Chapter 3

2.4K 86 4
                                    

Tak ada satu makhluk diplanet bumi ini yang menyukai hari Senin, tak terkecuali Audrey. Kecuali kalau itu adalah hari gajian. Sayangnya, hari ini bukanlah hari gajian apalagi hari ulang tahunnya. Senin pagi ini ia terpaksa harus berangkat sekolah dan tanpa digaji pula.

"Seharusnya hari Senin itu nggak ada dikalender nasional. Terutama dikalender penduduk Jakarta!" Gerutu Audrey sambil lagi-lagi mengecek ponselnya.

"Maaf non, nunggu lama. Macet non." Keluh si supir ojol. Audrey hampir saja protes tapi ia mengurungkannya. Tentu saja macet. Alasan apalagi selain itu? Tanpa menunggu lama lagi, Audrey langsung naik kebelakang motor.

Seharusnya hanya butuh waktu sepuluh menit dari rumah ke sekolahnya. Tetapi walau dia sudah menggunakan gojek motor tetap saja waktu sepuluh menit itu hanya ilusi dari google map.

Tepat waktu itu tidak ada didalam kamus penduduk kota Jakarta. Kota dimana semua orang terburu-buru. Ditambah lagi temperamen yang buruk dari pengendara, jalananpun menjadi terlihat seperti kebun binatang. Bahkan kebun binatang nampak lebih teratur dan baik ketimbang lalu lintas dikota metropolitan ini. Ia tak pernah mengerti kenapa papi memilih kota ini untuk hidup. Rasanya ia ingin menjerit dan menangis membayangkan masa remajanya dihabiskan kota sumpek ini.

Setelah tigapuluh menit bertarung dalam polusi dan kemacetan, akhirnya Audrey tiba juga di sekolah. Jika dia sudah sekesal ini dengan menggunakan gojek motor maka dia tak bisa membayangkan kekesalan supir pribadi kawan disekolahnya yang harus mengantar mereka dalam mega kemacetan dikota ini.

Setibanya didepan gerbang sekolah beberapa satpam tersenyum menyapanya. "Pagi non."

Audrey menoleh tersenyum dan membalasnya. "Pagi pak."

Sejauh ini hanya dirinya yang kerap menggunakan gojek. Dia belum pernah melihat murid lain disekolah bertaraf internasional itu menggunakan transport umum. Mungkin ada beberapa tetapi dia belum pernah menyaksikannya sendiri selama tiga bulan sekolah disini. Tak heran jika beberapa satpam sering menatapnya curiga, apalagi Audrey berpenampilan serampangan dan tidak mewakili anak dari keluarga tajir. Walaupun dia tak pernah menganggap dirinya dari keluarga tajir namun konon yang bersekolah disini adalah anak dari keluarga yang memiliki lebih banyak dolar ketimbang rupiah. Audrey hampir saja tersedak saat mendengar rumor itu.

Audrey melangkahkan kakinya kedalam ruang kelas yang sudah ramai. Seperti biasanya, keramaian itu terbagi selalu dalam beberapa grup. Senin pagi adalah waktunya berguncing tentang kencan mereka dimalam minggu. Guncingan yang sebenarnya membosankan tapi diam-diam Audrey menikmatinya. Apalagi siswi yang membeberkan kencan panas mereka dihotel. Tak jarang dia pura-pura membaca buku tetapi pendengarannya fokus pada percakapan mereka.

Para murid yang berstatus jomblo biasanya akan membicarakan si aktor panas Michele Morrone di seri terbarunya. Murid yang mengencani teman sekelas akan memamerkan keromantisan dengan berciuman dan berpelukan didepannya. Audrey terpaksa harus menahan panasnya telinga dan mata. Begitulah tipikal hari Senin disekolah berdolar ini. Tak ada satupun yang serius belajar disekolah ini. Hanya dirinya yang sudi membuka buku dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Mungkin ada beberapa murid lainnya tapi ia belum pernah bertemu satupun. Kecuali Leo, sahabat barunya.

Rumor tentang murid yang melakukan hubungan intim di toilet sudah bukan sebuah rahasia lagi. Audrey secara tak sengaja menyaksikan sepasang murid sedang berciuman ditoilet dengan pakaian yang sudah setengah terbuka. Dia tak melaporkan itu ke guru atau menceritakannya kepada siapapun, Audrey tak peduli. Bukan tugasnya untuk mengawasi para murid. Dan entah siapa lagi yang pernah menyaksikannya, karena konon beberapa satpam dan tukang bersih disekolah sering menyaksikan adegan dewasa itu.

Sedang asiknya mendengarkan percakapan panas para siswi, sebuah tangan menyentuh pundaknya dari belakang. Audrey menoleh, seorang lelaki blasteran berdarah Indonesia-perancis itu tersenyum.

BROKEN DREAMSWhere stories live. Discover now