Chapter 23

354 17 0
                                    

Saat Kevin mengetahui bahwa wanita itu sudah meninggal, lelaki itu segera menelepon kedua orang tua almarhum. Kevin tiba lebih awal dirumah sakit kemudian mami dan papi datang bersamaan setengah jam kemudian. Sampai tengah malam ia baru memutuskan untuk pulang kerumah.

Kini ia memikirkan gadis itu, Audrey. Apa yang terjadi dengan gadis itu nanti? Belum lama ini dia berduka dengan kematian teman dekatnya dan sekarang kakaknya.

Semalaman dia tak bisa memejamkan matanya sedikitpun. Berharap besok dia harus tak bertemu dengan gadis itu karena dia tak sanggup untuk menatap kesedihan dimatanya.

Begitu mendengar kabar dari mami tentang Ema, saat itu juga Heri memesan tiket pesawat untuk terbang ke Jakarta. Sementara Audrey kembali mengunci diri didalam kamar hingga keesokan harinya. Gadis itu sama sekali tak menyentuh makanan atau minuman, bahkan saat papi mengetuk pintu kamarnya dia tak mempedulikannya. Kevin yang tak ingin bertemu gadis itu, begitu mendengar dia belum keluar kamar sejak kemarin malam, mau tak mau ia mengunjungi kamarnya. 

"Drey? Ini aku, Kevin." Katanya dari balik pintu. Tak ada jawaban dari dalam kamar. Lelaki itu mengetuk sekali lagi namun tak ada respon dari dalam kamar gadis itu. Akhirnya dia turun kebawah bergabung dengan tamu lainnya. Lelaki itu menggeleng kepalanya saat memandang mami dan papi. Kedua orang tua yang sedang berduka itu nampak semakin putus asa.

"Biarin aja dulu pap. Dia masih syok." Ujar mami sambil merangkul papi. 

Sampai malam hari Kevin tak beranjak dari rumah itu, ia menemani mami dan papi menyambut para tamu. Sesekali Kevin mengecek Audrey dikamar dengan membawa makanan dan minuman. Namun setiap kali dia datang kekamar itu, nampannya tak tersentuh sedikitpun didepan pintu. 

"Drey, kamu harus makan." Kata Kevin dari balik pintu. Masih tak ada jawaban. Diapun kembali kebawah menemui mami dan papi. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, berarti Audrey belum sama sekali makan dan minum selama dua puluh empat jam lebih. 

"Kita tunggu sampai besok, kalau Audrey belum mau buka pintu. Mungkin kita dobrak saja pintunya om." Ujar Kevin ke papi. Papi merenung sesaaat lalu dia mengangguk. 

"Mungkin nanti kalau Heri datang, dia mau buka pintu." Saut mami. 

Hampir tengah malam Heri akhirnya tiba dirumah. Lelaki itu langsung memeluk kedua orang tuanya. Jauh dalam hati papi, dia bersyukur anak lelakinya pulang. Dirangkulnya Heri dengan cukup lama, mami hanya tersenyum memandangi keduanya berpelukan. Kevin langsung menjabat tangan Heri begitu melihat lelaki itu. 

"Makasih sudah nemenin mami papi." Kata Heri. 

"No worries man." Balas Kevin. Sudah selarut itu Kevin belum juga memutuskan mau pulang, meskipun untuk mandi dan mengganti pakaian. Ia tak ingin meninggalkan gadis itu sendirian.

Heri langsung menuju kamar Audrey dan mengetuk pintu. Dan masih tetap sama, tak ada jawaban dari dalam kamar. Akhirnya mereka sepakat untuk mendobrak pintu kamar besok pagi. Kevinpun memutuskan untuk menginap. 

* * *

Tak ada satupun yang menikmati sarapan dengan tenang, baik Heri maupun Kevin. Hanya ada mereka berdua diruang makan, mami dan papi belum keluar dari kamarnya. Pengar dikepala Heri mulai terasa karena perjalanan yang cukup lama dan kurangnya tidur. Begitupun dengan Kevin, ia sama sekali tak bisa memejamkan matanya semalaman.

Sejak kecelakaan yang menimpa Ema, lelaki itu belum tidur sama sekali. Begitupun dengan papi. Lainnya halnya dengan mami yang masih bisa tertidur nyenyak meskipun hanya beberapa jam. Selesai sarapan, Heri memberikan isyarat ke Kevin untuk pergi kelantai atas, iapun mengangguk dan keduanya bergegas menuju kamar Audrey. 

Heri mengetuk pintu kamar gadis itu beberapa kali, tetap tak ada jawaban. Seorang lelaki yang dikenal sebagai ahli tukang kunci sudah siap berdiri dibelakang keduanya. Hanya butuh waktu beberapa menit untuk ahli tukang kunci itu membuka kamar pintu. Begitu pintu terbuka, mata Heri langsung tertuju ke tempat tidur. Audrey terlihat sedang tertidur pulas. Langsung saja dia berlari menuju ketempat tidur, membangunkan Audrey, memanggil namanya berkali-kali. Mata Kevin menangkap botol yang berisi pil, dia langsung meraih dan membaca label dibotol itu.

"Her." Kata Kevin sambil menunjukan botol yang ada ditangannya.

Heri Langsung mengecek denyut nadi Audrey, diapun langsung mengangkat tubuh adiknya. "Siapin mobil Kev! Nadinya dia lemah sekali!" 

Mendengar itu Kevin langsung berlari keluar kamar secepat kilat. Setengah berlari Heri menggendong tubuh Audrey keluar kamar. "Hang in there Drey. You can't leave me like this." Bisik Heri.

Melihat Heri membopong tubuh Audrey yang terkulai mami menangis histeris.

"Ya tuhan Audrey!" 

Heri langsung masuk kedalam mobil yang sudah terparkir di jalan. Ternyata Kevin membawa mobil tugas papanya yang memiliki sirene untuk mempercepat perjalanan kerumah sakit. Begitu mesin mobil dinyalakan, sirenepun mulai terdengar. 

Setibanya dirumah sakit Audrey langsung dibawa ke ruang gawat darurat. Dokter dan perawat segera memeriksa denyut nadinya, dengan gerakan sangat cepat mereka mengambil beberapa peralatan. Heri dan Kevin termangu memandang kesibukan diruangan itu. Tak seincipun keduanya bergerak dari ruangan itu.

Tak lama kemudian seorang dokter keluar ruangan. "Audrey akan dirawat diruang ICU untuk sementara." Kata dokter pria itu.

"Tapi dia nggak apa-apa kan dok?" Tanya Heri dengan cemas. 

"Kami akan lakukan yang terbaik." Balas sang dokter. 

Kevin merangkul bahu lelaki yang berdiri disampingnya. Dia ingin mengatakan bahwa segalanya akan baik-baik saja tetapi dia takut kalau itu hanyalah harapan kosong. Kevinpun hanya diam saja. 

Heri menelepon mami mengabarkan tentang kondisi Audrey dan hanya tangisan yang didengar olehnya disebrang sana.

"Kamu urus Audrey, pastikan kamu disana kalau dia bangun. Biar mami sama papi yang urus pemakaman disini." Ujar mami sambil terisak.

Mendengar tangisan maminya, airmata Heri ikut mengalir. Nggak mungkin gua kehilangan dua adik sekaligus. 

"Kev, kamu kalau mau pulang, pulang saja. Nggak apa-apa. Aku tunggu Audrey sampai bangun." Ujar Heri. 

Kevin memandangi lelaki itu. "Gua disini juga sampai dia bangun." 

Heripun tak membalas ucapan lelaki itu. Keduanya duduk termangu dalam keheningan rumah sakit. 

Sudah lewat dari tiga jam mereka berada dirumah sakit, sementara Audrey masih berada di ruang ICU bertarung dengan nyawanya. Menurut dokter jika gadis itu melewati masa krisisnya selama tiga jam pertama, maka enam puluh persen dia akan baik-baik saja. Tentu saja Heri lega mendengar itu. Enam puluh persen lebih baik daripada nol persen, pikir lelaki itu.

Kevin masih tak beranjak dari sisi Heri, setiap kali lelaki itu bergerak menemui sang dokter, dia akan mengikutinya. Sementara mami mengirimkan pesan bahwa pemakanan Ema sedang berlangsung. Membaca pesan mami, Heri duduk termenung dipojokan koridor rumah sakit, airmata lelaki itu mengalir deras. Kevin segera merangkulnya.

"Ema sebentar lagi dimakamkan." Kata Heri sambil menghapus airmatanya. 

Kevin mempererat rangkulannya, airmatanya mengalir deras. Semua ini hanya mimpi buruk, dia akan terbangun dan semuanya akan baik-baik saja. Pikir lelaki itu.


* * *

BROKEN DREAMSWhere stories live. Discover now