Bab 11

1.3K 114 2
                                    

Dinda POV

Hari ini adalah hari besar untuk Zidny sekaligus hari yang menentukan untuk Zidny. Sejak pagi dia sudah gugup hingga saat ini kami berada di depan ruangan sidang menunggu gilirannya untuk menentukan nasibnya setelah mengerjakan skripsi selama berbulan-bulan. Berulang kali dia ke toilet, tangannya juga terlihat berkeringat. Sesekali aku mengusap pundaknya, menggenggam tangannya sambil mengucapkan kalimat-kalimat mantra yang aku harap bisa menenangkannya.

Gilirannya 30 menit lagi, aku tidak sendiri menemaninya, sudah ada Karin, Yuka, Farhan dan Riyan. Sedangkan teman-teman yang lain mungkin tidak bisa datang karena mereka punya hal yang tidak bisa di tinggalkan.

Oh iya jangan lupakan fans-fans nya yang sejak tadi mengerubunginya memberikan semangat untuk Zidny. Aku harus menekan rasa cemburuku karena hari ini adalah hari sidangnya. Aku tidak marah, hanya saja mungkin wajahku terlihat sedikit masam. Kenapa fans nya sangat tampan-tampan, dari junior sampai senior.

Sesekali dia menggenggam tanganku seolah mengisyaratkan untuk aku jangan marah melihat para pemujanya sejak tadi.

"Guys ini giliranku, do'akan semuanya lancar ya." Dia berpamitan padaku dan juga teman kkn ku yang ada disitu untuk masuk keruang sidang.

Dia berjalan menuju ruang sidang, arah mataku tidak lepas darinya hingga dia masuk keruangan itu dan pintunya kembali tertutup.

Aku melihat arlojiku, aku rasa waktu 1,5 jam cukup hingga Zidny selesai sidang. Aku bergegas menuju parkiran kendaraan, mengambil motorku dan segera melajukannya segera menuju lokasi yang cukup jauh dari daerah kampusku.

Aku sedang dalam perjalanan mengambil pesananku, apakah cukup sebuah bucket bunga yang akan kuberikan padanya sebagai ucapan selamatku atas gelar barunya? Aku bertanya-tanya sendiri, namun untuk mencarikan hal lain lagi rasanya tidak akan sempat. Mengambil pesanan bunga ini saja rasanya sudah memakan waktu.

Sebenarnya aku sedikit menertawai diriku sendiri saat ini. Sepertinya aku benar-benar sudah jatuh terlalu dalam pada hubungan ini. Demi Tuhan aku tidak pernah suka merepotkan diriku untuk melakukan sesuatu hal untuk orang lain. Untuk siapapun itu, baik keluargaku, mantan pacarku dulu atau sahabatku. Ini pertama kalinya aku ingin memberikan suatu effort pada seseorang spesial di hidupku. Aku ingin membuatnya senang dan juga berkesan. Hanya dengan Zidny aku seperti itu.

Aku menempuh sekitar 40 menit untuk sampai di sana, setelah membayar dan mengambil pesananku aku langsung kembali lagi ke kampus, semoga saja aku bisa tepat waktu berada di sana. Memikirkanku berada di sana membawa sebuah bucket bunga mawar merah yang indah ini dan memberikan ini pada Zidny sesaat setelah dia keluar dari ruangan itu membuat jantungku berdebar lagi dan lagi lagi aku tersenyum dibuatnya.

Untung saja jalanan tidak begitu padat, 40 menit kemudian aku sudah sampai kampus kembali. Aku buru-buru menuju ruangan sidang Zidny. Teman kkn ku yang sejak tadi menunggu ternyata masih setia duduk di bangku yang sama, tapi bedanya ini sedikit ramai. Aku segera mendudukkan bokongku pada bangku di sebelah Karin dan Yuka.

"Ceilahh Cakep banget bucket bunganya." Karin bicara sambil tersenyum padaku.

"Yaiyalah harus cakep." Ujarku menanggapi.

"Iya dong harus spesial untuk 'pacar' tercinta." Saat menyebutkan kata 'pacar' Karin memelankan suaranya, sehingga hanya telingaku saja yang mendengarnya.

"Jaga ucapanmu Kar, nanti ada yang dengar." Aku memperingatinya.

"Btw Yuka udah tau!"

"Eh what? Kok bisa? Kamu yang ngasih tau ya?" Tanyaku penuh selidik.

"Aku gak pernah ngomong apa-apa tentang kamu dan Zidny sama siapapun. Aku juga tadi heran tiba-tiba dia bilang kalian itu pasangan lowkey tapi gak private." Aku benar-benar terkejut mendengar omongan  Karin.

When I'm In Love With HerDonde viven las historias. Descúbrelo ahora