koki yang membuatnya.

Aku menyesal mengikuti kata Lavina, untuk pergi ke ruang makan dan bergabung makan bersama, mengingat kelakuanku katanya agak keterlaluan, padahal menurutku tidak seberapa dibandingkan kelakuan ayah di kehidupanku dulu.

Saat aku bangun tadi pagi, entah bagaimana aku sudah berada di kamar asing. aku yang belum sepenuhnya sadar, seketika berteriak panik. Mengira telah diculik, mengingat terakhir kali sebelum tertidur aku berada di rumah kaca


Ayah masuk dengan raut panik, memandangku cemas dan bertanya apa yang terjadi.

"Aku dimana?"

"Kamar ayah"

ah begitu

Aku memandang ke arah lain. Betapa memalukannya aku, berteriak seperti tadi. Ayah pasti akan memarahiku. Perlakuanku tidak mencerminkan seorang bangsawan.

Darah mengalir di kedua lubang hidung. Karena tak memiliki sapu tangan aku menggunakan ujung lengan untuk membersihkan

"Panggilkan dokter!" Ayah berteriak kepada pelayan di luar

"Tak usah ayah. Ada sapu tangan? aku lupa membawanya" Kataku sambil menutupi hidung dengan baju lenganku

Ayah memandang tak yakin. Aku menghela napas, " Ini sudah sering terjadi. Nanti akan berhenti sendiri"

Setelah itu aku beranjak, bermaksud untuk kembali ke kamar milikku. Sebelum itu tak lupa aku mengatakan terima kasih. Meskipun aku membenci beliau bukan berarti aku jadi tak tahu diri

"Kembali ke kasur. Dokter sebentar lagi datang"

Langkahku berhenti. Tanpa berbalik dan tidak memandang ayah, aku mengatakan, "tidak usah. aku tau kondisi tubuhku. Ayah tak perlu khawatir"

"Kenapa kau keras kepala?!"

Tak kuhiraukan bentakan ayah. Aku tetap membuka pintu dan berjalan keluar. Dari awal aku sudah bilang tidak membutuhkan perhatiannya, lalu kenapa ia marah?

Ayah menggenggam lengan bawahku, membuatku terpaksa berhenti. Pandanganku tetap mengarah ke depan, tak ingin berbalik ataupun bertatapan dengan ayah yang saat ini hanya diam saja.

"Ayah akan menyuruh dokter ke kamarmu"

Setelah itu aku menyentak tanganku yang digenggam dan berjalan cepat menuju kamar.




Kalau tahu begini seharusnya menolak saja. Bahkan sajian didepanku terasa tak berselera.

"Apa makanannya tidak enak?" Ayah memandangku

"Makanannya enak. saya hanya merasa kekenyangan" Aku kembali memasukkan sesendok ke mulut dengan pelan

Second lifeWhere stories live. Discover now