Bab 12 - Astoria Resident

1.8K 119 0
                                    

"Kesan pertama bisa jadi pertimbangan matang bagi seseorang."

Pahlawandayy

Suhu tubuh Irza sudah tidak lagi sepanas malam tadi, ia juga sudah melepaskan infus yang terpasang dan diperbolehkan untuk pulang.

Ia memandangi lurus pada ruang rawat nan sederhana yang ia tempati sejak semalam. Raganya memang berada disini tapi pikiran Irza terbang ke belahan bumi lain. Ia dinyatakan terkena tipes karena pola makan yang tidak teratur dan kelelahan. Ia, irza kelelahan dalam pikirannya. Masalahnya belum menemukan titik temu, lebih tepatnya ia belum berani mendiskusikan ini dengan orang lain selain hanie tentunya.

Tepukan di bahunya menyadarkan irza dari lamunannya.

Paramitha,

perempuan itu tetap terlihat cantik bahkan setelah seharian bekerja. "Kenapa senyum-senyum gitu?" Tanyanya jutek.

"Gapapa. Udah selesai?" Perempuan itu mengangguk.

"Bisa jalan sendiri kan ke mobil? Apa perlu pake kursi roda?" Aku terkekeh.

"Kamu.. berlebihan."

Setelahnya, mereka berdua berjalan beriringan menuju mobil Paramitha. Perempuan itu sudah berjanji untuk mengantar dirinya pulang, padahal bisa aja Irza naik taksi online, tapi emang dasarnya dia cari kesempatan dalam kesempitan ya gitu deh.

Dahinya mengernyit saat perempuan itu menunjuk mobil BMW hitam yang terparkir di parkiran. Awalnya Irza pikir, perempuan biasanya lebih suka menggunakan Honda jazz atau mungkin mobil-mobil yang cenderung digunakan kaum hawa lainnya.

Seleranya boleh juga, pikir Irza.

"Rumahmu dimana?" Tanya perempuan itu setelah selesai mengenakan seatbelt. Melempar pandangan pada irza yang duduk disebelahnya. "Astoria Resident."

"Jakarta barat?" Irza mengangguk.

"Jauh banget ya mainnya sampe ke sini,"

"Cari suasana baru,"

"Iya deh." 

Akhirnya BMW aleyda mulai berbaur dengan kendaraan lain di jalanan Jakarta.

Ia tau, Astoria Resident, cukup jauh memang dari unit apartemennya. Dari sini sekitar satu setengah jam lamanya, jika tidak macet. Kalo pun macet ya bisa jadi dua jam-an. Mau menolak pun rasanya percuma, ia pikir rumah Irza di sekitar sini namun ya sudahlah. Hitung-hitung jalan-jalan akhir pekan.

"Kamu... Dokter?" Tanya Irza memastikan. Ia bisa melihat jas dokter yang disampirkan secara asal di kursi sopir.

"Iya, spesialis anak, di Setia Budi." Jawabku lengkap.

"Aku pikir budak corporat," jawabnya tanpa dosa. Bukannya marah, aleyda justru tersenyum tipis. "Kenapa mikir gitu?"

Irza mengedikkan bahu, "itu yang terlintas,"

"Jangan-jangan kamu yang budak corporat ya," sahut aleyda. "Eh tapi gak mungkin, pas ketemu di Medan kemarin kan kamu eum--"

"Waiters," Potong irza cepat, aley mengangguk.

"Tapi liat mobil yang kamu pake semalam dan ponsel keluaran baru yang kamu pake sih, aku rasa gak mungkin ya." Ungkap aleyda to the point.

Irza diam.

Pria itu justru mengalihkan pandangan ke sisi kiri mobil. Gerimis kembali turun dan sepertinya ia akan terjebak dengan banjir atau bahkan kemacetan parah. Alamat sampe apartemen tengah malam.

STRANGERNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