52. PANTI

73 9 41
                                    

Pagi tiba, sang surya menyinari dunia. Sinar sang surya kini menghangatkan tubuh Tuan Muda yang duduk di teras. Melvin sebenarnya sedikit tak enak hati karna hanya duduk sementara Indi dan Ela sedang membersihkan dapur.

"Ini minumnya, Vin. Walaupun di sini lo tetep majikan gue." ucap Zavira.

"No, Sayang. Gue pacar lo!" ucap Melvin.

Zavira hanya menghela nafas. Akhir-akhir ini Melvin selalu melarang Zavira melakukan berbagai hal yang membuatnya lelah, termasuk bekerja. Padahal bagaimanapun Zavira tetaplah asisten keluarga Garenza.

"Lo bisa berhenti kerja kalo lo capek. Lo cukup fokus sekolah." ucap Melvin.

"Enak aja, gimana dengan biaya hi—

"Gue yang bertanggung jawab sepenuhnya." ucap Melvin dengan nada serius.

Zavira menggelengkan kepalanya. "Nggak. Itu nggak wajar. Itu tugas suami, orang tua, bukan pacar." ucap Zavira kesal.

"Yaudah kalo gitu nikah!" seru Melvin dengan semangat, sebelum di lempar bandana oleh Zavira.

"Enak aja lo! S1 dulu mininal!" jawab Zavira.

"Kuliah habis nikah kan bisa, apa salahnya?" tanya Melvin.

Zavira hanya merotasikan bola matanya. "Sabar dikit bisa nggak si? Kaya udah mapan aja,"

"Gue mapan kok, kalo sama lo. Nanti belajar bareng-bareng." ucap Melvin.

Zavira hanya terdiam sembari menggerutu dalam hatinya. "Ngebet nikah banget, kesambet apa sih!? Geli gue dengarnya!"

"Naik kereta api tut ... tut ... tut ... "

"Siapa hendak turut ... "

Senandung itu mengalihkan atensi Zavira dan Melvin. Rupanya senandung itu berasal dari barisan anak-anak yang memanjang layaknya kereta. Lucu sekali wajah bahagia mereka. Benar, bahagia itu sederhana.

"Anak-anak di sini emang gitu kalo main?" tanya Melvin. Laki-laki itu heran melihat lebih dari 70 anak yang jalan berbaris seraya bernyanyi ria.

"Nggak. Itu anak dari panti. Kegiatan mereka emang teratur banget, jadi solid juga." jawab Zavira.

"Mereka lagi open donatur nggak sih?" tanya Melvin.

"Kurang tau sih. Kenapa emangnya?"

"Gue pengen kasih sesuatu."

"Coba tanyain ke pengurusnya aja." ucap Zavira.

"Temenin." pinta Melvin pada Zavira. Hanya mengantar tentu Zavira tak akan menolak.

🧸🧺

Sebuah truck boks berhenti di depan panti asuhan. Lalu Will turun dari kursi penumpang dalam truck itu. Benar, ini adalah perintah Melvin. Berbagai barang diturunkan dari sana, dan diserahkan pada panti asuhan tersebut.

"Pacarnya Asha teh tajir pisan."

"Udah ganteng, baik lagi."

"Namanya teh siapa? Melvin?"

"Asha kok bisa pacaran sama dia? Beruntung banget."

"Ditya teh pasti nggak jadi sama Asha."

"Aku kalo jadi Asha juga milih Melvin dari pada Ditya."

Diantara bisik-bisik soal Melvin dan Zavira, ada Ditya yang menggerutu dalam hati. Apalagi semua orang memuji Melvin.

"Pansos."

Melvin dan Zavira sedikit berbincang dengan anak-anak di panti. Objek utamanya adalah gadis kecil, namanya Awa. Gadis kecil itu terlihat sangat menyukai Melvin.

"Kak Melvin, nginep sini aja, ya?" tanya Awa.

"Em, sebenarnya mau sih, tapi nggak boleh. Kakak harus pulang," ucap Melvin.

Awa yang duduk dipangkuan Melvin mendongak menatap Melvin. "Kakak pulangnya kemana?"

"Rumah kakak di Jakarta, Awa. Mau ikut?" tanya Melvin.

Awa menggeleng keras. "Nggak! Aku takut ke Jakarta." ucap gadis itu.

"Loh kenapa? Jakarta cantik loh, sama kaya kak Zavira." ucap Melvin seraya menatap Zavira. Yang mana kalimat itu membuat Zavira tersenyum tipis.

"Di sana ada mama," lirih Awa. Gadis berusia 7 tahun itu terlihat murung.

"Kamu dari Jakarta?" tanya Zavira.

Awa mengangguk antusias. "Iya. Dua bulan lalu mama marah sama aku. Dia antar aku kesini terus aku ditinggal, nggak dijengukin lagi. Mama nggak sayang aku."

Kalimat yang dilontarkan Awa membuat Melvin dan Zavira terdiam seribu bahasa. "Mama nya Awa pasti punya alasan. Beliau pasti sayang sama Awa," tutur Zavira.

"Awa nggak tau, tapi Awa kecewa. Awa pengen dipeluk mama."

"Kakak juga nggak dipeluk mamanya kakak selama 17 tahun. Tapi akhirnya kakak bisa ngerasain itu beberapa minggu lalu. Awa tau? Bila saatnya tiba, mimpi kita pasti akan terwujud. Berdoa saja, ya?" ucap Melvin.

Awa mengangguk antusias. "Iya semoga saja, Kak."

🧸🧺

Sore ini rencananya Zavira dan Melvin akan pergi kepuncak di daerah Bandung. Mereka berangkat dari rumah pukul 11.00 dan hanya berdua saja.

"Kami berangkat dulu." pamit Melvin pada keluarga Zavira setelah menyalami mereka satu persatu.

"Hati-hati ya, Nak. Jangan lupa baca doa." ucap Ela.

"Baik, Nek."

Zavira dan Melvin akhirnya berangkat. Entahlah perasaan Zavira mendadak tidak enak. Melvin sadar bahwa Zavira terlihat gelisah, laki-laki itu mengusap puncak kepala gadisnya.

"Kenapa? Lo kayaknya nggak nyaman." ucap Melvin.

"Jangan kepuncak, takut." ucap Zavira.

Melvin tersenyum tipis. "Tenang aja, nggak akan terjadi apa-apa kok, gue udah lancar nyetir."

"Mobil lo bener?"

"Aman, Sayang. Gue baru servis tiga hari lalu, kok. Tenang ya, nikmatin aja perjalanannya." ucap Melvin menenangkan.

Mendengar kalimat Melvin membuat Zavira menjadi lebih tenang. Mereka berdua sangat menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan.

Setelah sampai, mereka duduk di sebuah kursi di dekat danau. Bagi Zavira dan Melvin, danau adalah iconic hubungan antara. Keduanya menikmati semilir angin yang menenangkan.

"Di sini indah banget, rasanya nggak ada beban." ucap Zavira sembari memejamkan matanya.

"Ya, bagi gue itu semua karna ada lo. Seindah apapun dunia ini, kalo nggak ada lo rasanya hampa, gue nggak bisa hidup." balas Melvin tanpa menatap lawan bicaranya.

Zavira membuka matanya dan menoleh ke arah Melvin. "Vin, inget ada mama sama papa lo, mereka juga berperan buat lo." ucap Zavira mengingatkan.

Melvin menggeleng. "Gue seneng bisa di peluk mereka, meski cuma sebentar. Lo liat sekarang? Mereka kembali seperti dulu, seakan nggak ada gue."

"Vin, lo harus jaga hubungan lo sama keluarga lo. Dengan lo lepas marga dan lain-lain, itu nyakitin gue." ucap Zavira.

Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Zavira, membuat Melvin terkejut. "Maaf, gue nyakitin lo. Tapi lo tau? Gue juga sakit kalo harus tanpa lo."

"Intinya, mulai sekarang lo harus berusaha buat deket sama orang tua lo. Lo harus bersyukur orang tua lo masih ada, hubungan mereka baik, lo tau? Di luar sana banyak yang kehilangan orang tuanya." ucap Zavira.

"Iya. Gue akan berusaha. Tapi lo tau apa yang bikin gue sakit? Orang tua gue hidup, nggak cerai, gue punya foto keluarga, tapi keharmonisannya nggak pernah ada. Mungkin orang lain nggak percaya kalo gue ngeluh soal keluarga. Lo kan tau gimana image keluarga Garenza di media sana." ucap Melvin.

Zavira memeluk Melvin. Tangan gadis itu naik mengusap punggung Melvin, punggung tegap yang rapuh. Melvin membalas pelukan Zavira dan menyenderkan kepalanya di bahu gadisnya.

"Gue selalu ada buat lo. Cerita kalo ada apa-apa." ucap Zavira.

Tentang Kasta [End]Where stories live. Discover now