---enambelas---

1.5K 192 48
                                    

komen komen jusseyo :)

Ujian hari ketiga di suguhi pelajaran matematika. Aidan yang notabenya sangat teramat membenci matematika serasa tercekik bukan main. Belum lagi dia harus menghadapi guru killer yang kali ini menjadi pengawasnya.

"UHUK UHUK." Aidan menoleh ke arah belakang, memberi kode pada Janu agar meng-over jawaban untuknya.

"Kenapa kamu batuk batuk? Sakit?" Pertanyaan pak Bambang membuat Aidan kembali menegakkan posisi tubuhnya.

"Iya nih pak, lagi batuk saya."

"Pakek masker dong, jangan nyebar virus."

Sialan. Batin Aidan berbicara demikian.

Alhasil Aidan hanya bisa memandang langit langit sambil berpikir, siapa tau dia dapat menemukan referensi jawaban. Sepertinya Aidan harus menjawab jawabannya dengan logika.

"Gak usah belaga kek orang bego anjir Dan, kasih tau gua jawabannya." Bisik Janu dari arah belakang.

"Kalau gua tau juga gua gak akan nanya lu tolol." Ujar Aidan tanpa mengubah posisinya sama sekali.

Aidan sendiri heran kenapa dia tidak bisa mengerjakan soal soal ini. Setidak suka apapun Aidan pada matematika setidaknya akan ada satu atau dua rumus yang menyangkut di otaknya. Tapi hari ini tiba tiba dia lupa.

Sambil memandang langit langit, Aidan berpikir. Kemarin malam Aidan mendengar suara Sera yang menangis dari arah kamar. Lalu tadi pagi Aidan mendapati Sera yang lebih pendiam dari biasanya dengan mata yang membengkak.

"Aidan, ngapain kamu liat ke atas terus. Jangan jangan kamu buat contekan ya di atas." Tuduh pak Bambang.

"Astagfirullah pak, yakali saya buat contekan di atas." Aidan mengusap dadanya, biasa biasanya pak Bambang beranggapan seperti itu.

"Cepat selesaikan. Waktunya 10 menit lagi."

Mendengar itu Aidan segera menyelesaikan soalnya. Walaupun tidak tahu jawabannya benar atau salah, soalnya Aidan hanya menggunakan insting.

----

Widya berjalan ke arah parkiran, lalu tidak sengaja menemukan Sean yang sedang bersandar di motornya. Seperti sedang menunggu seseorang.

"Kak Sean udah mau pulang?" Tanya Widya sambil menghampiri Sean.

"Iya, mau bareng?"

Widya menatap Sean sedikit ragu. "Boleh emangnya?"

"Boleh kok." Sean tersenyum tipis.

"Sean!"

Sean menoleh lalu menemukan Maurin berjalan ke arahnya. Kedua tangannya meremat ujung tas, serta pandangan lurus menghadap Sean.

"Kenapa?"

Maurin menatap Widya yang berada di sebelah Sean. Ada rasa cemburu saat melihat Widya yang akhir akhir ini selalu berada di sebelah Sean.

"Itu, supir gue gak bisa jemput hari ini. Lo mau anterin gue pulang gak?" Wajah perempuan itu terlihat pucat dan berkeringat. Bahkan saking pucat nya hampir terlihat seperti orang yang tidak memiliki darah.

"Gua sibuk." Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir Sean.

"Gue mohon. Badan gue lemes banget." Ujar Maurin sambil memegangi dadanya yang mulai terasa nyeri.

INEFFABLE [Completed] Where stories live. Discover now