Bab 45 - Kabar tidak baik

934 68 1
                                    

Hingga hari ini, pencarian korban pesawat Boeing 305 rute Yogjakarta-Jakarta belum juga usai. Tim SAR dan Basarnas masih mencari penumpang pesawat yang sebagian belum juga di temukan hingga kin-----

Dalam hidupnya, irzaldi kamandaka hanya pernah menangis untuk tiga hal. Pertama saat ia melihat Indira bermain api di belakangnya. Kedua, saat ia melihat Sam tertidur dengan banyaknya alat dan mengetahui bahwa queen meninggal. Ketiga, saat berita tidak mengenakan itu datang.

Irza awalnya mengira itu hanya kecelakaan biasa, saat salah seorang rekan kerjanya menunjukkan berita tersebut. Namun rute penerbangan yang di sebutkan membuat ia teringat bahwa kekasih dan juga adik iparnya tengah berada di Jogja. Ia menyangkal dan merasa bukan pesawat yang dua perempuan itu tumpangi, yang mengalami kecelakaan.

Namun, saat pagi menjelang dan dering ponsel itu menyapanya, ia tidak lagi bisa mengelak. Alfarizi dengan suara parau nya terdengar di seberang sana, memberitahukan berita tidak mengenakan yang sangat amat tidak ingin ia dengar. Di susul telfon dari galaksi bahkan davian---mantan kekasih aleyda.

Ia nyaris menceburkan dirinya ke laut, membuat sang atasan dengan berat hati menyetujui permintaan kepulangannya secara mendadak. Bahkan sejak kemarin kabar itu ia terima, ia masih berharap bahwa aleyda dan yang lain tidak ikut dalam penerbangan tersebut, namun tidak. Nama mereka ada di daftar penumpang yang hingga kini belum di temukan.

"Ma sabar ya, kakak pasti di temukan kok." Ale sudah lebih dulu menenangkan mamanya yang sejak berita kecelakaan itu beredar menyadari bahwasanya putrinya adalah salah satu diantaranya.

Bukannya mereda, tangis Hesti semakin jadi. Bukan tangis histeris, melainkan tangis haru mengiris hati. Membayangkan bagaimana jika ia harus kehilangan putri sulungnya, membuat ia tidak bernafsu untuk melakukan apapun.

"Mama kepikiran kakak kamu gimana keadaannya? 2 hari loh, masih belum ada kabar." Ucap Hesti lirih.

"Iya ma, Kakak pasti ditemukan kok." Meskipun tidak yakin dengan ucapannya sendiri, Ale memilih untuk memupuk harapan itu. Kalo pun kakaknya tidak selamat, ia berharap setidaknya jasad kakaknya itu di temukan.

"Papa sudah telfon teman papa, dia bakalan bantuin cari aleyda, mama tenang aja."

Selain Hesti, David sudah pasti paling kehilangan. Apalagi sejak kecil aleyda lebih dekat dengan dirinya, meskipun sedih ia tidak boleh lemah. Ia harus menenangkan istrinya yang sudah hampir 2 hari ini tidak tidur dengan nyenyak, memikirkan putri mereka. Ia takut Hesti jatuh sakit setelahnya, namun perempuan Batak itu tetap kekeuh pada pendiriannya.

"Papi juga sudah telfon beberapa kenalannya di Basarnas dan TNI untuk membantu pencarian korban terutama aleyda dan Alen." Ujar Irza memberitahu.

Kini, ia tengah berada di kediaman orangtua aleyda bersama Alfarizi, Ale dan juga galaksi. Kedua orangtua Irza masih berada dibali. Tuan kamandaka itu tetap memantau pencarian korban dari sana. Belum usai masalah Alen dan aleyda yang belum ketemu hingga hari ini, Irza mendapatkan kabar bahwa Sam mulai rewel dan terus menanyakan keberadaan mami dan juga Buna nya.

"Iya sayang, mami dan Buna kan lagi ada pekerjaan, mungkin masih sibuk. Nanti kita telfon ya?" Irza membujuk Sam.

'huaaa mau Mamii...' suara Nina terdengar di seberang sana. 'iya mami lagi sibuk, nanti kita telfon lagi ya? Dadah dulu sama Daddy'

Bukannya mereda tangis Sam semakin menjadi, tidak biasanya anaknya serewel ini. Apa hati kecilnya menyadari bahwa mami dan Buna nya tengah berada di situasi yang kurang baik? Entahlah Irza sudah tidak lagi bisa berpikir.

Bayang-bayang pesawat yang jatuh di hutan itu begitu menyeramkan. Meskipun jatuh di daratan, nyatanya untuk menemukan penumpang pesawat yang menjadi korban nyaris sulit. Dari 317 penumpang termasuk 1 set kru, baru sekitar 79 orang yang di temukan. Banyak dari mereka yang hanya tinggal jasad, beberapa diantaranya ada yang luka-luka bahkan patah tulang. Ia jadi semakin khawatir membayangkan bahwa kekasihnya itu akan kembali hanya dalam bentuk nama beserta jasad atau selamat. Sebab Tim SAR sudah mengatakan jika kemungkinan mereka hidup sangat kecil.

Irza menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia baru tiba beberapa jam lalu namun kabar itu belum ia terima. Ia bahkan sudah berencana untuk menuju tempat kecelakaannya itu terjadi. Davian akan membantunya untuk mendapatkan akses menuju ke lokasi kejadian. Bersama Alfarizi, saat malam menjelang keduanya pamit untuk segera pergi menuju lokasi kejadian.

Butuh waktu beberapa jam melalui perjalan darat untuk tiba di kawasan hutan tempat lokasi kejadian.

Hilir mudik tim Basarnas, tenaga medis beserta polri, TNI dan jajarannya nampak memenuhi titik kumpul. Belasan mobil ambulans pun sudah tersedia, siap membawa korban-korban yang baru di temukan, entah dalam bentuk jasad bersama nama ataupun kondisi kritis.

"Masih belom ada kabar?" Avi menggeleng, bukan hanya Irza dan Alfarizi tetapi dirinya juga turut berduka atas kejadian ini.

Meskipun sudah menikah, ia tentu masih perduli pada aleyda sebagai seorang yang pernah begitu dekat dengan dirinya. Melihat kantung mata Irza yang gelap menandakan bahwa sahabatnya ini bahkan tidak tidur, sejak ia menerima kabar tidak mengenakan ini. Ia berani bertaruh bahwa Irza pasti memaksa cuti mendadak, sebab yang ia tau sahabatnya ini masih di luar negeri sana untuk mengurus pekerjaan.

"Sabar, gue yakin mereka berdua pasti selamat." Lagi dan lagi, Irza mendengar setitik penuh pengharapan.

"Semoga."

Jika kalian bertanya kenapa Avi bisa dengan mudah memberi akses untuk Irza dan Alfarizi? Jawabannya tentu karena koneksi. Avi yang memang dasarnya supel dan mudah membaur itu memiliki banyak kenalan dari mulai preman pasar sampai petinggi di negeri ini. Kalo kata anak jaman sekarang mah, memanfaatkan privilege. Di tambah Kamandaka merupakan salah satu pensiunan petinggi di lingkungan TNI membuat Irza maupun Alfarizi secara tidak langsung mengenal beberapa orang-orang penting yang tentu bisa membantu mereka hingga sampai di lokasi kejadian ini.

Sejak beberapa menit lalu, ketika beberapa orang tim SAR berteriak, sudah entah berapa banyak tenaga medis yang hilir mudik membawa tandu beserta kantong jenazah dan diantara semua itu, mereka masih belum menemukan aleyda maupun Alen.

Kepala Irza mendadak pusing, memikirkan bagaimana kondisi kekasih juga iparnya, pun sama dengan Alfarizi. Sejak awal ia memang sedikit keberatan saat Alen meminta izin untuk berangkat ke Jogja. Awalnya ia berpikir karena mungkin kedua sudah hampir 2 Minggu tida bertemu sebab ia baru kembali dari luar Jakarta, namun ternyata ia salah. Keresahannya bukan hanya sekedar menahan rindu, tapi justru bencana ini. Ia sudah memiliki feeling tidak enak, namun Alfarizi tidak mungkin juga untuk tidak memberi izin pada Alen. Ini perihal pekerjaan, sama seperti ia saat baru menikah harus meninggalkan Alen satgas di perbatasan Kalimantan sana selama satu tahun, meskipun berat, mau tidak mau, siap tidak siap, Alen harus siap kan.

Duka itu terasa nyata di depan mata, harapan Alen untuk kembali dengan selamat seolah sirna. Ini sudah nyaris 2 hari setelah kecelakaan pesawat dan mereka bersama banyaknya penumpang lain masih belum bisa di temukan. Belum lagi kondisi pesawat yang sudah terbakar dan hangus semakin membuat Alfarizi sesak.

Ia benar-benar menyesal, kenapa kemarin ia tidak melarangnya? Kenapa kemarin ia tidak ikut bersamanya? Kenapa kemarin mereka harus naik pesawat di siang hari, bukan pada penerbangan pertama? Kenapa dan kenapa, masih banyak kenapa yang ingin ia sampaikan pada dirinya sendiri juga Alen yang kini entah berada dimana. Ia hanya berharapnya bahwa istrinya itu akan selamat, bahkan sekalipun ia tidak selamat, ia meminta pada tuhan agar jasad Alen akan di temukan. Begitupun sang kakak, irzaldi.

"Tuhan aku mohon, selamatkan aleyda, Alen dan teman-temannya."

STRANGERWhere stories live. Discover now