Bab 47 - Harapan baru

1.1K 73 2
                                    

"Tuhan tau seberapa sering kamu meminta pertolongan kepada-nya, meskipun sering kali kita melupakan-Nya."

-quotesoftheday-

***

Happy reading!!
.
.
.

Seperti mendapatkan mukjizat, tepat beberapa jam sebelum pencarian korban kecelakaan pesawat resmi di tutup, aleyda di temukan, bersama dengan Rega dan seorang penumpang lain.

Mendengar kabar itu Irza lantas bersujud syukur lalu segera mengabarkan keluarga aleyda dan juga keluarganya.

Dengan air mata yang sudah sejak tadi menetes, Irza bersikukuh untuk ikut di dalam ambulans yang membawa serta aleyda. Meskipun kondisinya tidak sadarkan diri dan kritis, ia benar-benar bersyukur bahwa Tuhan masih mau mendengarkan doa-nya. Setibanya di rumah sakit, sudah ada keluarga aleyda, juga Hanie dan raja yang kebetulan habis menjenguk Alen di rumah sakit yang sama.

Kondisi aley tidak jauh berbeda seperti Alen dan Jovan. Ia bahkan sempat kritis dan nyaris kehilangan detak jantung namun semua kembali normal setelah beberapa jam dokter menindaklanjuti keadaan aley. Kini, perempuan itu terbujur kaku diatas ranjang rumah sakit dengan banyak alat, guna menopang kondisi tubuhnya yang begitu lemah.

Irza berinisiatif untuk menjaga aleyda malam ini, dan meminta mama dan papa aleyda untuk menginap di penginapan terdekat. Bukan tanpa sebab, mama aleyda itu sudah sempat pingsan karena terlalu lemah. Awalnya perempuan itu enggan namun dengan sabar David membujuk dan memberikan pengertian terhadap istrinya. Diam-diam ia memperhatikan bagaimana cara David menghandle Hesti. Ia hanya berharap semoga kelak ia bisa bersama aleyda hingga mereka seusia David dan Hesti.

Di ruangan luas ini, Irza memilih untuk memberikan perawatan maksimal kepada aleyda. Ia sengaja meminta kamar rawat kelas satu, agar aleyda dan keluarganya nyaman jika ingin menjenguk. Bahkan saat David akan mengurus administrasi, Irza menolak, ia beralasan bahwa dengan cara ini ia bisa menebus rasa bersalahnya kepada sang kekasih, karena beberapa waktu lalu tidak memiliki banyak waktu dan dengan berat hati, David menyetujuinya.

Tangan Irza terulur mengelus bekas luka aleyda yang ada di sekitar wajahnya.

"Aku seneng, kamu selamat." Lirih. Suara Irza begitu pelan, namun terdengar jelas sebab kamar inap ini begitu sunyi.

"Maafin aku ya, ley. Maaf karena akhir-akhir ini aku sibuk dan justru sering buat kamu jengkel. Aku tau.. kalo kadang kamu sebenernya pengen marah dan luapin emosi kamu, tapi kamu pilih diam dan seolah nggak terjadi apa-apa." Sahut Irza merasa bersalah.

"Kalo aja aku sadar, sejak temanku bilang soal berita ini, kamu pasti lebih cepat di temukan. Kamu pasti nggak akan sampe harus di rawat dengan banyak alat kayak gini." Suaranya serak menahan tangis. "Semoga kamu cepet sadar, cepat sembuh ya. Aku kangen kamu, aku sayang banget sama kamu, Sam juga."

Irza tertawa pelan, tawa yang sebenarnya sumbang dan lebih seperti menertawai dirinya sendiri. "Aku bahkan nggak bisa urus sam dengan benar tanpa kamu."

Dalam hatinya ada perasaan bersalah dalam diri Irza pada putranya. Sam sudah kehilangan ibu kandungnya dan kini, Irza justru sibuk dengan pekerjaannya. Sam justru di asuh oleh nenek kakeknya dan juga aleyda. Padahal jika mau, aleyda bisa protes bahwa Sam bukanlah tanggung jawabnya namun kekasihnya ini tetap mengurus Sam dengan baik. Bahkan cenderung lebih sabar daripada Irza. Aley bisa memberikan pengertian sederhana terhadap banyak hal yang putranya itu tanyakan, aley bisa berperan sebagai orangtua penuh cinta pada Sam dan kini, anaknya itu mulai ketergantungan dengan aleyda. Ia bersyukur karena yang ia temui di Medan kala itu adalah aleyda, bukan perempuan lain.

Sebab ia sendiri tidak yakin jika itu perempuan lain apakah akan bisa bersikap selapang dada aleyda atau tidak.

***

Keesokan harinya, tepat saat jarum jam menunjukkan hampir pukul 9, Nina datang bersama Rhezaldi dan juga Sam. Mereka bertiga terbang langsung dari Denpasar setelah mendengar kabar bahwa Alen dan aleyda sudah di temukan dalam kondisi selamat.

Mengambil penerbangan paling awal, sepasang pasutri berumur beserta cucunya itu terbang langsung ke Jakarta. Beruntung Sam tidak rewel selama di perjalanan.

Setibanya di rumah sakit, untuk pertama kalinya orangtua Irza bertemu langsung dengan orangtua aleyda yang kebetulan baru tiba di ruangan aleyda. Perempuan itu sudah sadar sejak satu jam lalu, dan mengeluh nyeri di beberapa bagian tubuhnya, membuat Irza panik dan segera memanggil dokter.

"Nyerinya karena ada luka dalam, tidak begitu parah. Nanti saya berikan obat untuk meredakannya." Ucap dr. Julius. "Sebenarnya semalam saya cukup pesimis karena di banding dua pasien lain, mbak aleyda yang terlihat paling lemah. Tapi ya tuhan berkehendak lain, puji Tuhan mbak masih di berikan kesempatan ya."

"Alhamdulillah dok." Jawab Irza di angguki yang lain.

"Baik jadi ini saya buat resep ya, nanti bisa di tebus di apotek." Dr. Julius segera mencatat resep tersebut lalu memberikan selembar kertas itu pada Irza. "terima kasih, dok."

"Sama-sama." Jawab dr. Julius.

Sebelum benar-benar pergi, dr. Julius berpapasan dengan Sam yang sejak tadi menampilkan ekspresi sedihnya menatap sang mami tanpa suara dalam gendongan Nina.

"Jangan sedih ya, mama kamu akan segera sembuh, Sampai jumpa." Pamitnya pada sam. "Saya permisi dulu kalau begitu."

"Iya dok."

Tepat setelah dr. Julius keluar, tangis Sam terdengar. Yang ia tau maminya itu sakit seperti Buna yang harus di rawat di sini, membuat ia tidak bisa bermain dengan mami nya, membuat Sam sedih namun juga senang karena akhirnya bisa bertemu maminya.

Irza mempersilahkan orangtua aleyda untuk menjaga aleyda dan juga kedua orangtuanya yang datang menjenguk bersama Sam. Ia juga memilih pamit untuk menjenguk Alen yang kebetulan hanya berselang beberapa ruangan saja dan akan mampir ke kantin rumah sakit untuk mencari kopi. Tadi, mama Hesti datang membawakan ia sarapan, membuat Irza sedikit heran namun dengan suka cita ia terima.

Ia benar-benar merasa teramat bersyukur karena aleyda dan Alen bisa selamat. Ia juga turut menjenguk Jovan dan juga Rega yang memang berada di rumah sakit yang sama dengan korban lain yang selamat. Irza patut bersyukur dari tiga ratus orang lebih korban, aleyda dan rekan-rekannya menjadi beberapa diantaranya yang selamat dalam insiden tersebut. Ia juga berdoa untuk penumpang lain semoga keluarga yang ditinggalkan bisa dengan berlapang dada menerima dan ikhlas akan kepergian sanak saudara mereka.

Tuhan begitu baik padanya, membuat ia benar-benar merasa menyesal karena beberapa tahun terakhir hubungannya dengan sang pencipta bisa dikatakan kurang dekat, apalagi jika sudah berada di luar negeri. Lingkungan kerja dan teman yang mayoritas non muslim membuat ia sedikit terpengaruh, meskipun tidak signifikan tapi lumayan mempengaruhi dirinya yang sejak kecil besar dan tumbuh dalam budaya timur, meskipun papa dan mamanya adalah seorang mualaf.

****

Gimana gaiss, legaaa?

Tungguin kelanjutan ceritanya yaaa, buat yang masih penasaran wkwkwk

Btw thanks buat kalian udah mau vote, komen dan share cerita ini!!😍💗 Thank u so much 💓

See u next chapter 👋

STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang