Chapter 41

602 18 0
                                    

Didalam kamar Kevin tak bisa memejamkan matanya sedikitpun. Ia melirik ke jam beker disamping tidurnya, waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi. Kevin melangkah keluar kamarn namun saat melewati ruang tamu lelaki itu terkejut melihat Audrey yang tertidur disofa. Ia menghampirinya lalu membangunkan gadis itu.

"Drey." Panggilnya dengan suara pelan sambil menyentuh lengan gadis itu. Gadis itu tak bergerak sedikitpun, Kevin memanggil namanya lagi. Kali ini gadis itu menggeliat tapi tak membuka matanya. Sesaat ia ragu namun akhirnya ia mengangkat tubuh Audrey yang masih tertidur pulas dan membawanya kekamar. 

Kevin berhenti didepan pintu kamar, lelaki itu merenung sesaat kemudian mengurungkan niatnya untuk masuk kedalam kamar dimana Rara sedang tidur. Dia menuju kamar tidurnya dan meletakkan tubuh Audrey ditempat tidur.

Baru saja ia membaringkan tubuh gadis itu dikasur, Audrey terbangun. Gadis itu menatapnya. "Kevin, aku mau mun ..." Seketika itu juga Audrey mengeluarkan isi makanan diperutnya. Lelaki itu mengeluh melihat muntahan Audrey mengenai pakaiannya, seprai dan lantai. 

"Bikin kerjaan aja nih anak." Gerutu Kevin sambil membuka seluruh pakaian gadis itu. 

Akhirnya lelaki itu menghabiskan sisa malamnya dengan membersihkan muntahan kemudian ia memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaan dikomputernya.

Audrey membuka matanya dan memandang sekeliling kamar yang ia tak kenali itu. Gadis itu terkejut saat menyadari tubuhnya hanya memakai celana dalam. Tak jauh dari tempat tidurnya Kevin terlihat sedang serius didepan komputer. Gadis itu mengernyitkan dahinya. 

"Kevin?" 

Lelaki itu menoleh sesaat. "Hey." Lalu mengalihkan pandangannya ke komputer lagi. 

Sialan. Gerutu Audrey. 

"Kenapa aku disini?" Tanyanya sambil menutup tubuhnya dengan selimut.

Apa gua abis make love sama dia?

Kevin menoleh dan menatap gadis itu dengan kesal. "Kamu mabuk dan ketiduran disofa terus muntah ditempat tidur."

Lalu kembali menatap kekomputernya. Padahal dia sudah Tak Bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya lagi namun aksinya itu hanya ingin mengalihkan kekesalannya pada gadis yang hanya memakai celana dalam dibalik selimutnya.

Shit, really? Ya ampun malu-maluin banget gua. Terus yang bukain baju gua siapa? Dia? Oh my god! Audrey menutup wajahnya dengan selimut.

"Sorry." Katanya dengan tersipu. 

Mendengar itu Kevin melepaskan tangannya dari keyboard komputer, dia beranjak dari kursi dan menghampiri gadis itu. 

"Kamu mandi dulu sebelum Rara bangun. Kamu bisa pake baju aku untuk sementara. Baju kamu sudah nggak bisa karena terlalu banyak muntahan jadi aku buang ditempat sampah. Aku langsung antar kamu pulang habis sarapan." 

Audrey terdiam mendengar ucapan lelaki yang nadanya terdengar sedang kesal. Kevin berjalan kekamar mandi lalu keluar dengan membawa handuk ditangannya. Audrey meraih handuk itu dan lelaki itu memalingkan wajahnya saat gadis itu membalut tubuhnya dengan handuk. Audrey beranjak dari tempat tidur kemudian melangkah memasuki kamar mandi. Kevin menghela napas saat gadis itu menghilang dari pandangannya. 

Saat Audrey keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk. Lelaki itu berdiri dengan pakaian ditangannya. "Kamu pakai ini dulu untuk sementara." 

"Thanks." Katanya seraya menundukkan wajahnya. Ia merasa terlalu malu untuk menatap lelaki itu. Baru saja lelaki itu mau berlalu, Audrey memanggilnya.  

"Kevin." 

Lelaki itu menoleh dan tanpa disangkanya Audrey menghampirinya dan memeluknya. "Thank you." Dia hanya terdiam kemudian gadis itu melepaskan pelukannya dan berlalu dari hadapannya menuju kamar mandi. 

Rasa pengar dari alkohol tadi malam membuat Audrey kehilangan sembilanpuluh lima persen tenaganya. Ia merasa pernah mengalami ini sebelumnya tapi tak bisa mengingat sepenuhnya, kapan, dimana dan dengan siapa. Kevin mengantarkan mereka pulang kerumah sebelum makan siang. Tak ada yang mereka bicarakan selama didalam mobil. Kalau Kevin menyebutnya nama Audrey itupun hanya seperlunya kalau lelaki itu sedang bicara ke Rara. Audrey merasa tidak dipedulikan oleh lelaki itu dan itu membuatnya kecewa.

"Rara sama kak Audrey mau tinggal sama kakak Kevin." Kalimat itu membuat Audrey terkejut. Kevin tersenyum mendengar ucapan gadis kecil itu. "Kak Audrey harus selesain sekolahnya dulu  ..." 

"Kakak Kevin masih marah sama kak Audrey?" Rara memotong ucapan lelaki itu. Audrey terperangah mendengarnya. Astagah nih Rara, nanti dikira gua yang ngajarin lagi.

Kevin tersenyum lalu mengangkat tubuh kecil itu dan menggendongnya. "Siapa yang bilang kakak Kevin marah?" 

Rara bersungut. "Kakak Kevin nggak mau ngomong sama kak Audrey." 

Kevin menoleh ke arah Audrey lalu menghampiri dan merangkul bahunya. Gadis itu sedikit gugup saat lelaki itu mendekapnya dalam tubuhnya yang atletis itu. Seketika itu juga Rara tersenyum melihat keduanya tersenyum. 

"Jadi Rara sama kak Audrey boleh ya tinggal sama kakak?" 

Kevin menghela napas. "Kalau Rara sama kak Audrey tinggal disini nanti kasian oma sama opa. Rocky sedih nanti ditinggal sendiri, nenek sama kakak gilang juga. Kakak Ema nanti nggak ada yang jagain." 

"Kakak ema kan sudah besar. Kok dijagain?" 

Ya ampun anak ini. Batin Audrey. Dia langsung mengambil Rara dari gendongan lelaki itu. "Ayo Rara, kak Kevin mau kerja dulu jangan diganggu." 

Rara bersungut. "Kakak jahat!" Gadis kecil itu memberontak dari gendongan, Audrey mau tak mau melepaskan tubuhnya lalu ia berlari meninggalkan keduanya. 

"Aku aja yang ngomong." Ujar Kevin menghentikan Audrey yang ingin mengejar gadis kecil itu.

* * * 

Membesarkan seekor anjing saja tidak mudah, banyak tanggung jawab dan komitmen yang harus dilakukan, apalagi membesarkan seorang anak manusia. Bukan hanya satu anak tetapi dua sekaligus, Rara dan Gilang. Apalagi diusianya yang masih remaja, kini Audrey tak yakin apakah ia bisa menjadi orang tua yang baik bagi Rara dan Gilang. Dia tak memiliki kesabaran seperti papi dan maminya yang masih mau mengurusi dirinya yang kehilangan ingatan, ditambah tiga orang yang tak dikenalnya. 

"Wajar kalau Rara bingung kenapa kalian nggak tinggal bersama lagi. Dimata Rara kalian itu seperti orang tuanya." Ujar papi melihat anak gadisnya yang sepertinya sedang tertekan. 

"Makanya menikah itu bukan buat permainan Drey. Hari ini menikah besok bercerai apalagi kalau sudah punya anak. Dampak perpisahan itu bisa berakibat tidak bagus buat psikologis anak." Tambah mami. 

Papi memberikan isyarat ke mami untuk pelan-pelan, tak terlalu keras dengan anak yang sedang kehilangan memorinya itu. Mami menghela napasnya, ia tak sabar dengan kelembutan suaminya, menurutnya terlalu bertele-tele dan tak mengarah kepada titik permasalahnya. Terkadang diperlukan ketegasan dalam mendidik anak agar mereka bisa bersikap lebih baik.

"Terus gimana dong papi?" Audrey memandang lelaki tua itu. Ia tidak mau menyerah dengan kedua anak itu tetapi ia juga menyadari dirinya terlalu muda untuk menjadi figur orang tua.

Papi menghela napasnya. "Pelan-pelan saja. Nanti papi sama mami bantuin." Hanya itu yang keluar dari mulut papi. Dari awal papi sudah cemas mengenai keputusan Audrey untuk mengasuh Gilang dan Rara namun melihat kebahagiaan dan semangat anak gadisnya, papi akhirnya menyetujuinya, untuk itu ia meminta mereka tinggal bersama dirumahnya. Tak mungkin gadis yang masih berusia remaja itu mampu mengurusi dua anak sekaligus tanpa bantuan siapapun, pikir papi saat itu.

Setelah papi berbincang dengan Kevin mengenai pengasuhan Gilang dan Rara, akhirnya lelaki itu setuju untuk menginap beberapa malam setiap minggunya. Jauh dalam lubuk hatinya ia hanya melakukan itu untuk Gilang dan Rara, bukan untuk Audrey. Gadis itu sudah menyakiti hatinya sedemikian rupa, menceraikannya sepihak dengan sikap dingin setelah kegugurannya. Dia tak ingin memberi ruang hatinya lagi untuk gadis itu. 


* * *


BROKEN DREAMSWhere stories live. Discover now