54. MASALALU

109 7 29
                                    

Ditya mendekati Melvin. "Maaf. Gue minta maaf." ucapnya.

Zavira terdiam. Entahlah, Zavira merasa kalimat yang dilontarkan Ditya tidak tulus. Zavira mencoba berprasangka baik pada Ditya.

"Gue maafin, asal lo stop ganggu hubungan gue sama Zavira. Apapun yang nggak ditakdirkan buat lo, nggak akan pernah jadi milik lo, termasuk Zavira." tegas Melvin.

Ditya hanya mengangguk. Setelah itu, Marissa, Zavira dan Melvin hendak keluar dari ruangan itu. Tak disangka, Ditya memukul tengkuk Melvin dengan sebuah tumbler yang berisi minuman dan ukurannya cukup besar.

"Melvin!" pekik Zavira.

Melvin sedikit kehilangan keseimbangannya, dan hampir roboh. Kini Marissa membantu Melvin untuk tetap berdiri. Zavira maju mendekati Ditya dan mencengkeram erat kerah laki-laki itu.

"Maksud lo apa!?" bentak Zavira.

Semua tetangga dan orang yang ada di sana terkejut melihat perilaku Zavira. Gadis yang terkenal lemah lembut itu kini kehilangan kontrol nya. Ini benar-benar kali pertama Zavira menggunakan emosinya.

"Zav, gue baik-baik aja." ucap Melvin.

"Lo hampir bunuh Melvin dengan kecelakaan tadi! Kurang puas!? Mau lo apa!?" bentak Zavira.

"GUE MAU LO, SHA! KENAPA LO NGGAK BALES SEDIKIT PUN PERASAAN GUE!? PUAS LO!" Ditya kini membentak Zavira, tepat di depan wajahnya.

Zavira mengeraskan rahangnya. "Belum puas lo hancurin hubungan gue di masalalu!? Belum puas lo bikin orang yang gue sayang pergi selama-lamanya!? Dan sekarang lo mau ulangi hal itu!? Gila lo, Dit! Tega lo!"

"Dia mati karna bunuh diri!" ucap Ditya, masih dengan nada tinggi.

Zavira melayangkan pukulannya tepat di pipi Ditya. Gadis itu kembali berucap.
"Dia depresi karna skenario palsu yang lo buat! Fitnah-fitnah lo yang bikin dia muak! Sadar! Lo pembunuh!"

"Sha? Lo . . . beneran nggak ada rasa buat gue?" lirih Ditya.

Zavira melepaskan cengkeramannya. "Lo juga nggak akan bisa kalo ada di posisi gue. Gue hampir mati karna kepergian kakak lo. Dan sekarang gue nemuin orang yang bisa nyembuhin gue, tapi lo? Lo hampir bunuh dia."

"Cinta itu nggak bisa dipaksa. Sorry, Dit. Gue nggak bisa balas perasaan lo. Berkali-kali gue udah bilang 'kan? Gue sayang sama kakak lo, bukan lo. Dan sekarang, gue udah nemuin orang baru. Gue mohon sama lo, ikhlasin gue."

"Sekali lagi, gue minta maaf. Gue bahagia sama Melvin. Gue nggak mau lo sakit, kita saudara, Dit. Ayo bahagia tanpa gue, lo pasti bisa. Percaya sama gue, gue bukan yang terbaik buat lo." ucap Zavira.

Ditya mendekati Zavira dan memeluk gadis itu secara tiba-tiba. Tindakan Ditya tentu membuat Zavira terkejut. "Dit, stop ... " lirih Zavira sembari terus menatap Melvin.

Melvin mendekati Zavira dan Ditya. Laki-laki itu mengarahkan tangan Zavira agar membalas pelukan Ditya. Kening Zavira berkerut, tanda mempertanyakan tindakan Melvin.

"Vin, why?" lirih Zavira.

Melvin hanya memberikan isyarat agar Zavira tak melepaskan pelukannya. Dan Melvin ikhlas akan hal itu.

"Terakhir." ucap Melvin.

"Sha, maafin gue." ucap Ditya.

"Berubah, Dit. Gue udah nemuin kebahagiaan gue. Gue bukan takdir lo." ucap Zavira dalam dekapan itu.

Beberapa detik kemudian, Zavira melepaskan pelukannya. Gadis itu menatap manik mata Ditya yang berkaca-kaca. "Inget, Dit, jangan bunuh kebahagiaan gue lagi." ucap Zavira tanpa mengalihkan atensinya.

🧺🧸

Diusapnya sebuah batu nisan yang sudah mulai berlumut. Gadis itu berjongkok dan mengecup tipis batu nisan yang bertuliskan 'Dipta Pradipta.' ya, nama jenazah yang berada di bawah gundukan tanah itu.

"Kak, maaf, aku telat bilang. Aku udah nemuin orang baru. Dia Melvin, laki-laki yang super baik. Aku nggak pernah nyangka bakal dapetin dia, karna nyatanya dia itu jauh dan nyaris tak tergapai."

"Jadi milik dia itu, adalah suatu keberuntungan. Aku bersyukur. Mesti nyatanya, kesempurnaan dia nggak akan pernah bisa menggantikan Kakak. Aku tetap mencintai Kakak."

"Aku egois, Kak. Aku mencintai Kakak dan Melvin. Tapi, bagaimanapun pemenangnya adalah Melvin, dia obat dari segala penyakit untuk aku. Mana mungkin aku bisa hidup tanpa obat, dengan penyakit kronis yang aku derita."

"Kak, izinkan aku untuk bahagia dengan Melvin, aku mencintai dia dan percaya bahwa dia bisa memperlakukan aku dengan baik. Kak, mungkin tahta Kakak di hati aku akan tergeser, tapi Kakak tetap punya ruang khusus untuk bersinggah."

"Bahagia dan tenang di sana, ya, Kak. Aku dan Ditya sudah berdamai. Aku bahagia. Kita semua baik-baik saja. Berhenti mengkhawatirkan aku, Kak. Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya, sebagai saudara." ucap Zavira.

Ya, gadis itu adalah Zavira. Zavira yang kini sedang mengunjungi rumah lamanya. Laki-laki itu kini menyatu dengan alam. Semesta seakan tau rindunya Zavira pada sosok Dipta, hingga semesta ikut meneteskan air matanya.

Hujan mengguyur Bandung. Zavira yang masih termenung di samping gundukan tanah itu, akhirnya tersadar dari lamunannya kala mendengar seseorang memanggil.

"Zavira! Jangan hujan-hujanan!" ucap Melvin.

Melvin menghampiri gadisnya dengan sebuah payung, lalu mengajak Zavira untuk meninggalkan pemakaman. Melihat gadisnya yang terlihat murung, Melvin tentu tak diam.

"Siapa?" tanya Melvin.

Zavira menoleh dan mengerutkan keningnya. Sungguh tak paham dengan pertanyaan sesingkat itu. Tapi gadis itu tak sempat membuka suara. Melvin sudah menyela.

"Siapa yang ada di bawah nisan itu?" sambung Melvin.

Zavira menggeleng. "Gue nggak mau ngungkit itu, Vin. Sakit." ucap Zavira.

"Masalalu? Lo masih sayang kan?" tanya Melvin.

Zavira terdiam. Ia merasa sangat jahat, mencintai dua hati sekaligus, meski salah satunya tak lagi bernyawa. Jantungnya berdegup kencang, mulutnya terasa kelu.

"Nggak, gue sayang sama lo." ucap Zavira.

"Jangan bohongin diri sendiri. Lo nggak bisa jalin hubungan sama mayat, Zavira." ucap Melvin.

Bak dihantam batu, dada Zavira terasa nyeri kala mendengar itu. Melvin memberhentikan mobilnya. Di tengah derasnya hujan, Melvin keluar dari mobil. Laki-laki itu berteriak.

"Tuhan! Jangan ambil rumah ku! Aku hanya punya satu dan tak mau berbagi." teriak Melvin.

Zavira mendengar itu. Air matanya mulai meluruh membasahi pipinya. Bibir ranum gadis itu bergetar. Tak henti ia menatap Melvin yang sudah basah kuyup. Tubuh Zavira terpaku beberapa detik.

Melvin, laki-laki itu menangis bersama derasnya hujan. Lalu seseorang memeluknya dari belakang. Itu Zavira, gadis itu berhasil melepas pakunya.

"Tetap kamu, sosok yang jauh dari kata sederhana. Kamu sempurna dari sisi manapun."

"You are the only one, Tuan Muda." lanjut Zavira.

Keduanya berpelukan, dibawah derasnya guyuran hujan. "Jangan tinggalin gue lagi." bisik Melvin.

"Nggak akan. Kalimat 'aku nggak bisa hidup tanpa kamu.' itu nyata adanya dalam hidup gue, Melvin." ucap Zavira.

"Lo menang. Lo pemegang tahta tertinggi di hati gue." lanjut Zavira.

"Meski bukan yang pertama?" tanya Melvin.

"Ya, karna kamu yang utama, untuk selama-lamanya." ucap Zavira.

Selesai.

Waktu yang sudah berlalu, takkan kembali seperti dulu. Tinggalkan kesan indah pada setiap goresan tinta.”

Batang, 25 Februari 2023
Tertanda

Shefira

Tentang Kasta [End]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt