21. Highway to Hell

6.3K 324 6
                                    

[⚠️]

See, we can worry about it tomorrow
Just give me tonight

-

"Uh ...." kataku saat Faux mulai menciumi rambut dan leherku. "Faux?"

"Yeah?"

"Kamu habis tanding tiga kali lho."

Faux berhenti sebentar. "So?" Lalu membanting tubuhku ke ranjang.

Kami mulai berciuman dan, oke ... kurasa ada yang sudah tidak sabar di bawah sana. Aku langsung mengarahkan tanganku pada celana Faux, dan cowok itu mengerang ke dalam bibirku. Tergesa-gesa, Faux meraih tanganku dan menurunkan celananya, lalu menggenggam jariku erat-erat di atas permukaan boksernya yang sekeras batu. Aku tidak membuang-buang waktu lagi. Aku memasukkan satu tangan, lalu mendapati cairan licin yang hangat membasahi sela-sela jemariku.

"He likes your presence," bisik Faux di sela-sela kesibukannya mencumbui bibirku.

"Siapa?" tanyaku, menggoda Faux dengan memutar telunjukku ke ujung, lalu sedikit ke bawah, bagian kesukaannya.

Faux mengerang. Campuran kesal dan tidak sabaran. "My dick," katanya.

"Oh? Yeah?" Aku melepaskan bibirku, lalu meluncur turun ke bawah, menguburkan wajah di antara kedua kakinya, mengamati Faux sambil bersandar di paha cowok itu. "Udah hampir lima kali aku ketemu dia. Tapi aku belum tahu siapa namanya."

"Well, he doesn't have one," Faux tertawa serak. Matanya berkilat-kilat. "Gimana kalau kamu aja yang kasih nama?"

"Hm ...." Aku menyapukan hidungku ke atas, lalu menekan bibirku di beberapa titik yang hampir membuat Faux mematahkan leherku-kalau saja aku tidak mengibaskan rambut ke samping dan menahan tangan Faux. "Gimana kalau ...." Aku membuka mulutku. Lidahku bermain-main di atas tanganku yang bergerak dengan malas. "... Jake?"

Faux tergelak, tapi suaranya terlalu parau hingga dia terengah-engah saat berkata, "That's my middle name-Jesse."

"Feeling-ku kuat." Aku menyeringai. "Jadi, gimana?"

"Nah. Go for another one."

"Christian?"

Faux terbahak lebih keras. "Also my middle name."

"Dan kamu mau-mau aja dipanggil Faux?" aku bersungut-sungut.

"Faux's better." Faux merunduk, mencondongkan tubuhnya dan menciumku. "Sounds hot on your lips."

Telunjuk Faux menyentuh bibirku.

Aku tersenyum, lalu menyelipkan rambutku di telinga dan menikmati apa yang menjadi hadiahku malam ini. Faux terasa hangat dan penuh. Aku merasakan otot di pangkal paha Faux menegang saat cowok itu menggunakan satu lengan untuk beranjak, berusaha memutus kontak antara bibirku dengan tubuhnya. "Xel," panggil Faux, nadanya penuh peringatan. "You can stop now. I'm close-"

"Nggak mau." Gerakan tanganku semakin cepat, dan aku terkesiap saat ledakan cairan hangat memenuhi mulutku. Aku hampir tidak bisa membendungnya, tapi aku menelan. Dan reaksi Faux setelah itu persis seperti yang kubayangkan-terpana dan kelelahan, tidak bisa berbuat apa-apa selain tersengal-sengal dan mengusap kepalaku dengan sisa-sisa tenaganya. Mungkin aku lebih suka ekspresi ini ketimbang ekspresi bersekongkolnya.

"Cewek nakal ...." Faux melirikku dengan mata setengah terpejam. Tawa terseret keluar dari kerongkongannya. "Gimana kalau aku nggak bisa bangun sampai besok?"

"Itu yang kamu mau kan?" aku terkekeh, lalu menyurukkan kepalaku di ketiak Faux, cara tidak langsung untuk minta ciuman. Keinginanku terkabul sekejap kemudian.

"Come here," Faux menggeram, setengah berbisik, kemudian menarikku hingga duduk di pangkuannya. Dengan cepat, Faux melucuti sweter, celana pendek, hingga kini aku hanya setengah telanjang. Satu telunjuk Faux dikaitkan di panties-ku, dan itu sangat membuat frustrasi karena aku ingin tidak ada satu pun penghalang di antara kami. Aku melengkungkan punggung, menekan tubuh Faux pada kepala ranjang. Cowok itu terkekeh berat di telingaku, "Nggak sabaran."

