19 || Kesepakatan

42.6K 5.6K 2.6K
                                    

Assalamualaikum semuanya.

.
.
.

»S E L A M A T   M E M B A C A«

"Boleh saya peluk sejenak?"

Zaina langsung mendongak dengan mata mengerjap.

"Apa?" beonya.

"Boleh saya peluk?"

"Hm--"

"Sebentar aja. Kalo nggak boleh, nggak pa-pa. Saya nggak akan maksa kamu," potong Zayden.

"Siapa bilang nggak boleh? Boleh, kok. P-peluk aja, Zaina nggak pa-pa," balas Zaina tergagap.

"Ayana," koreksi Zayden.

"Iya, maksudnya Ayana boleh," balas Zaina mengulum senyum malu.

"Boleh apa?"

"Boleh peluk," jawab Zaina. Ia memutar bola matanya ke sembarang arah untuk menghindari kontak mata dengan mata kelam milik Zayden.

Sudut bibir Zayden terangkat. Dengan gerakan kaku ia maju dan mendekap gadis yang sekarang sudah berstatus menjadi istrinya.

Dagu Zayden bersandar pada bahu Zaina. Tangan kanannya berada di sisi kepala Zaina, sedangkan tangan kirinya bertengger di pinggang Zaina.

Mata Zayden terpejam menikmati momen itu. Momen yang pertama kali ia rasakan. Nyaman, kata itu yang mampu mendefinisikan perasaan Zayden saat ini. Rasanya Zayden tidak ingin melepas, ia ingin berlama-lama mendekap gadisnya. Namun, permintaannya hanya sejenak.

Sedangkan Zaina, gadis itu memejamkan matanya kuat. Tanpa Zayden sadari, tangan gadis itu gemetar hebat. Ia berusaha untuk biasa-biasa saja, sebisa mungkin ia membuat Zayden tidak curiga dengan bahasa tubuhnya yang kaku.

"Jangan begini, Zaina. Kamu harus lawan, kamu harus terbiasa, laki-laki ini suami kamu," batin Zaina meyakinkan dirinya.

"Ayana, saya nyaman."

Zaina tidak lagi mempedulikan perkataan Zayden. Ia hanya fokus untuk mengendalikan tubuhnya, jangan sampai ia menolak Zayden.

Karena tidak mendapat jawaban dari Zaina, Zayden pun segera melepaskan dekapannya.

"Maaf," ucap Zayden.

Zaina membuka matanya dan mengerjap berkali-kali. Tangannya segera ia sembunyikan ke belakang tubuhnya. Kemudian ia tersenyum.

"Enggak apa-apa," jawab Zaina.

Sebenarnya Zayden ingin bertanya sesuatu, tapi ia urungkan. Ia merasa ada yang aneh dengan gelagat Zaina setelah ia peluk.

"Ayo, Kak, kita keluar. Semuanya pasti udah nunggu," ujar Zaina.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Zayden.

"Zaina—eh, Ayana?" tanya Zaina menunjuk dirinya sendiri. Zayden mengangguk. "Enggak kenapa-napa, kok," jawab Zaina. Sebenarnya ia takut berbohong, tapi demi kebaikan ia terpaksa berbohong.

"Kalo kamu nggak nyaman dengan nama Ayana, pakai Zaina aja. Saya akan belajar panggil kamu Zaina," ujar Zayden.

Zaina menggeleng. "Aku suka saat kamu panggil aku Ayana, suka banget malah," jawab Zaina. Hal itu juga karena membuatnya teringat masa-masa dulu. Masa di mana ia dan Zayden sering melakukan barter antara nasi dan coklat. Mungkin nanti saat ia sudah jujur kepada Zayden, Zaina akan menceritakan banyak hal tentang mereka dulu. Tidak sadar ia tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan kiri.

Melihat itu alis Zayden tertaut. Tak urung ia juga ikut terkekeh. Pertama kali ia melihat Zaina tertawa kecil. Menurutnya sangat manis. Gelagat gadis itu selalu berhasil menarik perhatiannya.

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang