Chapter 33

743 28 0
                                    

Hari yang dinantikan oleh Kevin akhirnya tiba juga. Hari wisudanya yang bertepatan dengan hari ulang tahunnya. Setelah usaha kerasnya menyelesaikan skripsi beberapa akhir bulan ini, dia berhasil menyelesaikannya tepat waktu dan tanpa hambatan. Acara wisudapun berjalan lancar, kedua orang tuanya, Audrey dan semua sahabatnya ikut serta dalam perayaan wisudanya. Kevin  terpilih menjadi mahasiswa yang lulus dengan nilai terbaik. Tentu saja hal ini membanggakan kedua orang tuanya dan sahabatnya.

"You did it bro." Ujar Tedi sambil memeluk sahabatnya. Disusul oleh Audrey dan Ema yang bergantian memeluknya.

Hari ini adalah hari kebahagiaan buat Kevin. Rencananya untuk meraih nilai terbaik telah sukses, kini tinggal rencana berikutnya, melanjutkan masternya di London. Tekadnya sudah bulat dan tak bisa dirubah. Tedi berusaha membujuknya untuk melanjutkannya didalam negeri, setidaknya setelah memorinya kembali. 

"Yakin lo bro? Paling nggak tunggu sampai dia ingat lagi." Tanya Lukas saat mendengar rencana Kevin. Sebenarnya dia mengetahui jelas perasaan sahabatnya kepada Audrey. Dan memori Audrey masih seperti benang kusut sampai saat ini. Disamping itu gadis itu terlalu kejam masih beranggapan bahwa lelaki itu adalah gay.  

Tunggu sampa dia ingat lagi? Terus kalau dia ingat emang ada gunanya buat gua? Gua bukan apa-apanya dia sebelum dia hilang ingatan. Kalaupun sekarang dia ingat itu hanyalah ilusinya saja dan gua hanya seorang gay dimatanya. Batin Kevin.

"That's okay bro. Gua udah nggak mikirin itu lagi. Lagian di London banyak cewek cakep juga kok." Katanya terkekeh. Tedi tertawa mendengarnya. Pastinya mudah untuk lelaki itu menggaet gadis manapun. Kevin memiliki paket sempurna yang jarang lelaki lain miliki. Tedipun tak pernah lagi membujuknya. Mungkin ini yang terbaik untuk Kevin dan Audrey, pikirnya. 

Kevin akhirnya setuju dengan mamanya untuk mengadakan pesta ulang tahun dan wisudanya dirumah, meskipun dia sempat menolak. Rasanya dirinya terlalu tua untuk merayakan ulang tahun dengan sebuah pesta. Beberapa teman dekat dan keluargapun diundang. Pesta yang dilengkapi dengan musik band dirumah lebih nampak seperti sebuah pesta pernikahan daripada pesta ulang tahun. Terlalu berlebihan, pikir Kevin. 

Seperti biasa, dimana ada musik band dan Kevin, lelaki itu pasti  akan menyumbangkan suara. Yang lainnya bertepuk tangan saat melihat lelaki itu mulai bergabung dengan grup band. Semua sahabatnya mengamati Kevin yang terlihat bahagia sekali hari ini. Paling tidak sebelum meninggalkan Indonesia lelaki itu sudah move on dari perasaannya kepada gadis itu, setidaknya itu yang mereka pikir.  

"Akhir-akhir ini gua suka banget lagu ini, nggak tau kenapa." Suara Kevin dimikrofon dan senyumnya yang renyah membuat tamu undangan sepontan mengarah ke arahnya. 

"The new light, ladies and gentleman." Dan musikpun mulai terdengar. 

Audrey tersenyum melihat lelaki yang sedang bernyanyi dengan suaranya yang renyah itu. Namun ia heran saat pandangan Kevin tak lepas dirinya. Tiba-tiba seperti sebuah dejavu, dia merasakan sepertinya pernah mengalami momen ini, seorang pria menyanyi disebuah pesta. Audrey menggeleng kepalanya lalu tanpa diduga sebuah memori melintas dalam kepalanya secepat kilat, dia sedang berbincang dengan seorang lelaki dan lelaki itu tersenyum kepadanya. 

"Argh." Audrey memegang kepalanya yang terasa sakit. Sepontan Ema menoleh saat melihat gadis itu kesakitan. 

