Setelah selesai mencuci tangan Zaina, Zayden beralih menggelap tangan lembut itu dengan tissue.

"Kak Zayden jangan begini," lirih Zaina.

Mendengar itu gerakan Zayden pun terhenti. Ia menatap Zaina yang sekarang jaraknya lebih dekat.

"Kenapa?"

"Jantung aku lemah kalo diginiin," jawab Zaina menunduk.

"Kamu sakit jan--"

"Kak Zayden pasti paham, jangan jailin aku, ya," potong Zaina cepat.

Zayden tertawa. Setelah itu ia kembali mengelap tangan Zaina hingga selesai.

"Sekarang lanjut makan," ajak Zayden.

"Kalo gitu kenapa kamu cuci tang—um, Kuk!"

Zayden langsung tertawa saat satu suapan dari tangannya lolos masuk ke dalam mulut Zaina.

Mulut gadis itu terlihat mengembung karena satu suapan dari Zayden cukup banyak.

"Lucu," puji Zayden. Mata Zaina mendelik.  Hal itu justru membuatnya semakin menggemaskan di mata Zayden.

Setelah berhasil menghabiskan makanan di mulutnya, Zaina langsung minum. Kemudian ia melihat ke arah Zayden dengan wajah menekuk.

"Kalo aku keselek gimana?" tanyanya dengan nada memprotes.

"Nggak akan, buktinya enggak, tuh," jawab Zayden.

"Kak Zayden." Zaina semakin kesal.

"Ay, nggak baik, loh, seorang istri menekuk wajahnya di depan suami. Seorang istri itu harusnya kasih senyuman yang manis untuk suami, biar suaminya adem liatnya,"  ledek Zayden.

Zaina menarik napas panjang, lalu ia hembuskan secara perlahan. Gadis itu langsung menerbitkan senyuman manisnya.

"Tambah cantik," puji Zayden.

Zaina masih mempertahankan senyumannya walau kekesalan masih menguasainya.

"Makan lagi, ayo buka mulutnya," suruh Zayden.

"Kak Zayden nggak jijik nyuapin aku pake tangan langsung?" tanya Zaina memastikan.

Zayden menggeleng. Tangannya kembali menyodorkan satu suap nasi ke arah Zaina. Dengan ragu Zaina membuka mulutnya.

Suapan kedua mendarat dengan baik ke dalam mulut gadis itu.

"Kok nasinya aja? Sambelnya mana?" tanya Zaina saat merasakan nasi di mulutnya tidak ada kombinasi rasa selain rasa nasi.

"Nggak usah, sambelnya terlalu pedas dan ikannya kamu nggak mau. Jadi, cukup nasinya aja," jawab Zayden.

"Kak Zayden pelit, dikit aja sambelnya," pinta Zaina sedikit merengek.

"Enggak, Ayana. Hanya nasi atau mau saya campur sama sayurnya?"

Dengan cepat Zaina menggeleng.

"Kak Zayden sendiri dulu yang bilang, sayur itu kayak makanan kambing," ujar Zaina.

Zayden langsung mengerutkan alisnya.

"Kapan saya ngomong begitu? Perasaan nggak pernah," ucapnya.

"Aku nggak betah di sini, masakannya nggak enak. Soalnya kayak rumput disayur, makanya aku minta makanan yang dari ndalem, pasti enak, 'kan?"

Zaina tertawa setelah mencontohkan ucapan Zayden di beberapa tahun yang lalu. Kala itu Zayden meminta tolong kepada Zaina untuk mengambilkan nasi di ndalem untuknya. Perihal itu terjadi karena Zayden tidak betah di pesantren karena masakannya yang menurutnya seperti rumput disayur.

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Where stories live. Discover now