59 || Bedug Atau Hadroh?

8.6K 937 1K
                                    

ASSALAMU'ALAIKUM!
(bacanya jangan ngegaaaas, tapi jawabnya harus ngegas di komentar)

Lupa alur? Baca ulang—‼️

.
.
.

“Sedekat ini....” Cia memberi jarak antara dirinya dan Zaina. “Pernah sedekat ini juga.”

Deg

Napas Zaina berhenti ketika Cia memeluknya. Itu tandanya Zayden dan Aurita?

"P-pelukan?" tanya Zaina untuk memastikan. Cia langsung mengangguk, tapi kemudian menggelang.

"Om Zay dorong Mama," jelas Cia.

Ibarat seperti ada yang memberikan Zaina air minum setelah ia menahan dahaga selama beberapa hari. Rasanya sungguh lega.

"Cia jangan pernah berbohong, ya? Karena berbohong itu nggak baik. Allah nggak suka kita berbohong, apalagi anak semanis kamu," ucap Zaina membalas pelukan Cia yang memang belum melepaskan pelukannya.

"Cia ndak pernah bohong, Kakak."

"Anak pinter," puji Zaina.

Sudah hampir semenit Cia masih memeluk Zaina erat. Hal itu membuat Zaina merasa heran.

"Cia kenapa, Nak?"

Cia tidak menjawab, hanya respons gelengan kepala yang anak itu berikan.

Pada saat itu pula Zayden datang dengan wajah segar setelah mandi. Ia tersenyum melihat Zaina yang dipeluk erat oleh Cia.

Menyadari kehadiran Zayden, Zaina segera memberi kode meminta bantuan.

"Cia, peluk Kakak nanti lagi, ya. Sekarang dua perempuan cantik ini harus mandi. Lihat itu baju kalian pada kotor," ujar Zayden.

Ketika mendengar suara Zayden, barulah Cia melepaskan Zaina. Wajah anak itu terlihat murung.

"Cia kenapa, Sayang? Kakak salah ngomongnya, ya, tadi?" Zaina bertanya. Cukup takut jika nanti Cia menangis dan dia akan disalahkan.

"Cia mau peluk Mama," lirih anak kecil itu. Bibirnya melengkung ke bawah menunjukkan betapa ia ingin memeluk Aurita—Mamanya.

Sekarang Zaina paham.

"Cia boleh peluk Kakak lagi," ungkap Zaina mempersilahkan. Namun, Cia menolak dengan gelengan kepala.

"Loh, kenapa?" tanya Zayden.

"Ini Kakak Cantik, bukan Mama."

Zayden segera mengangkat tubuh mungil Cia. Terlalu pintar berbicara untuk anak seumurannya. Mendiang Kia memang lebih aktif, dan Cia terlihat kalem tapi lebih banyak bicaranya.

"Cia belum pernah dipeluk Mama?"

Cia menggeleng.

"Papa Cia—"

"Ay," tegur Zayden.

"Maaf," ucap Zaina. Ia membatalkan niatnya bertanya. Memang salah dirinya, tidak sepantasnya ia bertanya tentang kedua orang tua Cia. Di sisi lain Zaina ingin tahu, di mana Ayah Cia?

"Cia, ingat pesan Om? Kalau main ke rumah Om syaratnya apa?"

Cia menggeleng lucu.

"Nggak boleh sedih. Di sini Cia harus bahagia," peringat Zayden. "Sekarang Cia masuk dulu, ya, nanti Om sama Kakak nyusul," lanjut Zayden.

Cia mengangguk, kemudian Zayden menurunkan anak itu.

Cia langsung berlari masuk ke dalam rumah.

Setelah anak itu pergi, Zaina langsung menatap Zayden dengan lekat. Zayden sampai heran ditatap aneh oleh Zaina.

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang