---tigapuluhlima---

498 54 1
                                    

Sore itu Sera memandangi taman belakang rumah sakit dengan seksama. Langit sore hari ini begitu indah, warnanya kekuningan bersemu orange. Sebentar lagi maghrib akan tiba, namun Sera masih mau disini.

Sementara Abi, laki laki itu berdiri tepat di sebelah Sera. Perempuan itu tidak bicara sama sekali pada Abi, hanya diam membisu dengan kedua mata yang mengarah ke arah langit. Ada rasa sesak di dada Abi saat melihat kondisi Sera yang seperti ini, meskipun kondisi Sera tidak seburuk kemarin. Wajahnya pucat pasi, dengan kulit yang sedikit kering. Semenjak sakit, Sera mengalami perubahan fisik yang signifikan. Dari yang awalnya berat badan bertambah karena efek obat obatan, kini tubuhnya mengalami penurunan badan yang sangat drastis.

Kantung mata membesar, kulit yang sedikit keriput serta tulang pipi yang semakin terlihat jelas. Sera sudah sangat tersiksa dengan kondisinya yang seperti sekarang, di tambah perutnya selalu menolak asupan makanan. Juga, Sera sudah tak mampu menopang berat tubuhnya lagi. Beberapa hari lalu Sera bilang pandangannya mulai kabur, ia tidak dapat melihat sesuatu dengan jelas. Bahkan wajah Abi pun kadang kadang tidak terlihat jelas di mata Sera.

Lama memandangi Sera, akhirnya Abi memilih untuk sedikit jongkok di hadapan Sera yang sedang duduk di atas kursi roda. Perlahan Abi memegang kedua tangan Sera, mengelusnya dengan sangat hati hati. Hatinya berdenyut nyeri saat melihat tulang tulang di tangan Sera yang sangat menonjol.

"Udah sore, masuk yuk." Ajak Abi, sorot matanya terlihat sendu saat menatap Sera yang bahkan tidak menoleh ke arahnya.

"Sera?"

"Nanti aja." Kata Sera dengan suara pelan.

"Hey, kamu kenapa? Kok mukanya sedih gitu?" Tanya Abi. Kedua tangan Abi tidak ia lepaskan sama sekali dari genggaman tangan Sera.

"Aku gak apa apa. Malah aku seneng."

"Seneng?"

"Iya, seneng liat langit sore. Kenapa ya aku baru sadar kalau langit itu seindah ini." Lagi, Sera tidak menatap Abi sedikitpun.

Abi merasa genggaman Sera semakin erat. "Tapi aku sedih, kenapa aku baru sadar langit secantik ini saat aku udah gak bisa liat dengan jelas. Kadang fokusnya ada, tapi gak lama hilang lagi."

"Gak apa apa, jangan sedih. Nanti kalau kamu udah sembuh total, kita banyak banyakin liat langit ya sayang. Kan kamu janji sama mas kalau kamu bakalan sembuh, biar abis ini kita bisa jalan jalan ke Switzerland berdua aja." Ujar Abi.

Sera tersenyum tipis, saking tipisnya senyuman itu hampir tidak terlihat. Sekarang netranya memandang ke arah Abi yang masih duduk jongkok di hadapannya. Kemudian Sera tersenyum, kali ini senyuman yang lebih lebar.

"Makasih ya, kamu udah berjuang sampai sejauh ini demi aku." Kedua tangan Sera ia arahkan untuk mengelus wajah Abi.

Abi memegang tangan Sera lalu mengecupnya sekilas. "Iya sayang."

Meskipun Abi sudah mengingatkan Sera agar perempuan itu tidak terus mengucapkan kata Terimakasih, Sera masih tetap melakukannya.

"Aku gak akan capek bilang makasih ke kamu mas. Aku gak pernah tau apa jadinya kalau suamiku bukan kamu, apakah dia akan melakukan hal yang sama seperti yang kamu lakukan. Kamu, laki laki yang selalu bertanggung jawab atas diri aku, lelaki pertama yang bertahan sama aku sampai sejauh ini. Aku— huhh aku gak tau kalau kamu gak pernah hadir di hidup aku. Aku sangat berterimakasih untuk semua upaya yang kamu lakukan. Aku gak pernah bisa ngebayangin gimana cara kamu menanggung semua ini, pasti menerima aku yang sekarang gak semudah itu kan. Aku yang jauh dari sempurna, tapi kamu selalu memberikan aku tatapan yang penuh cinta. Aku sangat bersyukur. " Mati matian Sera menahan tangisnya agar tidak keluar. Sudah cukup selama ini ia terlihat lemah di mata Abi, Sera tidak ingin lagi.

INEFFABLE [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang