Chapter 38

601 22 0
                                    

Sudah hampir empat bulan Kevin menjalani kehidupan barunya sebagai suami dan calon ayah. Walaupun secara tekhnik dia sudah berperan sebagai ayah untuk Gilang dan Rara dengan mengantarkan kedua anak itu ke sekolah, bermain dan menemani Audrey ke dokter kandungan atau kemanapun gadis itu menginginkannya menemaninya pergi. Walaupun mereka tidak satu kamar tetapi Audrey harus mengakui kalau dia menikmati kehadiran lelaki itu dirumahnya. Beberapa malam Audrey meminta Kevin untuk menemaninya tidur, entah karena bawaan hamil atau karena dirinya yang memang menginginkannya, Audrey tak bisa memastikannya namun suatu pagi dirinya terkejut saat terbangun sedang memeluk lelaki itu. Kevin sendiri sebenarnya sudah terbangun dan bersiap-siap untuk bekerja namun melihat gadis itu sangat pulas diapun kembali berpura-pura tidur. 

Hari demi hari hidup bersama gadis itu membuat Kevin mau tak mau menguburkan impiannya untuk mengambil master di London. Perannya kini memiliki tanggung jawab bukan hanya pada kehamilan Audrey namun juga kepada Gilang dan Rara. 

"Ternyata bisa juga lo jadi bapak." Ujar Tedi disaat makan siang yang juga dihadiri oleh Ray dan Ari. Pertemuan per triwulan ini sengaja dibuat demi hobi yang mereka jalani. Meskipun ini bukan yang pertama kalinya bertemu dengan Tedi karena lelaki itu sering mengontaknya saat kerumah Ema, tetapi Ari dan Ray keduanya sudah jarang sekali bertemu semenjak mereka lulus kuliah. 

Kevin tersenyum mendengar itu. Ketiga sahabatnya sudah mengetahui tentang pernikahan mereka dan kesibukan Kevin sebagai ayah mengurus dua anak dan ibu hamil. "Seandainya gua bisa undang kalian kerumah. Gilang sama Rara lucu banget. Kalian pasti suka sama mereka." 

"Gak usah khawatir bro. Yang penting kalian sehat dan baik-baik aja. Kejadian ini pasti ada hikmahnya. Buktinya lo nikah sama dia. Iya kan?" Ray menimpalinya tersenyum. Sejujurnya ia senang dengan kejadian Audrey hilang memori, lelaki itu tidak jadi ke London. Dia selalu mengharapkan untuk membangun bisnis bersama dengan sahabatnya. Mungkin inilah kesempatannya untuk mengutarakan ide bisnis itu ke anak sang menteri. 

Mendengar ide Ray, Kevin hanya manggut-manggut. "Gua suka ide lo. Yang lain gimana?" Tedi dan Ari keduanya hanya saling pandang lalu mengangkat bahu mereka. "Why not? Let's try it guys."  Hari itu juga kesepakatan membuat perusahaan web development disahkan. 

Hari ini adalah perayaan tujuh bulan kehamilan Audrey dengan mengundang beberapa warga sekitar. Kesibukan dirumah mulai terlihat sejak dini pagi. Dua hari sebelumnya Kevin mengutarakan niatnya untuk mengundang keluarga mereka. Meskipun dia ragu gadis itu akan menyetujuinya. 

"Drey, apa sebaiknya kita undang keluarga kita untuk acara tujuh bulan?" Katanya dengan raut  memohon. Audrey memandang lelaki itu sesaat, dia mengerti apa yang dirasakan oleh lelaki itu. Tak mudah bagi pasangan yang menikah muda untuk menghadapi kelahiran anak pertama. 

"Kamu mau undang mereka?" 

Kevin mengangguk. "Aku mau mereka datang kalau kamu juga mau mereka datang." 

Audrey diam sesaat. Dia tak ingin mereka datang tapi rasanya tak adil jika dia harus menjauhkan lelaki itu dari keluarganya, bagaimanapun juga bayi ini adalah cucu mereka. "Ya, mereka boleh datang." 

Lelaki itu langsung tersenyum lebar dan dengan antusias ia mencium pipi gadis itu. "Thank you!" Audrey terkejut dengan tindakan lelaki itu namun akhirnya ia tersenyum juga. 

Kevin segera menelepon mamanya kemudian kedua orang tua Audrey lalu Ema. Semua orang menyambut kabar itu dengan gembira, akhirnya hati gadis itu luluh juga untuk menerima keluarganya sendiri dan tentunya semua ini karena usaha keras Kevin yang sudah begitu sabarnya mengikuti kemana gadis itu pergi. Sejak Kevin memberitahu bahwa dia menemukan Audrey dihotel, mereka bersemangat ingin segera menemui gadis itu namun Kevin melarangnya, dia tak yakin saat itu Audrey mau bertemu keluarganya sendiri. Lelaki itu akhirnya menyusun rencana untuk masuk dalam kehidupan Audrey yang baru. 

Keluarga Audrey dan Kevin datang pada waktu yang bersamaan diperayaan tujuh bulan. Ema langsung memeluk adiknya begitu melihat gadis itu. Airmatanya bercucuran saat merangkul adik kesayangannya, betapa ia merindukan gadis itu semenjak meninggalkan rumah. Kalau bukan karena Kevin yang menahannya, ia pasti sudah mengunjunginya. Setiap kali lelaki itu menceritakan tentang adiknya, mami dan dirinya selalu menangis, apalagi saat tahu bahwa mereka akan menikah. Bahkan Heri membuatkan khusus gaun pengantin untuk Audrey, tapi lagi-lagi Kevin menyarankan semua orang untuk tetap diam ditempat mereka masing-masing. Audrey tak boleh tahu kalau lelaki itu memberikan informasi setiap harinya kepada keluarganya. 

"Gimana keadaan kamu dan baby kamu Drey?" Tanya Ema. 

Audrey mengangguk tersenyum. "Mau liat kamar babynya?" Tanya Audrey. Ema menghapus airmatanya dipipinya, ia tersenyum dan mengangguk cepat. Mereka berdua ke lantai atas menuju kamar bayi. Dinding kamar itu berwarna merah muda dengan lukisan bunga yang baru setengah selesai. 

"Siapa yang ngelukis dinding ini?" Tanya Ema. Audrey hanya tersenyum. 

"Kamu yang lukis?" Tanya wanita itu lagi dengan mata terbelalak tak percaya. Ia tahu adiknya sangat lihai dengan komputer tapi ia tak pernah tahu kalau gadis itu bisa melukis juga.

Apa mungkin karaternya yang baru merubah bakatnya? Batin Ema.

"Aku nggak nyangka kamu jago ngelukis." Ujar Ema. 

Audrey memandang wanita itu lalu berkata. "Apa aku nggak pernah ngelukis sebelumnya?" 

Ema menoleh dan tersenyum. "Kamu kutu buku, sukanya baca buku sama hal-hal yang berbau komputer." 

Audrey tersenyum mendengar ucapan wanita itu. Kemudian dia memberikan alat lukis ketangan Ema. "Bantuin aku selesain lukisan ini." 

"Hah? Aku nggak bisa lukis." 

"Who cares. Lukis apa saja yang kamu bisa." 

Ema tersenyum lalu mulai menyapu kuasnya didinding putih itu dengan merangkai kata: I LOVE YOU.

"Sudah tahu mau dikasih nama siapa anak kamu?" 

"Ada ide?" 

Ema berpikir sesaat. "Molly?" 

Audrey tersenyum. "It's a very beautiful name." 

Ema terkejut mendengar betapa fasihnya aksen bahasa inggris adiknya, persis sebelum dia kehilangan memorinya. Lalu ia menambahkan kata Molly pada kalimat terakhir didinding. Audrey menoleh dan tersenyum saat membacanya. 

* * *

Didalam kamarnya Ema mengingat kembali percakapannya dengan Kevin tentang perceraian pernikahan mereka setelah bayi itu lahir. Ia tak percaya adiknya akan sedingin itu mengajak seorang lelaki menikah dan bercerai. Diapun menyarankan Kevin untuk membuat adiknya jatuh cinta kepadanya sesegera mungkin sebelum perceraian itu terjadi. 

"Emang buat orang jatuh cinta itu segampang nyari alamat di google?" Saut Kevin. Ema hanya mencibir saat mendengar ucapan lelaki itu. 

"Tedi aja yang paketnya nggak lengkap kayak kamu bisa buat aku jatuh cinta sama dia, masa kamu nggak bisa bikin dia jatuh cinta." 

"Paket? Paket apaan, paket data?" Kevin tertawa lebar mendengar kalimat yang keluar dari mulut Ema.

Semudah itukah membuat orang jatuh cinta? Pikir lelaki itu.

"Pokoknya kamu harus buat dia jatuh cinta sama kamu. Titik." Tegas Ema.

Ema meraih ponselnya lalu mencari nomor ponsel Audrey. Setidaknya gadis itu mau memberikan nomor ponselnya jadi dia bisa menghubunginya kapan saja. Dia mengambil foto Rocky yang sedang berbaring tidur dilantai lalu mengirimkannya ke Audrey dengan sebuah pesan. 

Ema: He misses you so much.

Audrey: Maybe I'll see him someday.

Ema terkejut membaca pesan itu lalu dia membalas dengan memberikan emoji hati dan ciuman.

Cepatlah kembali Drey. Batin Ema.


* * *


BROKEN DREAMSWhere stories live. Discover now