"Audrey kenapa?" Tanya Ema. Tanpa disangka tubuh Audrey roboh dan secepat kilat Ema yang berada disampingnya langsung meraihnya sebelum gadis itu jatuh. Melihat kejadian itu Kevin langsung berhenti bernyanyi dan berlari menuju kearah gadis itu. 

Kevin membopong tubuh Audrey kedalam diikuti oleh Ema, mami dan Tedi. Wajah mami nampak sekali cemas melihat anak gadisnya yang tak sadarkan diri secara tiba-tiba. Tubuh Audrey direbahkan disofa ruang tamu, Ema mengipasi wajah Audrey lalu memberikan minyak angin tak jauh dari hidungnya. Tak berapa lama kemudian dengan perlahan Audrey membuka matanya. Gadis itu memandang heran orang-orang disekelilingnya. 

"Kalian siapa?"

Mami langsung mendekatinya. "Audrey, kamu pingsan tadi. Lukas bawa kamu kesini." Kata mami sambil menunjuk ke arah Lukas. Audrey menatap bergantian ke mami dan Lukas, gadis itu terlihat kebingungan. 

"Maaf, tante siapa? Kenapa saya disini?" 

Mami dan Lukas saling pandang,  begitupun dengan orang yang ada diruangan itu. 

"Audrey?" Panggil Lukas sambil memandang gadis itu. 

Audrey memandang lelaki itu dengan kebingungan. "Saya dimana?" 

Ema langsung duduk disamping adiknya dan menggengam tangan gadis itu dan tersenyum. "That's okay Drey. You're home. You're safe." Kata Ema dengan lembut. Audrey hanya memandangi wanita itu dengan cemas. 

* * *

Mami hanya termangu saat mendengar ucapan dari dokter, begitupun dengan Ema. Keduanya tak percaya apa yang baru saja dokter sampaikan bahwa Audrey sudah hamil empat minggu. Gadis itu menggeleng bingung dengan ucapan dokter.

Bagaimana mungkin ini bisa terjadi, namanya saja dia tak bisa mengingatnya.

Ema mencoba menenangkan adiknya. "That's okay Drey. Everything is gonna be okay." Katanya sambil mengelus punggung belakang Audrey. Mami tak lagi mampu menahan airmatanya memikirkan kemalangan yang menimpa anak gadisnya itu. Mereka akhirnya pulang kerumah dengan beban pikiran masing-masing. Namun yang pasti beban pikiran itu adalah tentang bayi yang sedang dikandung oleh gadis yang tak ingat namanya sendiri. Mami dan Ema akhirnya sepakat untuk bertemu Lukas. Dialah satu-satunyi lelaki yang berkencan dengan Audrey.

Tanpa kehadiran Audrey, sore itu Lukas menemui mami, papi dan Ema dirumah mereka. Mereka hanya ingin memastikan bahwa Lukaslah ayah dari bayi yang Audrey kandung. 

Lukas tercengang saat mendengar itu lalu dengan suara lirih dia berkata. "Tapi, bagaimana mungkin itu terjadi." Seingatnya dia hanya melakukannya sekali dengan Audrey. Apa mungkin kejadian sekali itu bisa membuat gadis itu hamil? 

"Brengsek kamu Lukas! Trus siapa lagi kalau bukan sama kamu?! Kamu pikir adik aku tidur sama banyak lelaki?!" Emapun jadi naik pitam. Bisa-bisanya lelaki itu mengambil kesempatan tak mau bertanggung jawab dalam keadaan Audrey tak mengingat apapun. Melihat emosi Ema yang meledak mami berusaha menenangkan putrinya. 

"Aku pasti bertanggung jawab kalau memang aku berbuat. Meskipun aku nggak berbuat aku tetap mau bertanggung jawab karena aku cinta sama Audrey." 

Papi dan mami termenung mendengar ucapan Lukas. Dari sikap dan ucapan Lukas dia bukanlah lelaki yang tak punya etika dan sembarangan memutuskan sesuatu. 

Sementara itu Audrey duduk ditangga mendengarkan perbincangan mereka. Airmata gadis itu mengalir.

Ya tuhan, separah itukah gua?"

Kemudian diam-diam dia berjalan menuju kamarnya. Gadis itu mengambil tas ransel dan mulai memasukkan beberapa pakaian kedalamnya. 


* * *

BROKEN DREAMSWhere stories live. Discover now