Faux memasukkan satu tangannya, dan sekujur tubuhku langsung bergidik senang. Reaksi Faux tidak jauh berbeda; aku sengaja memajukan tubuh sedikit dan menekan selangkangan Faux yang perlahan mengeras. Dengan satu pancingan itu, akhirnya Faux menarik panties-ku secara paksa, lalu mencampakkan benda itu hingga tersangkut di pajangan perunggu.

"Oops," ujar Faux datar-datar. "My bad. Will fix that later."

Lalu, Faux kembali mengerjakan satu-satunya hal yang penting baginya sekarang: aku. Faux menelusuri leher dan telingaku dengan ciuman dan lidahnya; tangannya bergerak malas di balik panties-ku. Satu tangan yang lain meraba-raba secara sporadis, mencari tali bra yang sudah terjatuh ke samping. Sepertinya Faux terlalu menikmati bermesraan dengan leherku untuk mendorongku ke depan dan melepas bra-ku lewat pengaitnya.

"Axelle ...." bisik Faux.

"Yeah?"

"Nothing." Aku mengerang ke dalam leher Faux saat cowok itu meloloskan satu jari, kemudian dua. "Just want to make sure it's you."

Aku tertawa lemah. Eranganku berubah menjadi desahan-desahan pendek saat ujung jari Faux menekan, membelai, dan bergerak keluar dengan lambat. Aku tahu Faux sengaja. Dan aku tahu dia sedang merencanakan sesuatu yang sangat jahat ketika dia-

"Ah!" Aku membekap mulutku. Faux tertawa. Dengan kakinya dia membuka kakiku lebih lebar. Sekuat tenaga aku berusaha menahan pekikan saat ujung jari Faux berulang-ulang menyentuh satu titik yang membuat pandanganku kabur dan lututku goyah. "F-Faux-"

"Yeah, babe?"

Astaga. Aku tidak bisa berpikir. Aku lupa apa yang ingin kukatakan padanya.

"What are you thinking?" Pipi Faux menekan pipiku. Suaranya sedikit tidak jelas, dan lamat-lamat kudengar Faux mulai bernapas dengan berat.

Aku menggeleng. Mulutku terasa kering. "Nggak ada."

Lebih tepatnya, tidak ada yang bisa kupikirkan. Aku sepenuhnya berada di bawah kendali Faux.

Jemariku mencengkeram paha Faux erat-erat. "Damn," Faux mendengus. "Did you just cum on me?" Faux mengeluarkan jarinya. Tangannya yang sejak tadi hanya menggoda sekitar payudaraku bergerak ke atas, membuka bibirku lebar-lebar. "Open your mouth," bisik Faux, lalu menekan jarinya ke dalam mulutku. "Get a taste of yourself."

Aku terengah-engah saat Faux menarik jarinya keluar dan mengecup sudut bibirku sekilas. "Condom," katanya, dan perlu beberapa saat bagiku untuk mengerti bahwa Faux menyuruhku minggir. Namun, sebelum aku sempat menggerakkan kaki dan berpindah, sesuatu terjatuh ke tumpukan bantal di pinggir ranjang. Rupanya benda itu sudah ada di kepala ranjang sejak tadi. Tersembunyi di antara remote AC, jam tangan, dan benda-benda lain yang Faux taruh asal-asalan.

Dalam keheningan yang menyiksa itu, aku memperhatikan Faux dengan cermat membuka plastik pembungkus kondom yang cowok itu beli sendiri. Faux berhenti sebentar. Lalu, karena sudah tidak sabaran, aku memuntir leherku ke belakang dan bertanya, "Kenapa?"

"Uh," katanya. "Nggak apa-apa."

Jelas dia bohong.

Aku merebut benda itu dari tangan Faux dan memasangnya. Kurang dari satu menit, benda itu sudah seluruhnya melekat pada Faux. Aku pura-pura memberengut dan mengelus-elus Faux dengan tatapan mengasihani. "Poor guy."

Faux hanya menyeringai. "You'll regret that soon."

Well, kali ini, Faux tidak berbohong.

Aku benar-benar menyesalinya. Karena, selama sisa malam itu, aku dibuat menjeritkan nama Faux berulang-ulang. Dan aku sangat lelah hingga aku tetap tertidur meskipun aku tahu sudah pukul lima pagi setelah kami selesai.

❣️

Saints & SinnersWhere stories live. Discover now