Bab 12

1.2K 103 19
                                    

"Hai Zid selamat ya!"

"Kak Zid selamat ya!"

"Wow wow selamat Zidny akhirnya ya Zid!"

"Setelah penantian 5 tahun ya Zid!

"Kalian pasangan yang serasi, selamat ya nyonya Evan!"

"Cepat diberi momongan ya buat kalian berdua!"

Sudah tertebak kan nasibku bagaimana? Di sinilah aku berdiri, tepat di depan sana melihat pernikahan wanitaku dengan lelaki pilihannya. Lihatlah orang-orang itu datang memberi selamat padanya. Bahkan aku sudah mengira ini akan terjadi tapi melihatnya bersanding dengan orang lain di depan sana kenapa begitu sakit seolah ini sesuatu yang sangat mengejutkan padahal aku sudah mempersiapkan mentalku sejak jauh hari tapi nyatanya ternyata batinku tidak akan pernah siap selama masih wanita itu yang menjadi penguasa hatiku.

Takdir sialan!!!

Aku mengutuknya, mengutuk takdirku, aku berharap Tuhan tidak begitu marah padaku, aku sedang merajuk pada-Nya. Bagaimana bisa Dia membuat ku jatuh cinta bahkan ini sangat dalam tapi dengan teganya Dia memisahkanku dan Zidny. Aku tidak sekuat itu bahkan ini benar-benar menyakitkan. Tidakkah sedikitpun Tuhanku mengasihani hamba lemah sepertiku.

Satu minggu yang lalu Zidny menghubungiku dan mengatakan dia akan menikah. Dan dengan tidak tau dirinya dia memintaku datang untuk melihatnya menikah. Apa dia benar-benar sudah gila. Dia tidak memikirkan kehancuran hatiku, malah menambahnya lagi dengan memintaku untuk hadir.

Ya akhirnya si bodoh Dinda berada di sini. Sejak tadi pandanganku tidak lepas darinya. Aku datang saat resepsi pernikahannya saja, saat pemberkatan pernikahannya di Gereja aku tidak ada karena aku sedang berkutat menetralisir kesakitanku, menekan kesedihanku dan terus menguatkan diriku sendiri di hotel, tempat ku menginap di kampung halamannya yaitu Palembang.

Di depan sana dia sibuk dengan para tamu undangan tapi hampir setiap waktu matanya terus mengawasiku. Entahlah untuk berapa lama, tapi kupastikan mungkin sebentar lagi aku akan pergi dari sini. Sesuatu yang tidak berguna aku datang kesini, aku seperti menggali lubang kuburanku sendiri.

Aku berjalan kearahnya. Aku memberanikan diriku untuk terus melihatnya. Menahan air mata yang sejak tadi kutahan.

Tap

Tap

Tap

Aku melangkah pasti kearahnya, aku bisa melihat di matanya penuh kekhawatiran, penuh penyesalan, penuh rasa bersalah saat melihatku. Oh Tuhan tidak! Apakah Zidny akan menangis, jangan aku mohon jangan. Aku terus menggeleng padanya dan mengisyaratkan jangan menangis.

Aku bisa melihat Zidny ku sangat cantik dengan gaun pernikahan itu dan suaminya juga sangat tampan. Ya mereka adalah pasangan serasi, aku akui itu. Andai aku pria pasti aku yang ada di sampingnya saat ini. Setidaknya aku akan dengan sangat berani untuk menjadi rival Evan mendapatkan Zidny apabila aku seorang pria.

Tapi nyatanya aku hanya wanita, wanita muda yang lemah. Jangankan untuk bersaing, menunjukkan pada orang lain bahwa aku sangat mencintai wanita ini saja aku belum berani, aku hanya seorang pengecut yang masih takut akan penilaian orang padaku, takut di cemooh, takut di hina, takut di asingkan dari duniaku.

Dan..

Tap..

Aku berada di depannya saat ini, aku segera memeluknya, sedikit erat sambil membisikkan sesuatu padanya.

"Kamu cantik hari ini, tidak baik ada air mata kesedihan,aku baik-baik saja bey, jangan khawatirkan aku, aku mencintaimu!"

Tanpa menunggu balasan dari dia aku langsung melangkahkan kakiku dengan tergesa-gesa, aku tidak ingin dia melihatku menangis, kutekan perasaanku sebisa mungkin mencari pintu keluar gedung pernikahan ini dan saat aku berhasil keluar benar saja air mataku tumpah ruah. Aku menangis tanpa suara di tempat yang sedikit sepi.

When I'm In Love With HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang