51 || Tenggelam Menggenggam Rasa

17.3K 2.1K 1.4K
                                    

Assalamualaikum haiiii👋

Bagus sekali sayangkuuuu semua💋 Vote nya tembus lebih cepat dari yang sebelumnya. Terbukti kalo siders berkurang, target tembus lebih cepat, update pun dipercepat.

VOTE LAGI POKONYA VOTEE😄

.
.
.
.

Zayden masuk ke dalam rumah Elvano yang sudah didatangi oleh banyak orang yang bertakziah.

Suasana macam apa ini?

Zayden dejavu dengan suasana ini. Suasana duka yang mendalam. Sama seperti ketika Dylan meninggal dulu. Dan sekarang kepergian gadis kecil menggemaskan kesayangan semua orang.

Zayden duduk di samping Alif—adik kandungnya Alara. Remaja yang sama saat memergokinya dulu ketika menyelinap ke pesantren secara diam-diam.

Alif menunduk dalam. Siapapun akan tau bahwa remaja itu tengah berusaha menahan tangisnya.

Zayden menepuk pundak Alif, remaja itu pun langsung menoleh.

"Bang Zayden ...."

"Kita belajar untuk mengikhlaskan Kia, ya," ucap Zayden.

"Alif belum sempat ketemu sama Kia lagi, Bang. Alif punya janji sama Kia kalo kita bakal main sepuasnya waktu Alif udah liburan, t-tapi Kia pergi duluan."

"Allah lebih sayang Kia... dan sekarang penyakit itu nggak akan lagi menggerogoti tubuh mungil Kia," balas Zayden.

Alif kembali menunduk.

Zayden melihat dari kejauhan di mana Elvano sedang menenangkan Alara yang terus menangis. Tubuh mungil Kia sudah berada di tengah-tengah mereka semua dengan ditutupi kain kafan.

"Nak, istighfar...." Maria—ibunya Alara menegur putrinya yang terus terisak.

"Kita nggak boleh terlalu meratapi kepergian seseorang. Kia milik Allah dan akan kembali pada Allah. Bukan hanya Kia, tapi kita semua akan kembali pada Allah. Hanya menunggu waktunya, Nak ...."

Maria menghapus air mata putrinya, lalu melanjutkan perkataannya, "Di dunia ini kita hanya numpang sejenak, Sayang. Jangan terlena dengan kebahagiaan maupun kesedihan di tempat hukuman bagi Nabi Adam ini."

Alara menoleh ke arah bundanya yang berada di samping kirinya. Wanita itu langsung memeluk orang yang sudah melahirkannya itu.

"Alara tau, tapi ini menyakitkan, Bunda. Ala kehilangan Kia," ucap Alara di sela isaknya.

"Bukan kehilangan. Kia nggak hilang, Kia selalu ada di hati kamu," tutur Maria.

Zayden hanya diam. Tidak dengan isi kepalanya yang berkecamuk.

Raganya di sini, tapi pikirannya mengarah pada Zaina di rumah.

Apa yang sedang istrinya itu lakukan? Zaina pasti merasa gelisah, pikir Zayden.

Seseorang mengagetkan Zayden dengan menepuk pundaknya. Ternyata Galih sudah berada di sampingnya.

"Apa yang lo rasain sekarang?" tanya Galih. Pertanyaan ambigu itu menimbulkan tanda tanya di mata Zayden.

"Yang lo rasain sekarang apa?" Galih mengulang pertanyaannya.

"Campur aduk," jawab Zayden.

"Gue harap lo nggak ngulangin kesalahan yang Elvano perbuat di 4 tahun yang lalu, Zay. Lo paham, kan, maksud gue?"

Zayden diam.

"Nggak hanya introspeksi dulu sebelum mengoreksi, tapi selesai mengoreksi juga perlu berintrospeksi."

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang